Chapter 21

10.6K 434 2
                                    

Saat ini aku terus menunggu sambil berharap-harap cemas. Aku duduk di kursi tunggu luar dengan keadaan yang tak bisa di jelaskan lagi. Tak lama shania datang dan langsung memelukku dengan sangat erat

"Gue tau apa yang saat ini lo rasain ve" tukasnya

Aku hanya bisa membalas ucapannya itu dengan tangisan yang kembali pecah. Aku meraskan sakit melebihi apa yang selama ini aku rasakan. Percuma aku jika harus terus menyembunyikan perasaan ini. Semua sudah jelas dan terlihat bahwa aku benar-benar masih mencintai Rinal dan tak ingin kehilangan nya

Tak berapa lama dokter yang sedari tadi menangani Rinal di dalam sana keluar bersama beberapa suster yang ada. Aku menyadari hal itu dan dengan cepat langsung saja menanyai keadaan rinal yang sebenarnya.

"Gimana dok?"

"Apa anda keluarga nya?"

"Ng... Sa-sa-saya--"

"Dia istrinya dok" tambah jeje dengan cepat

Saat itu juga aku langsung kaget dan menatap jeje dengan tatapan tak percaya. Kemudian tanpa ku sadari jeje langsung menggengam pergelangan tanganku dan sedikit memainkan matanya terlihat ia memberikan perintah padaku.

"Hm baiklah, anda bisa ikut saya keruangan" pinta dokter itu

Aku pun langsung mengikuti dokter itu hingga ke dalam ruangannya. Aku di persilahkan duduk dan dengan terlihat sibuk dokter ini sedang menulis dan entah apa itu.

"Suami ibu sedang menjalani masa kritis nya setelah kami mengembalikan detak jantung nya yang sempat hilang"

Tiba-tiba darah ku terasa berhenti mendadak setelah mendengar pernyataan dokter ini

"Saat ini suami ibu koma dan saya juga tidak bisa menjamin berapa lama ia akan bertahan. Mengingat luka pada kepala nya sangat serius"

Terdiam seribu bahasa dengan keadaan yang sudah dijelaskan oleh dokter ini. Kemudian akupun keluar sambil mematung. Kenapa ia begitu sengsara saat ini? Aku seperti merasa bersalah telah mengabaikan perasaan nya. Jalan ku pelan kembali dimana gracia, jeje dan shania menunggu ku. Jalanku tertunduk pelan seakan ada sesuatu yang benar-benar membuat kaki ku sulit untuk bergerak

"Apa kata dokter ve?" tanya shania dengan cepat mencegatku
"Hm..." balasku menggeleng

Ku lanjutkan langkah ku mendekat ke gracia yang kini tertidur dalam gendongan jeje. Ku tatap wajahnya yang lelah itu ketika tertidur, ku usap Puncak kepala nya dan kemudian ku kecup pipinya yang tembem itu.

"Hari sudah malam je, bawa gracia pulang" pintaku

"Lo?"

"Udah je, biar ve sama gue aja" tambah shania

"Hm ok, gue balik dulu" ucap jeje kemudian berjalan meninggalkan ku dan shania.

Malam kian semakin larut. Rumah sakit ini kini perlahan mulai terasa sepi. Aku masih dengan kesedihanku membayangkan apa yang sudah terjadi saat ini. Rasanya aku ingin menggantikan sosok nya itu yang terbaring disana

"Mau kemana ve?" tanya shania melihat ku kini berdiri

"Ke toilet" balasku pelan

Jalanku pelan saat ini, namun disaat aku mulai melangkah kan kaki ini tiba-tiba saja kepala ku terasa pusing. Semua pandangan ku terasa buram. Ku pejamkan mataku sejenak mencoba mengembalikan pandangan, namun sama saja, semua tetap pada apa yang aku rasakan sebelumnya. Pandangan ku semakin tak terkendali perlahan semakin sulit untukku bisa melanjutkan langkahku ini. Dan akhirnya pandangan ku menjadi gelap, tak sadarkan diri.

Cinta dan BenciTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang