Menyelami Hidup Aruna Vimala
***
Dua puluh tiga tahun yang akan datang
"Untuk ketiga kalinya, Jejak Inspirator kembali mengundang sosok Aruna Vimala. Yang pertama, 'Menapak Jejak Wanita Hebat'—yang mana Aruna menjadi satu dari tiga bintang tamu pada hari itu. Kedua, 'Kunci Kesuksesan Aruna Vimala'—membahas tentang karir dan kebiasaan positif seorang Aruna Vimala, dan malam ini, kami kembali hadir untuk 'Menyelami Hidup Seorang Aruna Vimala', untuk mengupas lembar demi lembar pada masa lalu seorang Aruna Vimala."
Jejak, wanita berambut sebahu yang menjadi pembawa acara pada talk show tersebut, tersenyum amat lebar menghadap ke kamera. Kepalanya mengangguk seiring lengkung senyum di wajahnya memancar seperti bola lampu. Kedua pergelangan tangannya menyatu, menyesuaikan gaya berdirinya yang tampak begitu anggun.
"Aruna dan gores-gores tangannya yang indah, kita sambut. Aruna Vimala!"
Riuh tepuk tangan menyambut sosok itu dari ujung kanan hingga ujung kiri. Bagaikan rintik hujan yang mengadu dengan genting dan suaranya tidak henti-henti. Air muka narasumber tersebut tampak begitu berseri, menyempurnakan penampilannya yang berbalut gamis panjang dan jilbab berwarna abu-abu. Jemarinya menyambut uluran tangan perempuan di atas panggung yang barusan menyebut namanya sebagai narasumber utama pada acara malam ini.
"Masih tetap berseri meski memasuki usia kepala empat ya, Runa." Sang pembawa acara mengembuskan napas setelah beberapa detik mereka berjabat tangan. Seakan kontak fisik itu telah mengundang aliran energi dan ia merasakan 'ampas' dari dua energi yang saling menyatu. Ia juga menyelingi tawa begitu keduanya duduk di atas sofa. Kamera masih meliput waspada, seakan tak bisa tenang menyorot dua orang di atas panggung.
"Sudah ketiga kalinya ya, Runa kembali ke studio yang sama untuk menjadi narasumber di Jejak Inspirator." Kepala pembawa acara itu mengangguk-angguk selama mengatakan hal tersebut. Senyum di bibirnya tidak pudar barang sedikit. "Bagaimana rasanya, Run? Ada rasa-rasa bosan mungkin ketemu lagi dengan Jejak?" Perempuan itu, yang mengaku bahwa dirinya bernamakan 'Jejak', kembali tertawa. Aruna hanya menyambutnya dengan seulas senyum.
"Jenuh dan rasa senang yang selalu berulang hanya dibatasi oleh selaput amat tipis. Jejak Inspirator kembali membawa saya untuk hadir di tempat yang sama sampai ketiga kalinya," Aruna menjawab, masih dengan lengkungan garis dari bibirnya yang tipis. Seperti ada tawa yang tertahan dalam suaranya ketika menjawab pertanyaan itu, seakan Aruna mengajak para penonton untuk menari-nari dalam gelak yang terselubung.
Lalu mendadak saja suara-suara di ruangan itu menjadi lesap. Kebanyakan pemiliknya berpikir dan mencerna untuk memahami maksud yang dikonotasikan. Beberapa detik setelah keheningan tersebut, ruangan kembali diisi oleh tawa penonton yang terdengar lepas. Agak lambat untuk menyadari bahwa siratan nada serius itu merupakan lelucon yang bernilai eksklusif.
Beda kelas, pikir kebanyakan dari mereka.
"Melihat respons hadirin yang begitu antusias, sangat luar biasa bagi kami bisa kembali membawa Aruna untuk hadir di Jejak Inspirator. Jejak sendiri merasa senang bukan main bisa kembali berbincang, apalagi ketika Jejak mendengar kabar, perihal yayasan yang baru didirikan Aruna untuk para penyandang disabilitas. Bisakah Aruna berbagi kepada pemirsa, bagaimana ide seperti itu bisa muncul bahkan terwujud, di tengah kesibukan Aruna yang bahkan nyaris menyaingi para menteri?"
KAMU SEDANG MEMBACA
[ON HOLD] Di Balik Kulminasi
Ficción GeneralDi balik kulminasi, berarti di balik puncak tertinggi. Jejak Inspirator kembali mengundang seorang penulis, pencipta lagu, pemilik perusahaan penerbitan, dan pendiri sekolah penyandang disabilitas, bernama Aruna Vimala. Masalahnya tidak...