Chapter 23

1.2K 76 4
                                    

Author pov

Ia menangis sejadi-jadinya, menghiraukan segala ucapan orang lain yang menyuruhnya agar sabar, tabah, dan ikhlas, serta menerima kenyataan yang ada walaupun pahit. Keadaannya saat ini memang sangatlah sulit, saat ini keluarga satu-satunya hanyalah mamahnya yang kini sudah tidak bernyawa lagi. Papah tirinya mulai besok akan tidur di dalam jeruji penjara karena telah membunuh istrinya tersebut.

Anak malang itu memandang mamahnya yang sudah tidak bernyawa tersebut dengan nanar. Sekarang ia hidup sendirian, walaupun ia mapan dengan pekerjaannya serta kebutuhannya bisa tercukupi dengan sangat baik, tetapi ia tetap merasakan penderitaan. Sendiri adalah hal yang paling menakutkan bagi dirinya.

Hari sudah larut, sepulang dari pemakaman, perempuan dengan wajah cantiknya yang tertutup oleh kesedihan itu masih saja melamunkan penderitannya. Butuh waktu yang agak lama untuk mengembalikan suasana hati yang seperti dulu, tenang dan bahagia.

Seseorang datang dengan membawa seikat bunga di tangannya. Ia mendekati perempuan itu dengan hati yang ikut merasakan kesedihan. Perempuan yang ia cintai itu tentu dapat menularkan kesedihannya. Ia menepuk pundak perempuan tersebut, kemudian dia menoleh. Keduanya saling bertukar senyuman dan selanjutnya tangisan perempuam itu pecah dengan mengharap pria itu memeluknya erat memberikan kehangatan dan keringanan.

"Jangan sedih lagi, kamu itu ngga sendirian, ada aku disini."

"Hiks.. hiks.. kamu harus janji, jangan sampai tinggalin aku. Cuma kamu yang bisa aku percaya."

"Aku janji. Setelah aku terima gaji pertama aku jadi dokter, aku lamar kamu. Kita akan menikah bulan depan."

Perempuan tersebut tersenyum lega mendengar pria itu berjanji kepadanya untuk selalu di sisinya. Mereka berpelukan dengan erat, melepaskan rasa sedih bercampur senang yang sedang mereka alami saat ini.

"CUT!!"

Prok.. prok.. prok..
Prok.. prok.. prok..

"Syuting hari ini selesai, besok kita lanjut adegan flashback masa kecil pemeran utama dan pasangannya. Jadi Victoria dan Erlana sudah bebas dari jadwal syuting. Selamat!!" sang Sutradara bertepuk tangan disusul oleh para crew.

"Terima kasih om," ucap Erlana sambil tersenyum. Tori yang terlihat kelelahan hanya diam dengan ekspresi wajahnya yang mengantuk.

"Kalian sudah bekerja keras dan melakukan yang terbaik. Sekarang silahkan kalian tidur sampai puas." Semuanya tertawa mendengar ucapan sang editor, kecuali Tori.

Victoria pov

Hhhh.. akhirnya selesai juga. Mata gue perih adegan nangis melulu, badan pegel, cape, ngantuk berat, dan laper. Lengkap sudah penderitaan gue. Untung syuting hari ini lebih cepet dari yang gue kira, jadi gue bisa pulang lebih cepet dan bisa tidur lebih gasik.

Karena besok gue ada jadwal pemotretan majalah, siangnya gue nge-MC acara music, malemnya gue jadi bintang tamu acara talkshow. Super sibuk sampai udah lebih dari tiga minggu ini gue ngga pernah pergi refreshing atau sekedar shoping sama mamah atau sama temen-temen. Yang ada setiap hari, dari pagi sampai pagi lagi ketemunya kamera mulu. Bahkan tugas kuliah gue yang ngerjain Vellian hahaha. Beruntung gue punya saudara kembar yang punya otak encer dan pengertian.

Setelah setahun lulus dari SMA, jadwal gue semakin padet, job semakain rame, banyak undangan sana-sini, dan kuliah gue jarang ke urus. Badan juga makin kurus, tapi orang-orang bilang badan gue itu langsing. Langsing dari mana? Yang ada daging gue tinggal sedikit kemakan cape, sisa tulang doang.

"Mau makan dulu atau langsung pulang?" gue yang ngampirin mobil Win itu langsung dapet tawaran.

Ya, setiap hari dia selalu antar jemput gue. Padahal guenya ngga minta dia untuk antar jemput gue, karena sekarang gue udah dibolehin mamah untuk bawa mobil sendiri. Toh gue juga udah punya SIM. Tapi Win ngga mau gue bawa mobil sediri, karena gue syuting selalu sampai malem, dia khawatir kalo ada apa-apa di jalan. Hmm yah.. karena dia masih suka sama gue.

[3] ButterflyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang