Chapter 19

1.1K 77 0
                                    

Perlahan jemarinya mulai bergerak dan kelopak matanya seperti ingin membuka. Setelah tidak sadar seharian, Tori akhirnya sadar dari pingsannya sejak kecelakan yang membuat darahnya terbuang banyak sehingga ia harus menerima donor darah.

Sekarang pukul empat subuh. Tori yang baru sadar, masih melihat-lihat ruangan karena asing, dan berujung kepada selang infus yang menyambung pada tangan kirinya. Sedangkan tangan kanannya terasa hangat, ia menoleh dan mendapati Hans yang sedang tertidur dalam posisi duduk sambil menggenggam tangannya. Hans tertidur pulas, sepertinya ia kecapaian.

Kini Tori sadar bahwa dirinya sedang berada di rumah sakit dan ia teringat dengan kejadian kemarin sore. Ia mengalami kecelakaan dengan sebuah mobil menabraknya hingga tidak sadarkan diri. Tori kembali melihat-lihat setiap sudut ruangan. Rupanya ada papahnya yang sedang tidur di sofa. Ia mencari sosok mamahnya dan saudara kembarnya, tetapi nihil. Keduanya tidak ada di ruangan tersebut.

"Ahh pusing.." keluh Tori. Nyatanya ia terlalu banyak berfikir setelah baru saja siuman.

Hans menggeliat. Ia mendengar Tori berbicara, karena ia hanya setengah tertidur. Hans selalu mengawasi Tori setiap jamnya. Jadi ia tidak benar-benar tertidur pulas.

"Lo udah sadar Tor? Apa yang lo rasain sekarang?"

"Udah Hans, gue ngga kenapa-napa, tapi gue sedikit ngerasa pusing, mungkin gue butuh istirahat."

Hans berjalan menuju meja berukuran kecil di dekat ranjang. Ia mengambil gelas berisi air putih dan memberikannya kepada Tori yang sebelumnya ia suruh untuk duduk agar Tori tidak tersedak saat minum. Setelah minum, perut Tori seperti bangun dari tidurnya, ia mulai merasa lapar.

"Ini ada makanan, tapi makanan sejak semalem. Gue yakin masih enak dan belum basi, masakan rumah sakit kan sehat."

"Ngga papa deh, yang penting makan. Gue laper banget Hans."

Hans mengambil nampan berisi nasi, semangkuk sayur dan lauk, serta buah pisang sebagai makanan penutup. Hans menyiapkan makanan untuk Tori dan menyuapinya. Dalam situasi seperti ini, mereka seperti lupa dengan masalah mereka.

Tori makan dengan lahapnya hingga tidak ada yang tersisa. Ia benar-benar lapar, dan untungnya ia masih memiliki nafsu makan. Tori mengakhiri makannya dengan meminum segelas air putih. Setelah selesai, Tori masih mempertahankan posisi duduknya. Sepertinya tubuhnya lelah berbaring terus sejak kemarin sore.

"Hans, ceritain kejadian kemarin dong. Ko gue masih hidup?"

"Hush! Jangan ngomong gitu tor, harusnya lo bersyukur di kasih umur panjang."

"Iya iya.."

"Lo kemarin ketabrak mobil trus mental ke aspal. Darah lo keluar banyak banget sampai butuh donor darah. Untungnya ada Win, dia yang donorin darah."

Tori sempat terkejut ketika Hans menyebut nama Win. Tapi kemudian ia tersenyum, adik kecilnya memang baik, hanya saja ia tidak bisa berkata sopan atau halus.

"Victoria?" laki-laki bernama Hans itu memanggil nama Tori dengan lembut. Tidak biasanya Hans memanggil Tori dengan nama lengkap, sepertinya ia ingin mengatakan sesuatu yang menurutnya penting.

"Hmmm,"

"Lo itu persis kupu-kupu. Cantik, tapi sayang, di sisi lain sebenernya lo itu rapuh. Karena lo cantik dan rapuh, makannya gue akan selalu ada di samping lo untuk jagain lo," ucap Hans disusul dengan wajah kesal Tori.

"Gue cantik dan kuat. Jangan sama-samain gue sama kupu-kupu!"

Keadaan hening. Tidak ada yang ingin memulai pembicaraan. Tori yang sedang kesal dan Hans yang merasa bersalah telah mengatakan sesuatu yang salah kepada Tori. Tori kembali memposisikan tubuhnya berbaring di ranjang tidur. Ia malas berdebat dengan Hans yang menurutnya mulai menyebalkan. Ia menganggap Hans terlalu egois.

