Aku kini terduduk kembali ditempatku. Sudah lama aku mencari kawan untuk mengenang ibu. Tapi tak ada orang yang tepat untuk semua itu. Sekarang seseorang bahkan datang entah dari mana asalnya seakan berkata "akulah orang yang pantas menjadi kawanmu." Aku.. Aku tak tau harus berbuat apa selain hanya bisa mengatakan bahwa aku sangat menikmati show yang kau tampilkan Vincent.
Tak terasa waktu berjalan hingga tiba saatnya makan malam.
Vincent kemudian menuruni tangga panggung perlahan. Masih diiringi dengan tepuk tangan. Senyum indah dan wajahnya yang tampan membuat seluruh pengunjung cafe terpesona. Itulah dia. Putera tunggal pemilik cafe yang menjadi favorit para remaja.
Vincent memilih untuk duduk bergabung denganku. Sejenak seluruh pandangan pengunjung cafe tertuju pada kami. Aku masih saja heran dengan tatapan semua orang yang membuatku semakin gugup.
Peduli amat dengan tatapan mereka. Aku memalingkan wajah ke arah sebuah jendela besar di sebelah meja kami hanya untuk menjauhkan tatapan mata orang-orang pengunjung cafe dariku. Keheningan di tengah keramaian jika kau tau rasanya sangat aneh."Ada apa vanila?" Ujar vincent mengagetkanku yang sedang fokus menatap bulan dan bintang dari jendela besar di sebelah kami.
Aku menggeleng sesekali menyirup sedotan digelas lemon tea-ku yang sejak tadi tak habis-habis.
"Aku tau kau menyukai lagu itu. Benar kan?" Tanya vincent mengalihkan pandangan ku. Aku kini menatapnya sesekali melihat disekeliling para pengunjung cafe telah sibuk dengan makan malam mereka masing-masing.
"Hey.. Aku benar kan?" Seru vincent lagi-lagi mengalihkan pandangan ku.
Benar kan. Ia bahkan mengetahuinya. Apa lagi yang ia ketahui dariku?
Aku mengangkat bahu kemudian meraih sebuah buku tebal dihadapanku memilih menyibukkan diri dengan berpura-pura membaca dan fokus pada buku. Mengabaikan pertanyaannya yang sama sekali tak perlu untuk ku jawab
"Baiklah jika kau tak mau menjawabnya. Itu bukan masalah." Ujar vincent masih saja tersenyum. "Pelayan! Tolong buatkan aku sepiring Creme Brulee" serunya memanggil seorang pelayan.
Aku Menoleh menatap vincent sejenak kemudian kembali fokus pada buku yang sedang (pura-pura) ku baca.
"Baik tuan." Jawab pelayan itu sembari memberi hormat dengan menundukkan badan.
Lihatlah! Sekarang ia bahkan menatapku. Lelaki yang aneh!
"Jangan pernah berusaha untuk membohongi dirimu Vanila. Itu bukan hal yang dapat mengubah sebuah kisah." Ujar vincent tersenyum pada ku.
"Apa yang sedang kau bicarakan?" Jawabku memecah diri sendiri yang mematung sejak tadi.
"Maksudku jangan paksa dirimu untuk fokus pada buku ini." Jawab vincent seraya mengambil buku yang sedang ku baca.
Aku hanya terdiam membiarkan vincent mengambil buku itu. Dia benar. Aku bahkan tak bisa fokus membacanya sekalipun saat ia tak mengajakku berbincang.Tapi apa yang lelaki ini inginkan dariku?.
"Aku tak menginginkan apa-apa Vanila. Aku hanya ingi menjadi temanmu." Ujar vincent spontan saat aku berpikir tentang dirinya.
"Apa???" Seru ku sedikit terkejut. Bagaimana pula ia mengetahui apa yang sedang aku pikirkan?.
Vincent hanya tersenyum. "Terima kasih pelayan. Kau bekerja sangat baik". Ujarnya kepada pelayan yang baru saja mengantarkan pesanannya.
Pelayan itu hanya menundukkan badan sebagai rasa hormat dan terima kasih atas pujian vincent sembari meninggalkan meja kami.
"Bagaimana bisa kau tau apa yang sedang aku pikirkan?" Tanya ku tak sabaran ingin mengetahui sesuatu darinya sembari berusaha mengalihkan perhatian vincent.
KAMU SEDANG MEMBACA
L I Y E
Teen FictionDi dunia ini, hanya segelintir orang beruntung yang bisa menjalani hidup dengan mudah. Tak seperti aku yang hidup dengan penuh perjuangan, meskipun ku tahu bahwa hidup ini butuh semua itu, Perjuangan. Tak terlepas dari orang-orang yang beruntung itu...