Duduk sendirian sambil menyeruput kopi hangat yang baru saja ku pesan. Persis posisi ku duduk menghadap jendela kearah luar sana. Membayangkan betapa bodoh nya aku kala itu. Sama sekali aku tak memiliki keberanian untuk mengungkapkan semuanya pada wanita yang kuncintai itu. Aku tau semua terasa sudah terlambat untuk bisa kembali, mungkin disaat setelah ia melahirakan bayi kami, aku akan langsung menikahi nya.
Namun sejauh dimana aku merasa ingin menikahi nya, kenapa timbul rasa keraguan. Apa yang membuatku ragu untuk menikahi nya. Tak sadarkah aku pada tatapan bola matanya yang hitam itu menunjukkan kecintaan nya terhadap ku.
"Jangan melamun!" Seru boby mengagetkan ku
"Lo lagi mikirin apa? Kaya nya sulit banget ya?" lanjutnya
"Ngak, gue cuma lagi bingung aja"
"Masalah wanita itu? Hey, bukan nya lo udah siap buat nikahin dia? Kenapa meski bingung"
"Gue ragu bob, entah apa yang akan terjadi di masa depan. Gue merasakan ada sesuatu yang tak pantas atau tak harus terjadi padanya"
"Cuma perasaan lo nal, wajar pikiran itu muncul. Disitulah lo di uji buat siap atau ngak lo nikahin dia"
Aku tertegun saat mendengar ucapan boby, pemilik cafe ini dan juga teman ku. Apa itu hanya perasaan ku saja untuk menguji keseriusan ku menikahi nya. Tapi kenapa itu terlalu mengganjal di benakku. Sama sekali pikiran itu tak pernah lepas sehingga aku selalu saja ragu.
"Yakinkan diri lo nal, ngak ada kesempatan untuk yang ketiga kalinya" jelas boby sambil menepuk bahuku
Jelas sudah bagaimana aku menafsirkan pikiran ku yang rancu ini. Hanya perasaan khawatir yang menjadi keraguan ku untuk menikahinya. Ku ambil cincin itu dalam saku celana dan ku tatap dalam.
Jika memang kita akan bersatu, cincin ini akan melingkar di jari manis mu.
Dengan cepat ku tinggalkan boby begitu saja. Aku berlari menuju mobil untuk segera bertemu dengan ve. Namun disaat mobil ku melaju seketika mendadak aku menginjak rem dan membuatku kaget. Ku tatap ke depan dengan sedikit memicingkan mata karena memang keadaan saat ini sudah malam
Ternyata bastian berdiri tepat di depan mobilku. Cahaya terang lampu mobil meneranginya hingga membuatku kaget dan merasa tak percaya. Dengan cepat aku turun dari mobil dan mendekati nya.
"Bastian?"
"Apa kabar lo?" Tanya nya sambil memutari ku
"Baik, lo sendiri?"
"Ya beginilah, seperti yang lo lihat. Oh iya, gimana keadaan ve?"
"Dia baik-baik aja"
"Syukurlah, gue dengar lo bakalan nikahin dia, hm gue seneng dengar nya" ucap bastian sambil menepuk bahu ku dan kini ia berhenti di hadapan ku
"eee iya, hm tapi lo... maaf~"
"Udah lah, gue udah ikhlasin semuanya, mungkin ve bukan ditakdirkan buat gue. Lagian anak yang ve kandung adalah anak lo, jadi lo harus bertanggung jawab atas itu"
Aku hanya terdiam disaat bastian sudah merelakan semua menjadi milikku. Wanita yang ia cintai itu kini harus ia lepas karena ku. Aku merasa sedikit tak enak hati padanya, aku merasa persahabatan ini mulai renggang dan tak sedekat dulu
"Jangan pernah kecewain ve lagi, dia wanita yang baik"
"Jika lo kecewain dia lagi, gue ngak akan segan buat hancurin lo meski kita adalah sahabat!" Lanjutnya lagi dengan sedikit wajahnya mendekat kearah ku
Aku sedikit resah disaat ia begitu menekan ku. Kini bastian sudah terlihat berubah, jauh dari bastian yang ku kenal dulu.
"Iya, gue janji ngak bakal kecewain dia lagi"

KAMU SEDANG MEMBACA
Cinta dan Benci
General Fiction[COMPLETED] Kini hanya tinggal rasa penyesalan yang ada di benak Ve. Bagaimana tidak, entah kenapa ia bisa jatuh kedalam perlakuan yang sungguh ia hindari. Kesalahan terbesar membuatnya harus berani mempertahankan semuanya. Rinal sang kekasih pun m...