"Gue harap lo ngga ada di hadapan gue saat gue bangun. Dan untuk besok samapi besok besok besok besoknya lagi, lo ngga usah ke sini."

Hans mendengus kesal, ia merasa permasalahan mereka belum selesai sehingga ia ingin menyelesaikannya dengan baik-baik, bukan berujung pada permusuhan. Tapi ia tidak mengerti dirinya yang selalu membuat Tori kesal, atau malah Tori yang terlalu berlebihan? Hans akhirnya memutuskan untuk meninggalkan rumah sakit sekarang juga. Agar masalah tidak bertambah rumit. Ia akan mengambil waktu untuk berbicara dengan Tori ketika dia sudah bisa keluar dari rumah sakit.

➖➖➖➖➖➖➖➖➖➖➖➖

Yang Tori lakukan hanyalah menonton televisi dengan pandangan kosong. Pikirannya jauh entah kemana. Melayang memikirkan banyak hal. Sekarang ia sedang sendirian, barusan papahnya pulang karena ingin mengambil beberapa barang. Ia juga akan menutup restorannya sementara sampai Tori bisa di percaya melakukan aktivitas dengan mandiri. Berhubung tidak ada yang bisa merawat Tori, jadi papahnyalah yang turun tangan. Karena mamahnya sibuk dengan pekerjaannya sebagai aktris yang jadwalnya tidak bisa di tunda dan Vellian yang harus sekolah.

Pukul setengah empat sore. Itu berarti Tori sudah menunggu enam jam, tetapi papahnya belum juga datang.

Tok tok tok

"Akhirnya dateng juga," gumam Tori dengan suara lirih.

Seseorang masuk dengan pakaian seragam sekolah dengan tas ransel berwarna hitam dipundaknya serta tangannya yang membawa sekantung buah-buahan segar.

"Win??" Tori terlihat senang ketika tahu siapa yang datang.

Win berjalan mendekati meja, ia menaruh kantung plastik berisi buah-buahan disana. Kemudian ia duduk disamping ranjang dengan wajah tanpa ekspresinya yang sudah biasa Tori lihat tetapi justru ia bertambah tampan.

"Makasih udah jenguk gue. OH IYA!! Makasih banyak udah selamatin hidup gue, karena lo udah donorin darah buat gue."

"Iya. Tapi Hans lebih berperan, dia yang bawa lo ke rumah sakit."

Wajah Tori yang sedang berbinar langsung menuyusut ketika mendengar nama Hans. Saat ini ia sedang tidak ingin mengingat nama itu dan tidak ingin membicarakannya.

"Lagi ngga akur?"

Tori menganggukan kepalanya.

"Win, temenin gue sampai papah gue dateng ya? Lagian besok kan lo libur."

"Iya. Tapi senin ada ujian akhir semester satu."

"Berarti gue ikut susulan dong. Akhh sial banget! Lagian gue ngga minta lo dateng ke sini setiap hari kok."

Win berjalan meninggalkan Tori menuju kamar mandi yang berada di sudut ruangan. Ia tidak menutup pintunya, karena ia hanya mencuci tangan. Sekembalinya ia langsung mengambil buah apel dari dalam kantung plastik yang ia beli sebelum ke rumah sakit.

Yang membuat Tori tercengang adalah Win memakan buah tersebut yang ia kira akan diberikan kepada dirinya.

"Gue kira buat gue, malah dimakan sendiri."

"Gue laper. Kalo lo mau ambil aja." Win tidak mengerti Tori. Ia terlalu kaku sebagai seorang laki-laki, tidak ada kata romantis dalam kamusnya. Yang Tori inginkan saat ini adalah di manja dengan menganggap Tori sebagai seorang putri yang harus di bantu dalam hal sekecil apapun seperti mengambil buah dari dalam kantung kemudian di suapi.

"Win..." rengek Tori.

"Iya gue ngerti."

Win melaksakan apa yang diinginkan oleh Tori tanpa harus diberitahu ia harus melakukan apa. Win tidak hanya mengambilkan buahnya, tetapi ia juga memotong apel tersebut menjadi bagian yang kecil agar mudah dimakan, selain itu Win menyuapi Tori.

Tori tersenyum senang sampai rasanya ia ingin terus berada di rumah sakit agar mendapatkan perlakukan istimewa dari banyak orang terutama Win dan keluarganya.

TBC

[3] ButterflyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang