Chapter 5

1.9K 121 0
                                    

Sekarang Win sedang sibuk dengan mobilnya yang sedang ia kendarai untuk sampai dilokasi syuting tempat papahnya bekerja, disampingnya duduklah perempuan berambut panjang gelombang dengan wajah cantiknya.

"Lo ngga sekolah atau pulang gasik?" tanya Tori yang sebenarnya dia tidak ingin menanyakan hal yang menurutnya tidak penting itu, tetapi ia lebih memilih berbicara dari pada saling diam dengan suasana sedikit canggung.

"Lo ngga liat gue pake seragam sekolah? Sekolah gue pulang gasik!" Win menjawab dengan nada sewot seperti yang biasa ia lakukan kepada Tori.

Kali ini Tori lebih memilih diam dari pada harus bertengkar di dalam mobil. Karena dirinya merasa bahwa Win bukan orang yang cocok untuk ia ajak mengobrol, mengingat perkatannya yang kasar sehingga membuat Tori kesal.

Tori memutuskan untuk mendengarkan musik lewat headset-nya dan bernyanyi pelan sambil menunggu perjalannya sampai ditujuan.

Awalnya Win hanya diam karena ia fokus dengan mobil yang sedang ia kendarai di tengah jalan yang terbilang cukup ramai dan terkadang macet untuk waktu yang untungnya tidak lama, dirinya memang tidak terganggu dengan suara Tori yang sedang menyanyi, apalagi suara Tori tidak buruk dan dapat dikatakan enak untuk didengar. Tetapi Win memiliki gengsi yang tinggi, jadi ia pura-pura terganggu dan mulai mengoceh.

"Bisa diem ngga? Lagi panas-panas, macet, ditambah lo nyanyi, gue pusing tau!" ucap Win yang langsung diberi tatapan heran dari Tori.

"Dasar bocah!" ejek Tori. Ia langsung mendapat tatapan sinis dari Win.

Dalam hati Win merasa puas membuat Tori kesal karena dirinya. Mungkin membuat Tori kesal merupakan hobi baru Win, karena ia terlihat senang melihat perempuan itu selalu mengomel dan memberikan tatapan tajam kepada dirinya.

Akhirnya keduanya telah sampai di lokasi syuting, tepatnya ada di sebuah rumah besar bertingkat yang mewah. Mereka akan mengambil latar tempat disana. Win yang tadinya akan segera pulang untuk bersantai, kini ia diam tanpa melakukan apapun, karena ia baru diomeli oleh papahnya, Win diperintah untuk terus mengawasi Tori, takut jika pemeran utama dalam filmnya akan kabur lagi seperti kejadian empat hari yang lalu.

Alhasil Win terus mencibir tidak jelas di dekat Tori, Tori yang sedang menghafalkan naskah skenario kemudian menghela nafas panjang, Win membuat dirinya terganggu, ia terlalu berisik.

"Bisa diem ngga? Gue lagi sibuk hafalin dialog nih!"

"IYA!!" tidak kalah sewot dengan ucapan Tori barusan, Win justru bisa berteriak untuk sekedar menjawab perkataan Tori.

Selang waktu tiga jam, Win duduk sambil bermain permainan yang terisntal di tabletnya, Tori yang sudah selesai melakukan adegannya kemudian menghadiri Win.

"Makan yuk, gue laper nih, lo juga kan?"

Win tidak merespon ucapan Tori.

"Ih dasar!"

Tori dengan kesal duduk dengan kasar disamping Win.

"Victoria??" sapa seorang laki-laki yang membuat Tori sedikit terkejut dengan kehadiran Hans dengan di tangannya yang membawa sebuah plastik berisikan sesuatu yang mungkin makanan. Dari baunya saja sudah menggugah selera.

"Hans?? Kok lo tau gue ada disini?"

"Tau dong, gue tanya sama Kak Ay. Nih gue bawa makanan buat lo,"

Mata Tori semakin berbinar ketika dugannya benar bahwa Hans memang membawakannya makanan. Tanpa menunggu lama, Tori dengan cepat langsung bersiap untuk melahap makanan yang sekarang sudah berada di hadapannya.

"Gue Hans, nama lo siapa?" Hans yang kini sudah duduk di hadapan Tori mengulurkan tangannya untuk berjabat tangan dengan Win.

"Win," sejenak Win meng-pouse permainnanya untuk membalas jabat tangan Hans, setelah itu ia kembali dengan tablet hitam kesayangannya.

"Nih buat lo," jatah makan Hans, ia berikan kepada Win. Ia lebih memilih rela kelaparan dari pada melihat orang yang ada dihadapannya melihat dirinya makan enak bersama Tori.

Win mengacuhkan tawaran Hans.

"Tuh makan, udah di kasih jangan nolak," ucap Tori lembut.

Tanpa butuh waktu yang lama, ia memasukan tabletnya ke dalam tas hitamnya, kemudian membuka makanan yang diberikan Hans. Ia makan dengan lahap layaknya anak kecil yang sedang kelaparan. Dan nyatanya dia memang sedang kelaparan, tetapi karena sifat gengsinya tinggi, ia lebih memilih menunggu disuruh makan terlebih dahulu dari pada langsung memakan makanan di hadapannya. Apalagi makanan tersebut adalah pemberian orang yang baru saja ia kenal.

"Dihabisin ya de.." Tori dengan iseng mengusap rambut Win dengan lembut, ia seperti sedang menghadapi anak kecil yang sudah tidak makan sejak pagi.

"Awas ah.." Win menghempaskan tangan Tori kasar.

Tori menunjukan wajah kesalnya, bocah itu memang kasar dan tidak sopan.

"Rambut lo lembut ya Win,"

"Hmm.. wangi juga," lanjut Tori ketika ia mencium telapak tangannya bekas mengusap rambut Win.

"Coba yang ini," lagi-lagi Tori yang sedang bosan, iseng untuk mencoba mengusap rambut Hans seperti yang ia lakukan kepada Win.

"Eh.." dengan cepat, Hans nenghindar.

"Kenapa? Malu ya karena rambut lo kasar dan bau?" ledek Tori.

"Enak aja, gue cuma ngga mau rambut gue berantakan, ntar gue ngga keren lagi,"

Tori tetap mencoba mengusap rambut Hans, tetapi Hans selalu menghindar, dan mulailah aksi kejar-kejaran. Win melihat mereka berdua sekilas, kemudian menggelengkan kepalanya. Ia terlalu lapar, sehingga ia mengacuhkan segala aktivitas yang terjadi disekelilingnya. Yang ia lakukan sekarang adalah menghabiskan makannya sampai ia merasa kenyang dan puas.

TBC
〰〰〰〰〰〰〰〰〰〰〰〰

Vote yaa. Komen juga dibutuhkan.

[3] ButterflyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang