Victoria pov
Hari ini, sepulang sekolah gue janji untuk ketemu Irene dirumahnya. Gue ajak si Win untuk anter gue kesana. Dan disinilah gue sekarang, kantin sekolah. Ada Win dihadapan gue yang lagi makan nasi goreng sama telur. Makannya lahap persis orang belum makan dari pagi.
"Lo belum sarapan Win? Ko makannya lahap banget kaya gitu?" tanya gue sambil ngiket rambut panjang gue. Sore ini panas banget dan matahari masih terang benderang kayak siang. Gerah.
"Engga, gue udah sarapan. Tapi waktu istirahat gue ngga makan. Karena dompet gue ketinggalan.." jawab Win setelah selesai ngunyah makanan yang ada dimulutnya.
Bentar..
Dia ngga bawa dompet? Trus sekarang dia lagi makan di kantin sekolah gue. Dia bayar pake apa? Jangan-jangan..
"Jadi yang bayar makanan ini gue?"
"Iyalah! Siapa lagi? Bayarin dulu, besok gue kembaliin uangnya. Kalo boleh si gue ngga usah repot-repot balikin uangnya," ucap Win sambil senyum. Mampus, dia kalo senyum manis juga, tambah cakep nih bocah. Senyuman Win bikin gue tunduk. Oke, kali ini gue kalah. Dia hari ini keliatan cakep dan imut. Tingkahnya emang nyebelin tapi ngga kasar kayak biasanya.
"Yaudah gue bayarin. Tapi cepetan makannya. Selesai lo makan, anterin gue ke rumah Irene,"
"Iya!"
"Win, gue kasih tau, Irene itu seumuran sama lo, dia orangnya baik trus cantik. Tapi lo ngga boleh naksir sama dia!"
"Kenapa?" Win tiba-tiba berhenti makan. Nih anak kayaknya lagi cari calon pacar baru. Denger soal cewe cantik trus baik aja langsung berhenti makan padahal lagi kelaperan gitu.
"Dia ngga boleh dapet pacar nyebelin kayak lo!"
"Enak aja. Gue baik Tor.." ucap Win santai yang bikin gue naik darah. Enak banget hidupnya manggil gue yang lebih tua tanpa sebutan 'kak'. Anjir nih anak. Innocence banget ya. Ngga ngerasa bersalah malah lanjut makan.
"Win, harus berapa kali gue ingetin lo untuk manggil gue peke 'kak'? Susah ya? Sopan dikit dong!" kesel gue sama nih anak.
"Trus temen lo yang namanya Irene itu manggil lo pake 'kak'?" wah wah wah. Nih anak bisa aja bikin gue kehabisan kata-kata. Irene sahabat gue, jadi ngga perlu pake sebutan begituan biar lebih enak dan nyaman.
"Terserah lo deh!" gue pasrah sama dia. Hari ini gue kalah.
➖➖➖➖➖➖➖➖➖➖➖➖
"Menurut gue si lo ngomong baik-baik sama mereka. Bikin perjanjian, di antara kalian bertiga ngga boleh ada hubungan spesial atau semacamnya. Cukup sahabatan aja. Pokoknya lo harus buang jauh-jauh rasa cinta lo ke Hans. Inget Tor, cowok di dunia ini banyak! Gue kasih saran gini supaya hubungan persahabatan kalian ngga pecah dengan mudahnya karena alasan puber kalian," ini nih yang gue suka dari Irene. To the point. Gue curhat dari awal mula sampai akhir, dia langsung kasih saran yang bener dan yang terbaik. It's okey, ini keputusan yang baik dan menyakitkan. Tapi bener juga apa yang dibilang sama Irene. Sahabat ya sahabat, kalo pacar, diluar sana masih banyak cowo yang mungkin sama baiknya atau malah lebih baik dari Hans.
"Thanks banget buat sarannya rin. Gue pusing banget gara-gara nih masalah. Sampai gue harus marahan sama si Vellian, trus rebutan Hans segala. Kan lucu."
"Iya, Tor. Lagian cowo kan banyak. Contohnya tuh cowo disebelah lo. Kalian diliat-liat cocok kok, sama-sama jutek," Irene ketawa ngeledek.
Wait, gue sama Win? Astaga. Bisa-bisa bumi belah jadi dua kalo gue pacaran sama Win. Temenan aja kalo ketemu isinya bukan ngobrol baik-baik tapi malah teriak-teriak, gimana mau pacaran?
Win yang semula lagi main Ipad-nya langsung noleh ke arah Irene dan gue secara bergantian karena merasa dirinya jadi bahan obrolan.
"Kenapa lo ngga pacaran sama Win aja?" tanya Irene yang bikin gue greget.
"Dia itu adik kecil gue yang imut, nggemesin, dan nyebelin rin," gue cubit kedua pipi Win gemes dilanjut usap kepalanya. Seolah di hadapan gue saat ini adalah anak kecil yang super lucu dan nggemesin.
