Pengumuman:
Karena ada kesamaan pada nama dr. Walter, sehingga saya mengubahnya menjadi dr. Darren. Seriusan, ini benar-benar ketidaksengajaan & saya sendiri sebenarnya terkejut juga kalau nama itu ternyata sudah ada. Daripada terkena kasus/isu plagiarisme, maka saya memutuskan untuk menggantinya.***
Mozaik 14
***Jika kau melihat sekilas, sosok Rebecca Bernard itu memang terlihat seperti Barbie berjalan. Rambut pirang nan tebalnya tergerai indah melewati bahu. Pakaiannya juga selalu modis dan benar-benar mirip seperti boneka Barbie yang umumnya ingin dimiliki setiap anak perempuan pada usianya.
Gadis itu, sedang berdiri menimang ponselnya yang tak henti bergetar di genggamannya. Beberapa detik kemudian ia menempelkan ponsel tersebut di telinganya.
"Ya, Ayah?"
"Ayah mendapatkan berita bagus untukmu."
Sebelah alis Rebecca terangkat tinggi. "Oh ya?"
"Ya."
***
Cameron menutup menutup satu lagi berkas yang berada sedang menumpuk di hadapannya. Ada lingkaran hitam kecil di bawah matanya. Penampilannya acak-acakan. Bahkan ia sudah lupa ini cangkir kopi keberapa yang berhasil ia habiskan selama semalaman ini.
"Jika bukan karena ibu dan adikku, aku tak akan mau semalaman penuh membaca berkas sialan ini," gerutunya kasar. Ia mengacak rambutnya sekali lagi.
Suara ketukan di pintu ruang kerjanya membuat Cameron berhenti dari aktivitasnya sekarang. Ia memandangi pintu dengan sorot tajam.
"Ya?"
"Ini aku, Sara."
Cameron menghembuskan nafasnya pelan. "Oh, kau. Masuk saja. Tidak kukunci."
Sosok Sara kemudian keluar dari balik daun pintu yang membuka melebar. Cameron sempat tercengang melihat penampilan gadis itu yang sedikit mengganggunya. Sara hanya memakai gaun tidurnya dan menggerai rambut indahnya saja dapat membuat Cameron merasa terangsang. Maklum saja, sudah seminggu ini ia tidak bermain-main dengan wanita. Terlalu asyik dengan dunianya sendiri.
"Hai."
"Oh, Hey. Ada apa?" tanya Cameron ramah. Setidaknya penampilan Sara membuat pria itu sedikit berstamina setelah lembur semalaman.
"Aku...eung, ingin mengajakmu sarapan bersama."
Cameron tersenyum manis, "Sudah pagi, ya? Kau ingin mengajakku sarapan?"
Sara mengangguk.
"Kau memasak?"
Lagi-lagi wanita itu mengangguk.
Cameron menghembuskan nafasnya pelan. Dia memutuskan untuk tidak berolahraga pagi ini. Mungkin melihat Sara memasak pagi ini sudah membuatnya segar lagi?
"Baiklah," jawab Cameron. "Tapi sebelumnya aku harus mandi dulu. Hmm, sepuluh menit?"
Sara tampak berpikir sebentar, "Oke. Eum--Well, tampaknya aku harus ganti baju juga."
KAMU SEDANG MEMBACA
Heels, Tux And Curse
ChickLitSara Rose, mencintai koleksi sendal jepitnya melebihi apapun. membenci semua hal berbau parlente, high heels, dan musuh yang mempermalukannya dengan sepasang sepatu hak tinggi -tidak lain teman masa kecil yang menyebalkan, Cameron Frances. Cameron F...