Akhirnya aku sampai di rumah dan dengan buru-buru aku langsung naik ke kamar. Aku tak memperdulikan panggilan pembantu rumah tangga ini karena aku sedang tak ingin di ganggu. Aku sampai di kamar dan ku tutup rapat pintu kamar ini. Ku hempaskan tubuhku di atas ranjang dan seketika tanpa tersadar air mataku kembali jatuh tak tertahakan.
Kenapa disaat seperti ini aku malah di pertemukan lagi oleh pria brengsek itu. Padahal aku tak ingin melihat wajah nya lagi, tapi ketika perasaan ini membenci dirinya ada rasa cinta yang masih membekas. Bagaimana pun dia adalah ayah biologis dari anak yang ku kandung ini. Aku hanya mematung memikirkan perasaan ku yang dianggap tak tentu arah seperti ini.
Sebuah ketukan pintu tiba-tiba membuyarkan semuanya. Aku menoleh kearah pintu dan kemudian mengizinkan untuk masuk.
"Maaf non, ada yang bisa saya bawakan?"
"Hm air putih aja mba"
"Muka non ve pucat, ada apa? Apa perlu saya panggil dokter?"
"Ng-ngk usah mba, saya hanya kelelahan saja. istirahat udah cukup kok"
Kenapa aku mengalami hal seperti ini? Aku terlihat begitu lemah. Aku tau betapa anak ini menginginkan belaian dari ayahnya. Tapi apa dayaku, dia sama sekali tak mengakui anak ini. Dari hal itupun aku sangat membencinya.
Malampun menjelang, seharian aku tak keluar kamar. Makan pun aku tak selera. Semua berkat pertemuan singkat itu membuatku menjadi tak bergairah. Tak bisakah aku melupakan nya setelah kejadian itu? Aku ingin hidup bebas Tanpa beban. Aku ingin mempertahankan janin ini sampai waktunya tiba.
"Ve? Ve??" Panggil jeje terdengar cukup keras menuju kamar
"Kenapa?" Tanya ku ketika jeje sudah masuk ke dalam kamar
"Lo bikin gue khawatir ada apa? tadi siang pucat ya"
Pasti jeje di beri tau oleh pak egi dan mba sri sehingga ia tau apa yang terjadi padaku tadi pagi itu.
"Ngk, aku ngak papa je""Ah ini ngak bisa di biarin ve, gue bakal telfon temen gue buat perhatiin lo"
"Loh untuk apa? Aku kan ngak papa je"
"Ini dokter kali ve, dokter kandungan. Jadi lo diem aja yah" balasnya sambil menempelkan hp ke telinga kanan nya
Akupun hanya bisa menggendus kasar setelah jeje memilih memberiku dokter kandungan pribadi. Ini terlalu berlebihan menurutku, tapi aku tak mungkin menolak karena ku tau jeje tidak akan suka hal ini.
Tak berapa lama dokter yang di janjikan itu datang sambil membawa tas selempang yang terlihat bermerek itu. Dokter muda yang terlihat cantik itu datang dengan senyum manis dan di sambut jeje dengan cipika cipiki hangat nya. Aku hanya berdiri menyambutnya dengan senyum.
"Rin, ini sahabat gue ve. Yang sempat gue ceritain sama lo"
"Hai, rina" ucapnya sambil menjulurkan lengan nya untuk berjabat tangan dengan ku
"Haloo, aku veranda. Panggil ve aja" balas ku pun menyambut tangan nya itu
Disaat itu juga entah apa yang di bicarakan antara jeje dan dokter ini seketika jeje menarik lengan ku menuju kamar. Aku yang tak tau apa-apa hanya berjalan mengikuti langkah dokter dan jeje hingga sampai ke kamar
"Maaf ve, bisa baring sebentar" pinta dokter ini dengan sopan
Aku pun mengikuti arahan nya. Entah apa yang sedang ingin dilakukan dokter ini. Aku hanya menatap dirinya dengan berbagai macam alat kedokteran nya itu. Sesekali aku melihat jeje yang masih berdiri menatap ku yang sedang di periksa.
"Kandungan nya tidak ada masalah, hanya saja perlu banyak-banyak minum vitamin"
"Syukur lah" balas jeje kini terlihat lebih tenang
KAMU SEDANG MEMBACA
Cinta dan Benci
General Fiction[COMPLETED] Kini hanya tinggal rasa penyesalan yang ada di benak Ve. Bagaimana tidak, entah kenapa ia bisa jatuh kedalam perlakuan yang sungguh ia hindari. Kesalahan terbesar membuatnya harus berani mempertahankan semuanya. Rinal sang kekasih pun m...