8

22 4 0
                                    

Matahari pagi menyambut diriku yang masih didepan sebuah laptop. Lagi-lagi aku tak tidur malam ini demi melanjutkan part cerita besar yang sedang aku kerjakan setelah selesai menyelesaikan cerita sebelumnya yang kemudian aku berikan pada kiana. Kelopak mataku yang kian menghitam menambah buruk penampakan wajahku yang masih saja memucat. Belum lagi dengan mata yang sayu membuatku terlihat seperti L didalam film Death note.

Aku bergegas menuruni anak tangga setelah bersiap-siap ke sekolah pagi itu.

"Vanila.." Suara ayah dari ruang tamu menghentikan langkah kaki ku yang hendak menginjak anak tangga terakhir.

"Ayah?" Kata ku terheran. Bukannya ayah telah berangkat ke Amerika kemarin?.

Ada dua kemungkinan yang terlintas dibenakku saat ini. (1) kemungkinan terburuk bahwa ayah akan menganggap semalam aku berbuat yang tidak-tidak dengan vincent, dan (2) kemungkinan terbaiknya, ayah akan mengabulkan permintaanku beberapa hari yang lalu untuk pindah dari negara ini karena aku melanggar peraturan ayah semalam dengan makan malam bersama vincent.

Aku memutuskan melanjutkan langkah menuju ruang tamu menemui ayah setelah berpikir untuk dua hal itu.
Lengkap dengan seragam sekolah serta tas ransel yang aku gotong, aku berdiri dihadapan ayah yang sedang duduk di sofa membaca koran pagi.

Ayah mendongakkan kepala lantas menghentakkan koran pagi itu diatas meja hingga bunyi. Aku terkejut ayah membuatku ketakutan pagi ini. Tuhan membiarkan kemungkinan teburuknya terjadi begitu saja, dihadapanku, pagi ini. Apa lagi yang mereka lebih-lebihkan?.

[Brukkk..]
Hentakkan terakhir koran itu menghantam meja ruang tamu. Aku melihat apa yang baru saja membuat ayah terlihat begitu marah.

Vanila mengencani putra tunggal pemilik 'centthy cafe'.

L I Y ETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang