Chapter 12

1.2K 91 0
                                    

Hans pov

Meski gue ulang tahunnya besok, hari Minggu, tapi gue mau rayain malem ini, malem minggu. Tentu cuma sama Victoria.

Gue pilih cafe seafood sebagai tempat pertemuan gue sama Tori, karena makanan kesukaan Tori adalah makanan seafood. Udah lama juga gue ngga jalan bareng dia, apa lagi makan di luar, kalo makan di kantin sekolah bisa setiap hari. Terakhir kali jalan keluar, saat kami ke bioskop.

Entah kenapa hari ini gue rasa seneng banget, mungkin karena ini pertama kalinya gue bisa rayain ulang tahun cuma berdua sama Tori. Dan gue penasaran sama apa yang nanti Tori kasih buat hadiah ulang tahun gue yang ke-18.

Sekarang gue lagi ada di cafe seafood dan pilih tempat duduk didepan stage pertunjukan yang biasa dipakai para musisi yang akan tampil bawain lagu untuk para pelanggan. Karena nantinya gue juga mau kasih dia surprise. Gue yang ulang tahun tapi gue yang ribet sendiri buat kasih kejutan.

"Hans.." seseorang manggil gue dari belakang, yang gue yakin adalah Tori. Siapa lagi kalo bukan dia?

"Hai Tor-" ucapan gue kepotong saat gue sadar, karena yang dateng bukan Tori, melainkan Vellian. Kenapa dia yang dateng? Apa Tori ada urusan mendadak dan gantiin dia dengan Vellian? Tapi kenapa Tori ngga kabarin gue?

"Eh Vellian.." ucap gue kikuk dan disambut senyuman dari Vellian. Dia duduk ditempat yang udah gue siapin untuk Tori, tangannya bawa kantong plastik yang mungkin isinya kado buat gue. Dari bentuk dan bungkusnya aja udah keliatan kalo itu kado.

Memang kursinya ada empat, dan di hadapan gue khusus buat Tori, tapi karena yang dateng bukan Tori, tapi Vellian, alhasil yang duduk disana tentu bukan Tori. Mana mungkin Vellian akan duduk disamping meja sebelah kanan atau kiri, pasti dia akan pilih kursi yang ada dihadapan gue.

"Kenapa bengong?" tanya Vellian yang mampu buat gue sadar.

"Maaf Vel,"

"Apa lo bingung karena yang dateng gue dan bukan Tori?"

Tentu gue bingung dengan hal itu, gue udah siapain semuanya untuk rencana hari ulang tahun gue, tapi justru yang dateng bukan orang yang gue undang untuk kejutan yang bakal gue tunjukin.

Gue anggukin kepala sebagai jawaban atas pertanyaan Vellian barusan.

"Karena saat lo kirim pesan ke Tori, hape dia ada ditangan gue, dan gue yang pertama kali baca pesan itu. Apa gue salah kalo akhirnya gue ngehapus pesan itu dan gue yang dateng ke sini?" perkataan Vellian mampu buat gue shock.

Kenapa dia ngelakuin ini semua? Apa alasannya karena dia cinta sama gue?

"Gu- gue.. suka sama lo Hans.." Vellian tundukin kepalanya, dia ngga berani natap mata gue setelah dia ungkapin perasaannya ke gue.

Dan dia berhasil buat gue shock yang kedua kalianya. Akhirnya dia jujur dan ngomong langsung tentang hatinya ke gue. Gue masih diem, dan entah harus ngomong apa. Apa gue harus bilang kalo gue udah ada cewe lain yang gue suka? Bukannya itu malah bikin dia sakit hati?

"Gue tau kalo lo suka sama Tori, dan gue juga tau Tori juga suka sama lo. Dengan kata lain, kalian sama-sama saling suka. Dan kalian ngga bisa pacaran demi gue," suaranya mulai gemetar. Apa dia nangis? Perlahan dia mulai angkat wajahnya dan sekarang natap gue dengan matanya yang udah merah, dan dia nangis.

Nangis! Sejak kapan gue mulai bisa bikin cewe nangis?

"Vel.." gue usap air matanya yang ngga henti-hentinya turun ke pipinya.

"Lo tau? Saat lo bicarain hubungan kalian di bioskop, gue ada disana, tepat dibelakang bangku kalian!" Vellian teriak ngga peduli sama tatapan orang lain yang mulai tertuju sama kami. Tangisnya mulai pecah, dan apa yang harus gue perbuat?

