SPECIAL PART II
A WORLD THAT IS YOU***
Adegan di gereja lengkap di dalam epilog
"Musim dingin kesepuluh."
Sara berbisik pelan. Dia menatap sosok menjulang yang berdiri didepannya. Sorot mata yang tidak pernah berubah. Bahkan sejak ia berdua masih kanak-kanak. Sorot mata yang mampu memesona sekaligus membakar dirinya dalam sekali tatapan.
"Kau sudah menemukan jawabannya?" Ia langsung bertanya to the point.
Sara mengangguk kemudian menghela nafasnya. "Aku..." Ia tersenyum manis. "Aku akan mengalah pada egoku, kali ini."
Cameron tahu maksud ucapan Sara tersebut. Lantas ia tersenyum lebar. "Kau akan mengalah pada permintaan Magenta." Cameron terus tersenyum. "Dasar rubah kecil itu."
Sara terkekeh, "rubah kecil itu adalah anakmu juga."
Cameron ikut tertawa. Dia mengangguk, tangannya meraih jemari Sara. Menggenggamnya erat. "Ya, dia anakku. Darah dagingku." Cameron menyentil ujung hidung Sara. "Buah cinta kita."
Mendengar itu, Sara menjadi merona. Membuat Cameron semakin semangat menggoda wanita yang telah berhasil meluluhlantakkan seluruh perasaannya itu.
"Tak heran mengapa sifat bocah itu mirip sekali denganmu," komentar Sara. "Berkat genmu yang menurun sekali padanya, anak itu bahkan sering membuatku bolak-balik kantor polisi, minimal ruang BP sekolahnya."
Cameron tertawa. "Aku jamin, kali ini anak itu tak akan mencari uang sendiri lagi."
Sara tersenyum. "Kalau itu sih, aku yakin kau bisa mengabulkan permintaan anehnya."
Cameron tersenyum manis. Dia menatap seluruh gereja. "Dulu aku pernah berdoa untuk menikahimu lagi. Di gereja dan lebih sakral."
Sara mengerutkan dahinya. "Tidak di hotel dan penuh paparazzi lagi?"
Cameron menggeleng, "aku kapok." Ia nyengir. "Aku juga berdoa agar bisa melamarmu di dalam gereja terindah di dunia." Dia kembali mengedarkan pandangannya. "...dan aku rasa gereja ini masuk kategori gereja terindah di dunia. Well, sesuai harapanku."
Lelaki itu kemudian tiba-tiba berlutut. Dia mengeluarkan sebuah kotak cincin dan membukanya. Memperlihatkan cincin sederhana namun begitu indah.
Sara kaget. Namun gadis itu harus mengakui jika ia benar-benar menyukai cincin itu. "Tidak ada berlian?" godanya.
Cameron terkekeh. "Tidak perlu berlian," ujarnya. "Karena kau sangat berkilau bagai berlian untukku."
Bukannya tersanjung, Sara malah memukul pelan bahu lelaki itu. "Setelah sepuluh tahun berlalu, kemana Cameron Frances yang berjiwa sosialita sejati? Kenapa seleramu turun?"
"Sejak aku menikahi seorang gadis biasa. Aku bahkan tak bisa membedakan lagi mana barang yang mahal dan biasa saja, semuanya menjadi berharga jika menyangkut dirimu."
"Hentikan ini," Sara berusaha menahan tawa. "Kau terdengar kacangan, Cammy!"
Cameron semula tergelak mendengar nama panggilan kecilnya. Namun, senyum sumringah kemudian tersungging dibibirnya. Lelaki itu kemudian mencabut cincinnya dan menyematkan di jari Sara. Ukuran yang sangat pas. Terima kasih pada anak bandel kesayangannya yang berhasil mengambil salah satu cincin Sara tanpa sepengetahuan gadis itu, dan mengembalikannya tepat waktu sebelum ibunya tahu.
Cameron kemudian menutup kotak cincinnya dan berdiri. Dia meraih wajah gadis itu dan mendaratkan kecupan singkat dibibir Sara. Sementara gadis itu masih dalam keadaan kaget dan setengah membeku.
KAMU SEDANG MEMBACA
Heels, Tux And Curse
ChickLitSara Rose, mencintai koleksi sendal jepitnya melebihi apapun. membenci semua hal berbau parlente, high heels, dan musuh yang mempermalukannya dengan sepasang sepatu hak tinggi -tidak lain teman masa kecil yang menyebalkan, Cameron Frances. Cameron F...