"Keping Pertama"

20.1K 1.6K 293
                                    



"Keping Pertama"





Dua puluh tiga tahun yang lalu.


"Katanya kalau jerawatan itu tandanya ada yang lagi disuka. Berarti kamu suka sama banyak cowok dong, Dek Mala?"

Utami, kerap disapa dengan Uta, menatap jengkel lelaki yang duduk di hadapan Mala. Alisnya menukik seperti peran wayang jahat yang dikisahkan dalam opera-opera Jawa. "Apaan sih lu! Berisik tau, nggak! Udah sono cabut. Pergi pergi sono! Hus, hus!" Tangannya terayun-ayun seperti kipas. Raut wajahnya masih jengkel tak tertahan.

"Nggak mau ah, kan aku maunya di sini sama kamu, Utayangkuuu. Masa diusir, sih? Kan aku juga mau ngobrol sama Dedek Mala." Tirta, lelaki berbadan bongsor yang duduk menghadap ke belakang, tersenyum manis ke arah Uta. Gadis itu refleks segera bergidik jijik, tampak sungguhan mual seperti benar-benar akan muntah.

"Hiiih, ngimpi! Masih SMP aja udah genit," cela Uta dengan bibir yang merengut. Bola matanya memutar, tanda ia sudah cukup dibuat muak. Setelah beberapa menit mengalami adu mulut dengan Tirta, Uta kembali duduk di bangkunya. "Hiiih, dibilang sono pergi! Udah sono, hus hus."

"Utayang jahat. Nggak sayang sama akuh." Lelaki itu pun pergi ditelan pintu. Diiringi dengan teriakan geram Uta yang menggema.

"Utayang, Utayang, Pala lo peyang!"

Selepas beberapa detik terdiam untuk mengembalikan kestabilan, Uta menoleh khawatir ke arah Mala yang sibuk sendiri. Uta ingin mengatakan sesuatu, tapi justru ia urungkan mengingat waktu ini bukan waktu yang sekiranya tepat. Ia menarik napas. Inilah yang dia khawatirkan kalau Mala sedang diam. Gadis itu bukan tipikal perempuan yang antisosial dan memilih mengurung diri sendirian.

"Dah, La. Jangan didenger. Emang nggak jelas manusia kayak begitu mah."

Melihat kepala Mala yang terangkat dari kertas ke wajah Uta, membuat gadis itu jadi sedikit lebih lega dari waktu sebelumnya. Ia hanya takut kalau Mala jadi depresi karena dihina seperti tadi. "Ta, mau baca cerita gue, nggak? Masih setengah sih. Tapi gue excited banget nulis ini."

Mulut Uta menganga sejenak, lantas mengembuskan napas seraya tersenyum dengan riang. Entah mengapa, batinnya merasa lega bukan main. Dengan antusias, ia anggukkan kepalanya seraya meraih kertas yang tergeletak di atas meja. Tubuhnya bersandar pada bangku kayu dan pikirannya mulai tenggelam dalam dunia imajinasi Mala.

***

"Demi apa, La, dia ngomong gitu?"

Uta menatap Mala yang tampak tak peduli dengan tuturannya sendiri sebelum Uta bertanya. Potongan tahu goreng yang disantap mulutnya muncrat-muncrat ke sana-sini. "Lah, maksudnya apaan dia ngomong, kalo lo itu bukan tipe dia? Berasa cowok cuma dia doang. Gila, gue baru nemu cowok sinetron di dunia nyata, La. Demi." Sekali lagi, Uta kembali meracau. Badannya sibuk menghampiri Mala dan menghujani gadis itu dengan pertanyaan yang Uta buat.

"Ta, kalau makan duduk," jawab Mala kalem saat itu seakan semua ucapan Uta adalah hal yang tidak jauh lebih penting daripada makan-sambil-duduk.

"La, kok lu woles amat, sih? Kalo gue nih, ya, kalo gue ... bakal gue samperin itu cowok yang udah belagunya ngomong gitu. Emangnya dia siapa, coba? Buset dah, berasa pangeran Inggris aja ngomong gitu setelah nyampakkin lu dua tahun."

[ON HOLD] Di Balik KulminasiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang