Chapter 2

19.8K 945 6
                                    

Aku terbangun seolah sebuah suara tengah menyebut-nyebutkan keadaan ku. Ku lihat keadaan saat ini masih terasa sedikit buram, namun lama kelamaan kembali terang seperti penglihatan ku yang biasa. Ku lihat jeje tengah berbicara dengan seorang dokter, aku pun kemudian mencoba bangun dari keadaan ku yang masih terbaring di tempat tidur

"Eh lo mau ngapain ve?" Ucap jeje dengan cepat mencegahku untuk tidak turun dari tempat tidur

"Aku mau pulang"

"Lo masih belum sehat ve, sebaiknya tetap disini sampai dokter membolehkan lo pulang"

Tiba-tiba saja sebuah tetesan air mata menetes mengenai pipiku. Dan akhirnya aku menangis terisak. Jeje pun menyadari hal ini dan kemudian langsung memeluk ku erat

"Sudah lah ve, jangan seperti ini. Ngak baik"

"Aku bisa apa sekarang je? Aku ngak kuat harus hidup seperti ini" balas ku gemetar dengan suara tangis ku

"Gue ngak nyangka bakal kejadian seperti ini, entah apa yang membuat pria itu berubah ketika dengan ngak sengaja gue temui dia di loby apartement tadi"

"Apa yang dia katakan je?"

"Dia gugup ve, ketika gue sebut nama lo dia terlihat begitu marah"

Apa yang terjadi pada dirinya saat ini. Setelah aku mencoba jujur dan minta pertanggung jawabannya ia malah marah dan menjauhi ku. Ia tak menyadari apa yang telah ia lakukan padaku. Air mata ini pun terus menetes membasahi pipi ini. Disaat seperti ini aku hanya bisa menangis terisak seolah tak ada lagi jalan untuk ku bisa hidup

"Kalau gue ketemu dia lagi ve, gue bakal seret dia untuk segera bertanggung jawab!" Ucap jeje terlihat begitu kesal

"Jangan je, jangan lakuin itu. Aku ngak mau lihat wajah nya itu. biar aku sendiri yang akan membesarkan anak yang ku kandung ini"

"Tapi ve..."

"Je, aku tau apa yang akan terjadi. Tapi setidaknya kamu bantuin aku dalam hal ini. Please je, cuma kamu yang aku punya sekarang"

Harapan terbesar kini hanya berada pada sahabat terbaikku ini. Berharap ia akan terus bersama ku, menemani ku disaat tersulit ku saat ini.

"sudah banyak kebaikan yang lo beri buat gue ve, sekarang saat nya gue balas kebaikan lo. Gue bakal bantuin lo dalam hal ini, gue rela menanggung malu disaat orang-orang di luar sana memandang sebelah mata"

"Makasih je" ucapku sambil memeluk nya penuh kasih sayang

Kini aku tak butuh cinta dari siapapun. Biar aku berjuang sendiri mempertahankan janin ini. Meski harus menanggung malu. Tapi dari itu jeje begitu meyakinkanku. Seorang sahabat tak akan pernah meninggalkan sahabatnya dalam masalah terbesar di hidup nya

"Hm maaf mba, pasien sudah di perbolehkan pulang. Dan ini resep untuk bisa di tebus di bagian farmasi" ucap seorang suster yang tiba-tiba saja datang

"Oh iya makasih sus" balas jeje sambil menerima resep

"Ayo kita pulang" ucap jeje kemudian membantu ku turun dari tempat tidur

Aku dan jeje tiba di rumah. Jalan ku terus di papah oleh jeje dengan pelan. Padahal aku tidak apa-apa, namun jeje bersikeras ingin terus memapah ku hingga sampai kamar. Katanya ngak mau lihat aku sakit dan calon ponakan yang di dalam janin ku ini juga ikut sakit. Hmm~

"Sekarang lo istirahat, gue mau telfon sekretaris gue dulu" ucapnya sambil menatap layar hp nya yang menyala itu

"Je?"

"Ya? Ada apa?"

"Jangan cerita apapun soal aku dengan mama ya, aku ngak mau mama sedih. Simpan rapat-rapat masalah ini"

Cinta dan BenciTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang