Author pov
Suasana yang bisa dikatakan canggung. Tidak ada yang bisa memulai pembicaraan diantara dua manusia lawan jenis tersebut. Mereka sebenarnya ingin bisa mengobrol ringan layaknya saat mereka masih kecil dulu. Tetapi masa pubertas mereka yang membuat suasan canggung muncul diantara mereka berdua yang berstatus 'sahabat'.
Kini Vellian berusaha mengawali pembicaraan untuk mencairkan suasana, "Lo udah makan siang? Mumpung lagi di cafe nih, masa kita ngga pesen apa-apa, hehe..".
"Ah iya hampir lupa kalo kita lagi di cafe, gue udah makan di rumah, dan kebetulan gue juga ngga haus. Lo aja yang pesen vel," jawab Hans disusul dengan senyum manisnya yang membuat dirinya semakin tampan. Ia tidak tau bahwa gadis yang saat ini melihat senyumnya sedang menahan rasa gugup yang luar biasa. Jantung Vellian tentu berdetak lebih cepat dari biasanya karena dihadapannya duduklah laki-laki yang sudah ia cintai beberapa bulan ini.
"Emm.. gue juga ngga laper dan ngga haus,"
Suasana kembali hening, mereka bingung ingin membicarakan apa. Seolah topik mereka habis dimakan waktu. Hans mengambil Iphone miliknya dari dalam saku celana bagian kanan, kedua jari jempolnya mulai menari cepat di atas layar tersebut. Dirinya sedang bermain sebuah permainan yang terinstal di Iphone-nya.
"Hans?" kini Vellian kembali memulai pembicaraan. Tetapi suaranya pelan dan terdengar ragu-ragu. Hans yang merasa terpanggil, langsung meng-pouse permainannya dan beralih menatap wajah Vellian.
"Hmm?"
"Lo tau ngga? Temen-temen gue hampir semuanya kagum sama lo, dan mungkin ngga cuma temen-temen gue, tapi hampir semua cewe yang liat lo, pasti langsung tertarik. Apa lo ngga ada niat untuk pacaran? Lo kan cakep, pinter, baik, keren, dan lain-lain deh pokoknya. Bisa dibilang, emmm perfect.. " kini matanya memandang lekat wajah Hans, ingin mendengar jawaban dari laki-laki dihadapannya saat ini.
Hans justru bingung ingin menjawab apa. Apa ia harus berkata jujur dengan menjawab bahwa dirinya sedang menyukai seseorang jadi ia memutuskan untuk tidak pacaran kepada mereka yang kagum terhadap dirinya, atau ia harus berbohong dengan berkata bahwa dirinya tidak memikirkan soal pacaran. Pada kenyataanya, dirinya sangat menginginkan Victoria untuk menjadi pacarnya, tetapi ada beberapa hal yang menghambat hubungan manis mereka, dan rela menjalani hubungan dengan status 'sahabat'.
"Eh Vellian?"
Suara Ay memecah pembicaraan antara Hans dan Vellian. Hans bersyukur bahwa Ay datang di saat yang tepat, ia tidak perlu menjawab perkataan Vellian barusan. Tetapi tidak bagi Vellian, ia merasa terganggu dengan kehadiran Ay, tetapi ia harus tetap bersikap ramah kepada menejer kembarannya.
"Eh kak Ay? Lagi nyantai nih?" ucap Vellian dengan dihiasi senyumannya yang sebisa mungkin terlihat baik.
"Iya nih hehe, barusan pesen minuman, eh liat ada kamu, mampir deh,"
"Ini siapa?" lanjut Ay saat pandangannya beralih ke Hans.
"Ini Hans, temenku juga temen Tori," jawab Vellian.
"Ohh.. aku kira dia pacar kamu vel.."
➖➖➖➖➖➖➖➖➖➖➖➖
Setelah Victoria menunggu dua hari tidak hadir ke sekolah untuk izin tidak mengikuti jam pelajaran karena dirinya sibuk dengan pekerjaannya sebagai aktris, akhirnya hari yang ia tunggu datang.
Semua siswa-siswi yang sedang menikmati makanannya di kantin tidak bisa melepaskan pandangannya dari seorang laki-laki yang terlihat asing bagi mereka. Ya, karena mereka memang baru kali ini melihat laki-laki yang sedang menyeruput jus alpukat dengan santai tersebut. Seolah dirinya sedang berada di cafe atau berada di rumahnya sendiri. Dirinya tidak sadar menjadi bahan tontonan karena matanya sibuk menyapu setiap sudut sekolahan untuk mencari sosok yang ia cari.
"Ngapain tuh bocah?" Tori yang baru sampai di kantin langsung melihat apa yang menjadi bahan tontonan teman-temannya.
Dengan langkah yang cepat, Tori menghampiri laki-laki tersebut.
"Ngapain lo ke sini?" nada bicara Tori sedikit kesal, karena ingatannya tentang laki-laki yang dihadapannya adalah peristiwa buruk.
"Jemput lo lah, biar lo ngga kabur-kabur lagi,"
"Siapa nama lo?" Tori baru ingat, bahwa mereka belum saling mengenal. Kini Tori dengan terpaksa duduk berhadapan dengan anak dari sutradaranya yang sudah sering mengomeli dirinya.
"Win," jawab singkat dari laki-laki yang ternyata bernama Win.
Otak Tori justru berfikir buruk. Mendengar nama dari manusia yang berada di hadapannya, mengingatkan dirinya tentang minuman beralkohol.
"Wine?"
"WIN!!" kini Win tidak tanggung-tanggung untuk berteriak. Membuat seisi kantin langsung heran melihat tingkah Win dan tentu juga Tori.
"Ngga usaha teriak-teriak kali!" Tori berjalan meninggalkan Win sendirian, dirinya hendak melangkah untuk pergi memesan makanan karena perutnya sudah minta diisi.
Tetapi langkahnya berhenti kemudian ia berbalik badan dan kembali menghampiri Win. Ia belum selesai bertanya rupanya.
"Lo kelas berapa?"
"Sebelas," jawab Win singkat tanpa mengalihkan pandangannya dari tablet yang ia mainkan.
Sebuah seringai muncul dari wajah Tori. Dirinya merasa puas bahwa ternyata Win lebih muda darinya.
"Panggil gue Kak Tori, ngerti?"
Win dengan enaknya menggelengkan kepalanya. Ia ingin meledeki Tori. Tujuannya satu, agar dia tidak sendirian di kantin.
"Lo itu harus sopan sama yang lebih tua! Lagian ngapain si mau-maunya jemput gue,"
"Biar dapet uang jajan lebih dari papah,"
"Ooh, jadi lo di bayar untuk jemput gue?"
"Iya, emang kenapa?" sekarang Win tidak lagi menatap layar tabletnya, melainkan memberikan tatapan tajam kepada Tori.
"Ngga papa! Gue pulang sekolah jam tiga! Tunggu disini 2 jam lagi!" bentak Tori yang dirinya sudah sangat terlihat kesal dengan sikap Win yang menurutnya menyebalkan tersebut.
"Iya gue tau," Win hanya membalsnya dengan santai. Itu membuat Tori semakin kesal, dirinya merasa di remehkan oleh bocah yang lebih muda darinya.
TBC
〰〰〰〰〰〰〰〰〰〰〰〰Suka sama Hans atau Win nih? Hehe.. jangan lupa vote ya.
Mau di kasih foto siapa di part selanjutnya?

KAMU SEDANG MEMBACA
[3] Butterfly
Teen FictionKupu-kupu adalah mahluk yang rapuh namun sulit digapai. Sama seperti dia.