SPECIAL PART I
I WILL GO TO YOU LIKE A FIRST SNOW***
Musim dingin kelima.
"Mamma..."
Seorang gadis kecil dengan rentang usia balita tersebut menarik blazer berwarna cokelat muda milik Ibunya. Semburat kemerahan muncul di kedua pipinya. Dia menatap sang Ibu penuh harap.
"Ya, sayang?"
Gadis itu masih menatapnya dengan lekat, "kau lupa sesuatu."
Ibunya mengerutkan dahi. "Lupa?"
Gadis kecil tersebut mengangguk. Telunjuknya mengarah pada rak pendingin dengan tulisan juice and dairy yang terletak di seberangnya.
"Banana milk." Suaranya melirih.
Sang ibu refleks menepuk dahinya. "Oh, Maggie, maafkan Mamma karena melupakan minuman kesukaanmu."
Magenta, atau akrab dipanggil Maggie hanya tersenyum. "Karena Mamma lupa, maka jatahku harus lebih banyak dua kali lipat."
Sang Ibu, tak lain Sara hanya tertawa keras mendengarnya. Dia menelungkup kedua pipi puteri semata wayangnya.
"Memangnya Maggie tahu berapa banyak dua kali lipat itu?" tanya Sara.
Magenta mengangguk. "Kata aunty Penny kau cukup menambahkannya dengan sebanyak jumlah awal benda itu."
Sara kembali tertawa, "my little Maggie ternyata sudah semakin pintar, ya?"
"Suatu hari nanti, aku pasti akan memenangkan banyak game di meja gambler. Aku juga akan jadi penakluk lelaki. Ibu tenang saja."
Mendengar itu, Sara hanya bisa melongo tanpa suara.
***
Musim dingin ketujuh.
Koridor rumah sakit itu dipenuhi suara tangis anak-anak. Sara berlari seperti orang kesetanan sambil celingukan. Dia melihat sejumlah anak-anak ditemani orangtuanya, sebagian dari mereka menangis keras.
Langkah Sara terhenti di depan pintu ruang Unit Gawat Darurat. Banyak tenaga medis yang berseliweran disana. Sara langsung mengedarkan pandangannya.
"Magenta..." cicitnya takut setengah mati. Pasalnya, anak itu belum ia temukan dimanapun. Bahkan ia sempat melihat beberapa orang teman anaknya di koridor tadi. Ia khawatir anaknya terluka serius akibat kecelakaan beruntun yang melibatkan bus yang mengangkut anak-anak sekolah dasar menuju studi tour ke museum kota tersebut.
Matanya kemudian berhenti kepada seorang suster yang terlihat mengobati gadis kecil yang duduk di atas ranjang rumah sakit dan membelakanginya.
"Maggie..." panggil Sara tak sabar. Namun, setelah gadis itu mendongak, ia bukanlah Magenta. Gadis kecil tersebut adalah Sophie, sahabat Magenta.
Sara lalu memegangi dadanya yang terasa sesak. Sebelum dirinya jatuh karena lemas, seseorang telah menyangga tubuhnya.
"Dokter Penelope?"
Dokter cantik berambut warna merah itu tersenyum lebar. "Menemui Magenta?"
Sara mengangguk. "Dimana anakku?"
Dokter penelope tidak menjawab. Dia hanya membawa Sara ke salah satu bilik dan membuka tirai disana.
"Wali anak ini sudah datang." Dokter Penelope bersuara. Dia memberitahukan kepada dokter laki-laki yang sedang menunduk karena mengobati luka di jidat Magenta yang terbaring di ranjang. "Dia hanya pingsan," lanjut Penelope.
KAMU SEDANG MEMBACA
Heels, Tux And Curse
ChickLitSara Rose, mencintai koleksi sendal jepitnya melebihi apapun. membenci semua hal berbau parlente, high heels, dan musuh yang mempermalukannya dengan sepasang sepatu hak tinggi -tidak lain teman masa kecil yang menyebalkan, Cameron Frances. Cameron F...