Rusuk-Rusuk Tak Terbaca

2.9K 432 64
                                    


Rusuk-Rusuk

Tak Terbaca



***



Rasanya, seperti dibuat tujuh keliling.

Saya akui bahwa setiap alur yang terjadi dalam hidup Aruna sama sekali tak tertebak. Saya sama sekali tidak percaya bahwa orang seperti itu, sahabat Aruna sendiri, juga bisa mengambil alih peran antagonis dalam cerita ini.

Setelah menunaikan shalat Isya di masjid dan kembali ke rumah, saya menyalakan televisi untuk menonton tayangan ini lagi. Awalnya saya pikir, saya akan ketinggalan satu sesi sampai iklan lagi, tapi ternyata dugaan saya tidak sepenuhnya tepat. Saat saya pertama kali menyalakan televisi, saya langsung disambut oleh ucapan perpisahan dari sebuah telekuis yang disponsori oleh salah satu produk farmasi.

Omong-omong ... eh?

Farmasi itu berkaitan dengan obat-obatan, bukan? Atau saya salah?

Maaf, kalau yang saya katakan tidak tepat. Saya memang dari jurusan IPS. Jadi, mohon dimaklumi jika tidak begitu memahami yang seperti itu.

"Ya, pemirsa. Masih kembali bertemu dengan Jejak dan bintang tamu kami, yakni Aruna Vimala, dalam acara Jejak Inspirator." Kamera meliput ke si pembawa acara yang kini duduk dengan menyatukan kedua tangan di atas paha. Wanita itu memberikan senyuman amat lebar dengan mata yang berbinar. Saya seakan diajak berjalan melewati kedua orang itu dari sisi kanan ke sisi kiri panggung, begitu kamera bergerak secara lambat.

"Apakah kepercayaan memang diciptakan untuk dibalas dengan pengkhianatan?" ucap si pembawa acara dengan tatap mata yang seakan tengah berandai-andai. "Jujur saja sepanjang Aruna bercerita pada segmen sebelumnya, Jejak benar-benar tertarik dengan kalimat tersebut. Dalam imajinasi di kepala Jejak secara pribadi, ada kekecewaan yang begitu besar dalam diri Aruna sampai-sampai mengatakan hal tersebut berulang kali."

Jejak, yang saat ini duduk di sofa sebelah kiri Aruna berada, menarik napas setelah memberi jeda dalam perkataannya. "Aruna pernah berkata bahwa Aruna seringkali cuek dengan sekitar dan cenderung tidak peduli. Sebelumnya, kita juga sudah mengetahui bahwa hal yang menyebabkan Aruna begitu terkejut akibat cacian yang diberikan teman sekelas kepada Aruna, itu juga karena masa lalu Aruna yang ternyata berkaitan dengan peristiwa ini, sehingga memicu trauma dengan rasa kesepian."

Jeda lagi. Sebenarnya saya bingung, apa yang ingin ditanyakan oleh si pembawa acara ini kepada bintang tamunya.

"Apakah segala hal yang terjadi itu saling berkesinambungan dan berkaitan dengan sikap Aruna yang agak tertutup dengan media? Karena dari yang bisa Jejak simpulkan, pengkhianatan yang Aruna dapat setelah akhirnya mau membuka diri dan membagi keluh-kesah, hal itu semakin mengiritasi kepercayaan Aruna bahwa kenyataannya, dengan berbagi tak memberi keuntungan apa-apa bagi Aruna. Apakah alasan dari sikap menutup diri itu juga berhubungan dengan peristiwa pengkhianatan ini?" tanya pembawa acara itu akhirnya, lantas menatap Aruna dengan pandangan berharap-harap.

Kamera seakan bertamasya lagi, kali ini dari ujung kiri hingga ujung kanan. Sang kameramen pun tak luput menyertakan penonton dalam rekaman tamasyanya, kemudian berhenti di mana Aruna bertempat.

Aruna tampak mengulum bibir sambil mengangguk-angguk kecil, lalu tertawa bersama Jejak yang ikut hanyut dalam lelucon yang entah di mana kelucuannya. "Sebenarnya, Jejak, menurut saya secara pribadi, dua hal tersebut merupakan topik yang sama sekali berbeda." Aruna terdiam sejenak. Membiarkan alunan lembut piano terdengar jelas dalam jeda bicaranya, meski setelahnya, kembali menyampaikan jawaban.

[ON HOLD] Di Balik KulminasiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang