Chapter 19

9K 376 4
                                        

Hidup tak harus selalu penuh dengan penyesalan terdahulu. Kini aku bangkit dari segala keterpurukan masa lalu yang sempat mengikatku. Saat ini aku tak lagi memikirkan hal yang tak harus aku pikiran, semua aku jalani berdasarkan jalan yang sudah di tentukan. Jika masa lalu datang untuk mengubah masa depan aku akan siap menghadapi meski harus terus merasakan sakit.

Terhitung sejak Rinal datang kerumah, ia tak lagi datang mengunjungi ku setelah aku menolaknya begitu saja. Mungkin ia menyadari dan memilih untuk benar-benar tak lagi menemuiku.

Kesempatan ku datang dan membuat ku kembali melanjutkan hidup. Kini aku mendirikan sebuah salon wanita sebagai pengisi waktuku. Aku sibuk saat ini mengurus salon karena sudah tiga hari buka setelah peresmian nya. Aku tak lagi menghabiskan waktu di rumah, kesibukan ku kini berada di luar rumah. Gracia pun kini ku masukkan ke sebuah sekolah untuk menambah teman-teman nya dan berbaur dengan lingkungan luar nya.

"Rin, saya keluar sebentar ya jemput gre" ucapku pada orang kepercayaan ku

Ku tinggalkan sejenak pekerjaan hari ini untuk menjemput gracia di sekolah. Ketika aku hendak berjalan keluar menuju mobil tiba-tiba saja datang shania membuatku kaget

"Ve?"

"Ah, shania? Bikin kaget aja" ucapku sambil mengelus dada

"Haha maaf, lo mau kemana?"

"Mau jemput gracia. Ada apa shan?"

"Hm gue mau ngomong sesuatu sama lo, ya tapi lo jemput gre, ya udah ntaran aja"

"Hm sekarang aja ngak papa kok, kita ngobrol di cafe dekat sekolah gre aja"

"Eh yakin lo?"

"Iya, ya udah yuk bareng gue" balasku langsung menarik lengan shania menuju mobil.

Akhirnya aku dan shania tiba di cafe. Aku memesan coffelate, begitu juga dengan shania. Ia duduk berhadapan denganku, namun tiba-tiba saja raut wajahnya berubah dan membuat ku bingung

"Kenapa shan?" Tanyaku

Tiba-tiba saja tanpa ku sadari ia meneteskan air matanya. Ia kemudian menunduk dan menyembunyikan wajahnya. Ku tatap shania yang tiba-tiba saja berubah menjadi seperti ini, ada sesuatu yang ingin ia bicarakan padaku.

"Shan, ada apa? Cerita sama gue"
Saat itu ia langsung menenggakan kepalanya dan menatapku dengan tatapan basah.

"Ve, gue udah ngak tau lagi harus gimana, segala macam cara buat orang tua gue percaya tetap aja ngak membuahkan hasil" ucapnya bercampur deraian air mata

"Lo udah ngomong baik-baik sama orang tua lo, shan?"

"Udah ve, tetap mereka ngak nerima boby"

Aku merasakan apa yang kini dirasakan shania. Begitu sulit ia mendapatkan restu dari kedua orang tuanya. bagaimana dengan aku yang kini sudah memiliki anak, apakah aku bisa dengan mudah mendapatkan restu dari mama?. Mungkin aku akan lebih sulit di bandingkan shania saat ini.

Aku hanya bisa memberikan dia sedikit masukan meski aku tak sebersih dirinya. Tapi setidaknya aku bisa sedikit meringankan masalahnya dan mungkin juga aku bisa belajar dari apa yang selama ini aku dapatkan.

"Makasih ve, cuma sama lo gue bisa cerita" ucapnya sambil menggenggam tangan ku erat

"Sama-sama shan"

"Gue balik duluan yah"

"Loh bareng gue aja, mobil lo kan di salon gue"

"Ngak usah ve, gue naik taksi aja. Lagian lo nungguin gre kan?"

Cinta dan BenciTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang