"Keping Keenam"
"WAK WAK GONG! NASINYA NASI JAGONG! LALAPNYA LALAP KANGKONG! ARUNA ANAK BAGONG—"
"Aku suka ... dia.... Dia suka ... dia.... Dia suka aku ... cinta segitiga. AUWA AUWA. AUWA AUWA." Rena menyanyikan lagu itu dengan nada dasar yang dijiplak langsung dari lagu The Junas Monkey—berjudul 'Jadian'—dan mendadak jadi kejang-kejang tidak jelas ketika mencapai lirik 'AUWA AUWA. AUWA AUWA' yang dia buat sendiri. Aruna masih termenung di tempatnya, menatap bekal berisikan nasi dan daging rendang yang tak disentuh sama sekali sejak tadi.
"ASTAGA DIEM KEK LU BERDUA! REN, THAN! Lagu kalian sama sekali nggak mutu, oke? Anyway, gue rasa ada yang janggal sama lagu lu, Ren. Jadi si aku ini kan elo ya, dan lu ini cewek, terus suka sama si dia, yang udah pasti cowok.
"Terus si cowok suka sama dia kedua, yang entah bentuknya apaan, dan si dia kedua ini naksir sama lu, yang udah pasti kalo dia ini normal, dia pasti cowok. Jadi dia pertama yang lo suka itu ... gay? Seriously? Kayaknya lu harus belajar ngelawak yang bener dulu deh, Ren, kalau mau ngehibur orang." Kali ini Dhira, menimpali dua lagu yang dibuat temannya itu dengan wajah judes dan gaya bahasa menyakitkan ala kritikus gadungan berkedok anonim di sosial media.
Baik Rena maupun Rathan, keduanya hanya membalas komentar pedas itu dengan cengiran kuda dan pandangan yang tak bisa diartikan; antara setuju maupun tidak, antara mengerti ataupun tidak sama sekali.
"Kan niatnya cuma ngehibur kali. Daripada lu, Dhir, kerjaannya ngomel doang kayak...." Rathan tak melanjutkan ucapannya itu dan memilih untuk menyomot daging rendang di kotak bekal Aruna yang sejak tadi tak terjamah sama sekali. Bibirnya tersenyum semakin lebar begitu lidahnya dimanjai dengan olahan rempah-rempah yang berpadu dalam bumbu rendang itu.
Berlainan dengan Rathan yang sibuk sendiri dengan makanan, Rena yang duduk di sebelahnya, malah menampilkan ekspresi yang mulai kehilangan cengiran canggung. "'Tar dulu deh, Dhir. Rena jadi bingung nih." Sebelah tangannya menggaruk-garuk rambut di bagian bawah kepala.
"Ya abis, bikin lelucon nggak masuk di akal banget."
"Lah, bukannya emang semua lelucon itu kayak gitu ya? Nggak ada yang jelas? Kalau jelas-jelas aja mah namanya konsep belajar." Rathan menjawab dengan racauan tidak jelas, lantas tertawa dengan bahagia, seakan telah dikelilingi oleh lautan rendang lezat buatan Mama Aruna, yang merupakan seorang juru masak andal, pemilik katering rumahan.
"Yha. Hashtag BodoAmatThan."
Sebelah tangan Rathan menggapai bahu Dhira, "Dek, percayalah. Terlalu serius itu bisa bikin keriput di wajah kamu makin banyak. Dan menimbulkan flek-flek hitam yang membuat wajah kamu jadi lebih tua dari kenyataan sebenarnya," lelaki itu berkata dengan nada penuh 'simpati'. Lalu tak berselang waktu setelah itu, ia kembali sibuk dengan rendang milik Aruna. Bukannya marah karena bekalnya dirampok, Aruna malah menggeser kotak makan itu ke depan Rathan supaya dihabiskan saja semuanya.
"Lu lebih centil dari mbak mbak sales kosmetik, oke?"
Tak ada jawaban lagi, sehingga keadaan menjadi hening. Dhira beralih ke arah Aruna yang masih terdiam dengan wajah yang ditekuk.
"Run, it's okay. Kan kita juga masih bisa maen di rumah siapa aja, sekalian belajar bareng meskipun udah nggak sekelas. You told me, kalau lu mau berubah buat lebih terbuka sama sosial. Mungkin ini emang cara Tuhan buat ngasih kesempatan berubah itu ke lu; biar lu beneran jalanin misi itu, saat kita dibikin mencar-mencar kayak begini di pembagian kelas yang baru.

KAMU SEDANG MEMBACA
[ON HOLD] Di Balik Kulminasi
Ficción GeneralDi balik kulminasi, berarti di balik puncak tertinggi. Jejak Inspirator kembali mengundang seorang penulis, pencipta lagu, pemilik perusahaan penerbitan, dan pendiri sekolah penyandang disabilitas, bernama Aruna Vimala. Masalahnya tidak...