Author pov
Jantung Win berhenti berdetak setelah apa yang dilakukan Tori terhadapnya. Tidak menyangka jika perempuan dihadapannya akan melakukan hal seperti itu. Terlihat sepele memang, karena Tori menganggap Win sebagai adiknya. Tapi tidak bagi Win yang wajahnya sudah disentuh oleh tangan Tori yang lembut. Itu menimbulkan efek lain yang sedikit sensitif. Wajah Win menjadi sedikit memerah, bukan akibat dari cubitan Tori, melainkan dirinya sedikit blushing.
Win berusaha sadar. Ia memandang Tori sejenak yang masih mengobrol asik dengan temannya, Irene.
Ia bertanya pada dirinya sendiri, saat ini ia menganggap Tori sebagai apa? Teman? Kakak? Atau malah sebagai seorang perempuan? Entahlah. Win merasa bahwa hal tersebut tidak perlu ia pikirkan.
➖➖➖➖➖➖➖➖➖➖➖➖
Setelah lama mengobrol hingga mereka menikmati makanan ringan yang telah disediakan oleh Irene sampai habis, Win meminta Tori untuk pulang. Matahari mulai turun, sebentar lagi bulan akan muncul, sedangkan mereka belum membersihkan diri sejak sepulang sekolah, selain itu mereka berdua juga sudah beberapa jam singgah di rumah Irene, jadi mereka harus segera pulang.
Sebelum Tori memasuki mobil merah milik Win, ia melambaikan tangan kepada Irene sembari tersenyum ke arah sahabat karibnya tersebut.
"Tor, mampir jemput om gue bentar," ucap Win setelah Tori berhasil menutup pintu mobil.
"Oke. Lo mau jemput dia dimana?"
"Di tempat les vokal," Win menyalakan mesin mobilnya, kemudian dengan perlahan mobil melaju dengan kecepatan sedang.
"Les vokal?" Mendengar Win mengucapkan tentang 'les vokal', Tori jadi teringat sahabatnya, Wendy. Ia adalah seorang siswi pandai bernyanyi disekolahnya, hingga beberapa kejuaraan sudah ia raih sejak masih kecil.
"Iya. Dia seumuran sama lo dan dia itu adik papah gue yang tinggal sama keluarga gue. Karena eyang gue udah meninggal semua, jadi yang ngurus dia itu papa,"
Tori menganggukan kepalanya mengerti. Ia kemudian fokus dengan Iphone-nya. Membuka beberapa sosmed yang dimilikinya. Tidak ada keributan seperti biasannya, seperti sudah kehabisan topik masalah yang harus mereka ributkan sampai-sampai suasana di mobil saat ini sangat hening.
Setelah sekitar lima belas menit berada diperjalanan, mereka sampai di tempat les vokal untuk menjemput adik dari papah Win.
Win memarkirkan mobilnya di tempat parkir, yaitu halaman gedung Melody Leasson, nama dari lembaga kursus bernyanyi, kemudian ia melompat turun dari mobilnya. Tori yang sadar jika sudah sampai, ikut keluar dari mobil agar terlihat lebih sopan dari pada harus tetap tinggal di mobil Win.
"TORI!!" teriak seseorang dari kejauhan. Lebih tepatnya dari arah gedung tempat saudara Win les vokal. Rupanya ada Wendy disana. Ia sedang duduk di teras gedung bersama seorang laki-laki sebaya yang terlihat cukup tampan.
Tori berlari menghampiri temannya tersebut dengan senang hingga menyalip Win yang sedang berjalan sama arahnya menuju gedung.
"Lo ngapain Tor kesini? Mau jemput gue?" tanya Wendy yang sebenarnya hanya bercanda. Kemudian Wendy beranjak dari duduknya untuk bisa lebih mudah mengobrol dengan teman satu sekolahnya itu.
"Gue nemenin Win jemput Om-nya,"
"Win, lo belum pulang kerumah? Ko masih pake seragam sekolah?" tanya seorang laki-laki yang duduk disamping kanan Wendy. Dia adalah Hico, adik dari Om Krisna, papah Win.
"Iya Co, tadi gue nemenin dia pergi. Nih kenalin, temen gue, namannya Tori. Tor, ini Hico, om gue," Win memperkenalkan Tori kepada Hico dan sebaliknya. Tori dan Hico saling melontarkan senyuman sambil berjabat tangan.
"Kalian saling kenal?" Tori memandang Wendy dan Hico secara bergantian. Wendy dan Hico hanya menganggukan kepala sambil tersenyum sebagai jawaban atas pertanyaan Tori barusan.
"Jelas mereka saling kenal Tor, mereka itu pacaran," ucap Win yang membuat Tori terkejut karena sahabatnya tidak memberitahukan hubungan cintanya.
TBC

KAMU SEDANG MEMBACA
[3] Butterfly
Teen FictionKupu-kupu adalah mahluk yang rapuh namun sulit digapai. Sama seperti dia.