Aku terbangun disaat sebuah obrolan kecil tengah menyebut-nyebutkan nama ku. Aku terheran kenapa kini aku berada di ruangan yang sungguh berbeda jauh dengan keadaan kamar ku. Ini seperti ruangan perawatan di rumah sakit. Seketika aku menoleh ke arah sumber suara itu dan ku dapati jeje tengah berbicara dengan seorang dokter
"Je~" lirih ku
Panggilan pelan ku itupun membuat jeje langsung mendekati ku beserta dokter. Jeje tersenyum kearah ku disaat aku sedang di periksa oleh dokter.
"Dia baik-baik saja nanti sore sudah boleh pulang" ucap dokter itu kemudian pergi kembali keruangan nya
"Apa yang terjadi je?"
Jeje hanya diam tak menggubris pertanyaan ku. Wajahnya terlihat sedikit ketakutan dan ragu untuk mengatakan nya padaku. Namun tak lama sebuah suara dorongan pintu membuat aku dan jeje menoleh secara bersamaan. Tak kusangka ia datang dengan begitu ringan kaki nya melangkah mendekati ku
"Syukur lah kamu sudah sadar ve" ucapnya tersenyum
"Kenapa kesini? Aku ngak ada urusan sama kamu"
"Hey ve, lo ngak boleh ngomong gitu" tambah jeje
Apa yang membuat semuanya berubah menjadi seperti ini. Jeje tiba-tiba saja berubah menjadi baik terhadap Rinal. Apa yang telah dilakukan rinal pada jeje sehingga sangat mudah merubah sikap jeje yang bisa di bilang keras ini.
"Maaf dengan kejadian waktu itu, aku tak bermaksud apapun"
"Baguslah kalau tau salah, lebih baik kamu pergi! Jangan pernah temui aku lagi"
Sungguh saat ini aku benar-benar merasa kesal, marah terhadapnya namun kenapa perasaan itu berubah disaat langkah nya perlahan meninggalkan ku, perasaan tak ingin ia pergi dariku. Apa yang membuat perasaan itu tidak tentu arah, aku membenci tapi merasakan masih mencintainya. Tolong lah, jangan pergi~
Percuma aku berharap dan berkata dalam benak ku karena ia tak akan bisa mendengarnya. Kini dirinya pun hilang dan tak tampak lagi di ruangan ini. Aku masih menatap pintu yang tertutup rapat itu, tanpa tersadar air mataku menetes dengan sendirinya. Kenapa perasaan ini menjadi sakit?
"Sebaiknya lo istirahat ve, gue mau keluar sebentar" ucap jeje kemudian keluar ruang perawatan ku
Kini di ruangan ini hanya ada aku sendirian. Dan itu malah membuat air mataku semakin deras keluar. Aku menangis terisak membayangkan betapa bodohnya aku saat ini. Disaat ia berubah dan ingin bertanggung jawab, aku malah dengan ego ku yang sebenarnya tak menginginkan Rinal pergi dari kehidupan ku.
RINAL POV
Aku keluar dari ruang perawatannya dengan sangat kecewa. Aku terduduk di kursi tunggu di depan ruangan nya. Tertunduk sesekali mengusap kedua wajah ku yang terlihat kusut ini. Aku tak tau lagi bagaimana aku bisa kembali meluluhkan hatinya. Betapa bodohnya aku saat itu menyia-nyiakan nya yang kini sedang mengandung anak ku. Sungguh hanya kata 'bodoh' yang ku sudutkan pada diriku. Seandainya perbuatan kelam itu tak akan pernah terjadi, mungkin semua tidak akan seperti ini.
"Terus berusaha nal, lo pasti bisa meyakinkan hati ve lagi" ucap jeje tiba-tiba datang dan menemui ku
"Gue udah ngak ada harapan lagi je, lo ngak lihat betapa terbakar matanya itu menatap gue? Dia sangat marah je~"
"Bukankah hanya saat ini nal? Masih ada waktu yang lain. Kesempatan lo masih banyak. Berusaha lah sebelum dia milik orang lain"
Aku hanya bisa mematung mencerna setiap ucapan yang baru saja di lontarkan jeje. Mungkinkah waktu masih ingin mendukung ku untuk bisa kembali bersama ve? Setelah apa yang ku lakukan padanya. Aku yakin hatinya begitu perih saat aku menolak anak yang ia kandung itu. Akh! Seandainya aku tak melakukan hal bodoh itu. Aku tak berpikir apa yang akan terjadi padanya.

KAMU SEDANG MEMBACA
Cinta dan Benci
General Fiction[COMPLETED] Kini hanya tinggal rasa penyesalan yang ada di benak Ve. Bagaimana tidak, entah kenapa ia bisa jatuh kedalam perlakuan yang sungguh ia hindari. Kesalahan terbesar membuatnya harus berani mempertahankan semuanya. Rinal sang kekasih pun m...