"Saat lo pergi dan ninggalin gue sendirian di cafe coffe, gue cari temen buat main sama gue hari itu, dan gue akhirnya pergi sama Finny, kita berdua ke bioskop, dan liat kalian berdua yang lagi ngomong soal hubungan kalian,"

"Maaf Vel," cuma itu yang bisa gue ucapin.

➖➖➖➖➖➖➖➖➖➖➖➖

Victoria pov

Gue turun dan mobil Win yang udah terparkir di tempat parkiran mall. Gue masih ngeri sama dia gara-gara percakapan kami saat perjalanan menuju warung beli batu batre, jadi gue langsung jalan cepet ninggalin dia.

"Kak Tori! Tungguin! Udah minta tolong buat caraiin kado, malah ninggal," ucap Win kesal yang mampu bikin gue berhenti jalan karena gemes denger dia panggil gue dengan sebutan 'kak'.

"Cepetan makannya, cowo kok lambat amat!" gue julurin lidah ke dia, emang paling asik itu kalo ledek-ledekan dan iseng-isengan sama tuh anak.

"Iya!" Win mulai dengan ucapannya yang sewot, sambil jalan cepat hampirin gue.

"Lo mau kasih kado apa?" tanyanya.

"Menurut lo?"

Gue dan Win udah sampai di mall dan mata kami saling mencari tempat yang sekirannya cocok untuk dimasuki.

"Tas?"

"Tas Hans masih bagus, apalagi beberap hari yang lalu dia beli tas baru,"

"Baju?"

"Jangan,"

"Jam tangan?"

"Dia ngga suka pake jam tangan,"

"Trus apa?" keliatannya Win udah mulai frustasi karena usulnya ngga ada yang bisa gue terima. Nyatannya Hans emang orang yang ribet untuk dikasih sesuatu, semuanya dia udah punya dan gue harus kasih dia apa?

Saat mata gue lagi cari barang sana-sini, muncul ide, "Gue kasih sepatu aja Win."

Gue dan Win berjalan ke arah toko sepatu yang isinya dominan sepatu cowok. Kelihatan dari warna tokonya yang serba hitam, merah, dan putih, patungnya yang di panjang juga patung cowok. Dari arah jauh aja udah kelihatan kalo sepatunya keren-keren dan jangan-jangan harganya juga keren.

Saat kami berdua udah sampai didalam toko, gue dan Win berpencar sesuai dengan keinginan mata kami masing-masing untuk mendekati sepatu yang mana. Gue tertarik saat liat sepatu convers merah dan keliatan keren.

"Tor!"

"Kak Tori!"

Gue cengengesan sendiri saat Win salah panggil dan akhirnya ngeralat ucapannya. Gue yang lagi sibuk pilih-pilih sepatu, langsung nengok ke arah sumber suara.

"Ada apa Win?"

"Nih, gue ada tiga pilihan," Win jalan mendekat dengan tangannya yang megang tiga macam sepatu warna-warni. Ada yang putih, biru, kombinasi merah dan hitam.

"Gue ngga suka," dari pertama liat aja, gue udah ngga suka sama model dari sepatunya.

"Gue pilih yang ini aja kali ya," gue ambil sepatu dominan hitam dan ada warna putihnya di sebagian kecil sepatu itu. Gue pilih yang dominan hitam supaya Hans bisa pake untuk pergi ke sekolah. Jadi, dia sekolah bisa pake sepatu pemberian gue.

"Kalo akhirnya lo sendiri yang milih, mending gue ngga usah ikut!" Win keliatan badmood. Mukanya sedikit cemberut dan...

Krriiuuukk..

"Iya sorry, itung-itung lo kan temenin gue. Selese gue bayar sepatunya, kita makan dulu deh. Ade-nya laper kan?" ucap gue dengan nada ke ibu-an saat diakhir kalimat. Gue jelas bisa denger suara perut Win yang minta diisi makanan.

Win keliatan semakin badmood. Buktinya dia ngga mau ngomong sama gue bahkan natap gue aja engga. Kanak-kanak banget nih bocah. Mungkin karena dia anak satu-satunya Om Krisna, jadi sering dimanjain.

"Yuk kita makan, gue mau di cafe seafood, udah lama gue ngga makan makanan kesukaan gue,"

TBC
〰〰〰〰〰〰〰〰〰〰〰〰

Apa yang terjadi ntar? Vellian sama Hans lagi disana dan Tori juga mau makan di sana..

Sorry lama update hihi
Vote yuk..

[3] ButterflyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang