Sisi Tak Terjamah
***
Ini di luar dugaan saya.
Aruna selalu melakukan hal yang di luar ekspektasi.
Awalnya saya pikir, perihal 'buku besar' dan keseluruhan isinya yang maharahasia itu, hanya akan diketahui oleh saya dan tentunya oleh Aruna sendiri. Tadinya. Tadinya, saya pikir akan seperti itu.
Namun, mendengar pernyataan Aruna sebelum segmen selanjutnya dijeda iklan, saya seperti ditampar oleh kesombongan saya sendiri. Memangnya saya siapa? Tahu apa saya soal dia, yang jelas-jelas hanya mendapat sumber dari buku yang ternyata, tidak begitu rahasia?
Saya malu, Tuan-Tuan, Nyonya-Nyonya. Saya seperti ditampar bolak-balik.
"Mas, Rahayu punya buah. Baru beli dari pasar tadi pagi. Mas mau ta' kupasin toh? Apa mau dijus saja?"
Mendengar sebuah suara dengan intonasi yang amat lembut itu, tanpa sadar saya terlonjak karena saking terkejutnya. Oke, Tuhan. Bahkan saya jadi merasa amat bersalah pada istri saya sendiri karena terus memikirkan wanita lain. Meski Sang Mahatahu tentu pasti memahami bahwa yang saya pikirkan itu, jelas bukan sesuatu yang tidak sepantasnya ada dalam otak lelaki beristri, saya tetap merasa tidak enak hati.
"Dikupas aja, Yu. Kamu beli apa emangnya? Apel?"
"Yo. Nje, Mas."
Lalu percakapan kami pun usai bersamaan dengan musik penghantar segmen baru dari talk show itu kembali membuka. Saya mengeraskan suaranya supaya terdengar lebih jelas.
"Tadi kita sudah membahas ... cukup banyak ya, Runa, mengenai kehidupan pribadi Runa." Si pembawa acara tertawa sejenak sambil menggeser posisi duduknya ke kanan. Tablet mini yang ada dalam genggamannya sempat terlirik satu-dua detik.
"Tapi dari semua cerita yang sudah kita bahas, Jejak jadi penasaran tentang pribadi Aruna yang katanya, dulu cukup tertutup dan kurang membuka diri dengan sosial." Ada jeda pendek dalam pembuka kalimat itu. Saya bisa menebak kalau setelahnya, ia akan memancing Aruna agar berbicara soal kehidupan sosial.
"Padahal, bila dilihat-lihat dari Aruna yang sangat filantropis, bukankah jauh sekali dari apa yang dideskripsikan teman-teman SMA Aruna dulu soal pribadi Aruna Vimala? Mengapa Jejak merasa, Aruna ini seperti memiliki ... banyak sekali kejutan ya, Pemirsa. Banyak hal tak terduga, terlalu ... menakjubkan—mungkin? Aruna benar-benar berhasil melompat-lompat dari satu pribadi, ke pribadi yang lain. Dan perkembangan itu selalu saja signifikan. Bisa Aruna ceritakan bagaimana prosesnya sampai bisa menjadi seperti itu?"
Kamera menyorot lagi pada tribune sebelah barat—sepertinya. Dan tampak dengan jelas bahwa tatap mata mereka ikut-ikut haus akan cerita Aruna selanjutnya. Semua penasaran dengan keping-keping kisah selanjutnya yang akan dikisahkan oleh Aruna. Saya sendiri menunggu dengan gelisah. Ideologi saya berkata, bahwa ini tidak cukup baik untuk diceritakan kembali—bukan tidak baik bagi penonton karena ini mengandung unsur yang senonoh atau sejenisnya, saya lebih berpikir bahwa ini tidak cukup baik bagi mental Aruna sendiri.
"Jejak pernah dengar, soal peribahasa, 'Akal tak sekali datang, runding tak sekali tiba'?" Aruna bertanya, tapi seperti tak sungguh-sungguh melakukannya agar mendapat jawaban. "Tidak ada sesuatu yang sekali jadi atau sekaligus menjadi sempurna, segalanya terjadi secara berangsur-angsur, itu dari arti peribahasa yang barusan saya katakan."

KAMU SEDANG MEMBACA
[ON HOLD] Di Balik Kulminasi
Fiksi UmumDi balik kulminasi, berarti di balik puncak tertinggi. Jejak Inspirator kembali mengundang seorang penulis, pencipta lagu, pemilik perusahaan penerbitan, dan pendiri sekolah penyandang disabilitas, bernama Aruna Vimala. Masalahnya tidak...