"Keping Keenam Belas"
Hari ini sepulang sekolah nanti, rencananya Aruna akan mampir ke rumah Friska.
Ia memang telah mengiyakan janji untuk mengiringi gadis itu membuat kover lagu, terlebih lagu itu adalah lagu yang ditulis oleh Aruna sendiri. Ada rasa bangga yang membuncah ketika menyadari satu fakta itu, namun Aruna berusaha agar tak fokus pada bagian tersebut saja. Ia merasa senang karena bisa membantu Friska, cewek gaul yang baru-baru ini berteman dekat dengannya, selain itu ia juga merasa bersyukur kalau yang dilakukannya itu bisa membahagiakan dirinya sendiri pula.
Meski lagu karangannya tidak dipublikasikan secara resmi dan didengar oleh seluruh masyarakat Indonesia lewat televisi, setidaknya Aruna sudah bahagia. Jika karyamu diketahui orang banyak dan pesan yang ingin kausampaikan bisa diterima oleh khalayak, bukankah itu adalah apresiasi tertinggi yang bisa kauterima setelah menciptakan 'sesuatu'?
"Makasih ya, Aruna. Duh, Ibu nggak tau deh kalo kamu nggak bantu Ibu gini. Repot, Nak. Kalau lagi musim remed gini, rasanya mending dilolosin KKM aja semuanya. Tapi, kan, namanya juga belajar ya? Ada yang hasilnya memuaskan, ada yang kurang memuaskan?" Wanita berbadan mungil dengan berbalut seragam biru dongker itu berkata sambil menggeleng-gelengkan kepala. Tumpukkan kertas yang sebelumnya diberikan Aruna kepadanya, dia letakkan di atas tumpukkan buku lain di pojok kiri meja.
Aruna sendiri hanya tersenyum menanggapi ocehan guru Biologinya itu. Kalau hanya membantu mengoreksi begini, ia bahkan sudah terbiasa melakukannya sejak masih di bangku SD.
"Oh, iya. Itu temanmu tuh si Guntur kenapa sih, Run? Guru-guru tuh pada curhat ke Ibu. Katanya Guntur nggak ngumpulin tugas, remed saja dia banyak yang belum dikumpul. Ibu bingung deh sama anak itu. Nanti sekalian kamu panggil dia suruh menghadap Ibu gitu, ya. Ibu mau bicara empat mata sama dia." Wanita itu berucap dengan nada cemas sekaligus gusar yang ditutup-tutupi. Jangan tanya bagaimana jadinya, karena yang seperti ini tidak bisa diperjelas dengan kata-kata. Wanita itu menyeruput secangkir kopi sambil mengoreksi tumpukan kertas lain yang ada di hadapannya. Aruna sempat mengintip, agaknya itu adalah kertas remedial milik kelas sepuluh. Omong-omong sekadar informasi, wanita ini adalah wali kelas Aruna.
Sekali lagi, Aruna tersenyum sambil tak lupa menambahkan respons anggukan kepala. Tak beberapa lama setelah itu, ia keluar dari ruangan tersebut dan pergi ke kelas untuk memanggil temannya sesuai amanat dari wali kelasnya. Ia juga bertemu Fattana yang baru tiba di kelas sekitar pukul sepuluh kurang beberapa menit. Baru saja, kejahilan nyaris membangkitkan jiwa yang tertidur dalam dirinya, niatan itu diredam oleh sebuah panggilan dari ponsel Aruna.
Sebelumnya, gadis itu memang sengaja membuat ponselnya dalam modus pesawat untuk menghemat baterai. Namun, begitu ia mengembalikan ke keadaan normal dan menyalakan data koneksi, Aruna sempat dibuat terheran-heran karena ada 21 panggilan tak terjawab dari aplikasi Whatsapp. Baru saja ia ingin melihat siapa yang berusaha menghubunginya, upaya itu terurungkan lagi begitu Aruna menemukan nama ibunya yang muncul menghubungi lewat aplikasi yang sama.
"Assalamu'alaykum. Halo, Bu? Ada apa? Tadi Ibu nelpon, ya? Maaf, Runa lupa tadi hapenya di-airplane mode. Ada apa, Bu?"
Aruna tak begitu menemukan kejanggalan sebelum ia terdiam sejenak, menunggu ibunya menjawab barisan pertanyaannya. Di seberang panggilan sana, Aruna mendengar ada banyak suara orang yang tidak bisa dia pastikan satu per satu saking ributnya dan terlebih suara itu dilontarkan dalam waktu yang bersamaan. Jantungnya berdegup lebih cepat, entah kenapa berbagai firasat buruk berselimpangan begitu saja melanda pikirannya sampai-sampai rasanya ia tak ingin mendengar jawaban dari pertanyaannya. Nyaris sepuluh detik setelah panggilan itu dibiarkan kosong begitu saja tanpa suara selain orang-orang yang ribut sana-sini, akhirnya ada suara yang menyambutnya meski dengan nada bicara yang sama sekali tak ingin Aruna dengar.
KAMU SEDANG MEMBACA
[ON HOLD] Di Balik Kulminasi
General FictionDi balik kulminasi, berarti di balik puncak tertinggi. Jejak Inspirator kembali mengundang seorang penulis, pencipta lagu, pemilik perusahaan penerbitan, dan pendiri sekolah penyandang disabilitas, bernama Aruna Vimala. Masalahnya tidak...