Diagonal Teka-Teki
***
Satu per satu misteri mulai terkuak.
Bukan maksud saya mulai kembali jumawa atau sok tahu tentang segalanya karena saya pernah memiliki sesuatu dengan orang terkenal seperti Aruna—percayalah, Nona-Nona dan Tuan-Tuan ... saya sudah kapok setelah segmen terkuaknya buku maharahasia yang sebenarnya tidak terlalu rahasia.
"Sekali lagi kita berhasil mendapat jawaban tentang sesuatu, yang sebelumnya mungkin tidak terpikir sama sekali," si pembawa acara itu berkata dengan pandangan mata berbinar-binar. Dari tempat saya menonton, tampak seakan dia tengah menatap ke arah saya, tapi kenyataannya ia hanya memandang ke arah kamera.
"Sebenarnya, Jejak juga sempat bertanya-tanya. Sempat mendengar tentang aktivitas Aruna yang katanya sangat religius dan selalu berhubungan erat dengan tuhan. Sejak Aruna bercerita dari mulai SMP sampai akhirnya memasuki masa SMA, Aruna tidak pernah menyinggung tentang sesuatu yang katanya sangat berkaitan dengan diri Aruna ini.
"Jejak sempat sangsi dan mulai bertanya-tanya apa rumornya salah. Tapi mendengar cerita yang baru saja Aruna persembahkan kepada Jejak dan seluruh penonton di rumah juga studio, kami semua mengerti dari mana asalnya semua perubahan itu."
Jejak—aneh sekali menyebut nama pembawa acara itu, saya berani jamin kalau namanya palsu—tersenyum dengan amat lebar sambil menatap lurus-lurus ke arah Aruna. Saya baru menyadari kalau tablet yang sejak tadi sudah digenggamnya, kini telah diletakkan ke atas meja. Kamera menyorot sejenak ke arah penonton yang sibuk menyimak dengan khidmat. Kebanyakan dari mereka adalah mahasiswa dan orang-orang dewasa berpakaian rapi.
Mendengar pertanyaan pembawa acara itu dan ekspresi terkejutnya dengan mata berbinar, saya jadi teringat dengan diri saya sendiri pada akhir masa kelas sebelas, ketika bertemu Aruna di koridor, tengah berjalan bersama salah seorang temannya sambil membawa mukena. Bukan hanya perihal waktu yang pada masa itu membuat saya terkejut—Aruna sepertinya tampak akan melakukan Shalat Dhuha—hanya saja, penampilan gadis itu benar-benar berubah seratus delapan puluh derajat.
Sesungguhnya, kami memang berada dalam satu sekolah yang sama meski berbeda jurusan, namun satu perbedaan yang tampaknya kecil itu justru menjadikan alasan mengapa saya nyaris tidak pernah bertemu gadis itu, sebab berbeda jurusan berarti berbeda pula gedung sekolah. Dan setelah melihat kembali penampilannya yang sekarang dibanding terakhir kali saya melihatnya saat waktu SMP dulu, semuanya memang benar-benar di luar pemikiran saya.
"Ya, seperti yang Jejak katakan. Mungkin Fattana, memang benar-benar gadis berhati malaikat yang dititipkan Allah untuk saya. Saya menyadari itu karena dari sifat lembut dan religius Fattana, tanpa sadar saya juga mulai tertular sampai akhirnya benar-benar masuk ke dalam dunia itu sendiri.
"Saya bersyukur karena dengan itu secara perlahan, saya mulai kembali membangun hubungan saya dengan pencipta saya. Dan meski saya meyakini bahwa mungkin memang seperti inilah tuhan saya menggariskan takdir ini untuk hidup saya, saya tidak bisa untuk lupa mengucap terima kasih bahwa Fattana juga berperan sebagai seorang perantara di dalamnya."
Sebelah tangan Aruna terangkat beberapa kali selama menjawab pertanyaan itu. Mirip seperti orang yang tengah menjelaskan sesuatu dalam sebuah presentasi, lantas menutup jawaban itu sendiri dengan menyatukan telapak tangannya seakan saling menjabat satu sama lain.
KAMU SEDANG MEMBACA
[ON HOLD] Di Balik Kulminasi
General FictionDi balik kulminasi, berarti di balik puncak tertinggi. Jejak Inspirator kembali mengundang seorang penulis, pencipta lagu, pemilik perusahaan penerbitan, dan pendiri sekolah penyandang disabilitas, bernama Aruna Vimala. Masalahnya tidak...