"Aku minta maaf karena membuat kakak menceritakannya. Aku turut bersedih. Aku tidak bermaksud--"
Aku menyentuh tangan calissa. Ia orang yang perasa. Sangat cepat merasa bersalah. "Kau tidak perlu meminta maaf calissa. Semua itu biasa terjadi pada ku dimasa lalu. Ayah memang bersikap sangat tegas. Mungkin karena ia takut akan kehilangan aku suatu saat nanti."
"Apakah ia tahu kalau saat itu kakak mengalami masalah?"
"Aku rasa iya." Jawabku ragu masih memegang tangan calissa.
##
Hari yang buruk. Aku bahkan tak sempat mengikuti ulangan harian matematika hari ini. Semua karena ayah.
"Non.. Bibi sudah siapin non makan siang. Mari non!" Ujar bi ijah dari balik pintu kamarku.
Masih saja terlelap dalam kesedihan. Tak mau beranjak dari spring bed tempat ku terduduk dengan setengah selimut menyelimuti tekukan lututku. Aku menahan tangis yang meluap-luap.
"Non.."
[Bruuk..]
Aku sengaja melempar benda kearah pintu. Memberikan isyarat bahwa aku tak ingin makan siang dan tak mau mendengar bi ijah terus memanggil serta menungguku didepan pintu kamar dengan penuh harap.
Aku terisak kembali. Mungkin Bi ijah telah memutuskan untuk pergi menjauh dari pintu kamarku.
Siang telah berganti malam. Seseorang mengetuk pintu kamarku lagi, dan lagi. Mengusik diriku yang masih saja menangis hingga malam hari. Aku tak memakan apapun sejak tadi pagi. Peduli amat dengan makanan saat ini. Aku tak butuh makan. Aku hanya butuh ibu, ibu, ibu dan ibu.
"Non.. Bibi datang bukan untuk memaksa non makan. Tetapi ada teman yang ingin bertemu dengan non."
Aku mengangkat kepala dari tundukku. Kemudian menoleh kearah pintu kamar. Kiana.. Pasti dia. Hanya dia yang berani datang kerumah walaupun hari telah malam sekalipun.
"Suruh pulang!" Ujarku singkat dari dalam kamar.
"Tapi non.. Bu---"
"SURUH PULANG BI!" Teriakku.Kiana tak apa meskipun diusir beberapa kali. Ia tipikal sahabat yang pengertian dan tidak pernah memaksakan kehendaknya. Maafkan aku harus melakukan ini lagi kiana!
"Baik non."
Dengan berat hati bi ijah memberitahu bahwa aku sedang tak ingin diganggu.Selang waktu beberapa menit..
"Shh! Shh! Vanila!" Suara seseorang dari bawah jendela lantai 2 kamar kamarku. Sedikit berbisik memanggil namaku.Aku terdiam sejenak, berusaha menebak dengan tepat itu suara siapa.
"Vanila..!" Kali ini lebih kencang daripada sebelumnya.
Aku beranjak dari tempatku duduk dengan air mata yg masih saja menetes dipipi serta seragam sekolah yg masih rapi ditubuhku belum sempat ku ganti.
Aku menuju kearah jendela tempat suara itu berasal. Dengan poni panjang hampir sama dengan panjang rambutku, menutupi setengah wajah yang sedang berduka ini.
Aku kemudian menengok kearah bawah jendela. Melihat siapa yang sedang sibuk memanggil setelah diusir.
"Vincent?.."
Vincent yang sedang berdiri dibawah jendela kamar ku mengangguk dan tersenyum.
Aku memalingkan wajah darinya. Dengan napas yang tersenggal-senggal serta hidung yang tersumbat, aku meraih sebuah kertas, dan pulpen beserta koran pagi yang membuat ayahku marah.
"MENJAUHLAH DARIKU!"
Tanpa banyak bicara, Aku melemparkan kertas itu bersamaan dengan koran pagi yang menyebalkan. Aku melempar kearah vincent lalu bergegas menutup rapat-rapat jendela kamar.
"Aduh.." Keluh vincent terkena lemparan ku.
Vincent mungkin sudah tahu tentang hal itu. Maka dari itu ia kerumah ku untuk menjelaskan semuanya pada ayah. Tapi apalah daya aku telah mengusirnya terlebih dahulu sebelum ia mengatakan sepatah kata tentang kencan fake yang tertera dikoran pagi sebagai pembelaan atas tuduhan yang hina itu.
"Kau seorang pecundang!." From +62x xxxx xxxx
Pesan singkat masuk dalam hp ku. Nomor tak dikenal. Mata sinis ku menatap layar hp.
Itu pasti hanyalah orang yang iseng saja. Tak perlu ku ladeni itu tak penting.Kataku berusaha menenangkan diri.
"Kau benci pecundang tapi kau tak sadar bahwa kau sendiri adalah pecundang yang mencoba lari dari kenyataan. Keluarlah dari balik istana kecil yang kau anggap dunia itu sekarang!"
Pesan singkat sialan dari nomor tak dikenali itu sangat mengangguku. Aku menggenggam handphone meleparkan kearah cermin didepan tempat tidur.
[praang..]
Pecah berkeping.
Pecahan itu sekarang bahkan berserakan dilantai kamarku.Mengamuk didalam kamarku sendiri hanya bayangan yang menyaksikan apa yang aku lakukan disini. Merusak kamar tanpa tanggung-tanggung. Apa peduliku(?) Aku hanyalah seorang gadis pendiam yang sedang frustasi saat ini.
KAMU SEDANG MEMBACA
L I Y E
Подростковая литератураDi dunia ini, hanya segelintir orang beruntung yang bisa menjalani hidup dengan mudah. Tak seperti aku yang hidup dengan penuh perjuangan, meskipun ku tahu bahwa hidup ini butuh semua itu, Perjuangan. Tak terlepas dari orang-orang yang beruntung itu...