Bagian 3

60 8 8
                                    



Pak Siswo memasuki kelas. Semua murid mulai merapihkan bangku masing-masing. Sambil sedikit mengeluh, semua murid segara mengunci rapat-rapat mulut mereka yang tidak tahan ingin mengupas tuntas isu bahwa kelas ini bakal kedatangan anak baru. Mereka terpaksa diam supaya tidak kena marah oleh guru satu ini. Guru yang jidat lebarnya mirip lapangan bola dengan stempel tak kasat mata 'guru Killer'. Siapa yang mau kena murkanya dia? Tentu saja tidak ada. Jadi mereka bertindak-tanduk selayaknya  murid baik, mereka berdiri dan mengucap salam secara serempak dengan dipimpin ketua kelas.

"Selamat pagi," balas Pak Siswo dengan salam.

"Sabelum saya memulai pelajaran hari ini, saya akan perkenalkan murid baru pindahan dari luar Jakarta." Mendengar kalimat Pak Siswo, para murid mulai berbisik-bisik ria. Ternyata benar, kelas ini kedatangan murid baru. Tetapi anehnya, kenapa datang secepat ini? biasanya jika ada isu atau rumor mengenai murid baru, kedatangannya selalu seminggu setelah pembicaraan itu menyudahi fase hangat-hangatnya. Tapi ini? isu masih segar dan belum tentu kebenarannya, kok malah sudah datang? hmm....

Pasti murid itu salah satu anak orang yang berpengaruh bagi sekolah ini.

Pak Siswo memberi tanda kepada murid di luar pintu untuk segera masuk ke dalam kelas. Si murid baru pun mengangguk sopan kemudian melangkah maju perlahan.

Sosok cowok bermuka oval, dengan balutan seragam putih abu tanpa almamater melangkah dan berhenti tepat di depan Pak Siswo. Guru matematika itu mengangguk dan berbisik kepada si murid baru agar memperkenalkan diri di depan semua murid.

Cowok itu mengangguk dan melangkah ke depan papan tulis yang ubinnya didesain lebih tinggi satu anak tangga. Cowok bertubuh ramping namun berisi itu sedang beradaptasi dengan ruang kelas. Terlihat dari matanya yang menelusuri seluruh bagian ruang kelas. Cowok berambut agak panjang, berkulit putih dengan potongan rambut korean style dan memiliki mata hitam itu mengulum senyum pertamanya di kelas ini.

Senyum kecilnya mempunyai efek dahsyat. Senyum yang kelihatan sekali tidak iklhlas itu ternyata mendapat sambutan mata-mata terpesona dari setiap siswi di kelas ini.

"Perkenalkan, nama saya Reza Adi Rahardi. Saya pindahan dari Semarang. Mohon bantuannya dari teman-teman semua. Terima kasih." Cowok bernama Reza ini mengulum senyum untuk kedua kalinya. Membuat semua anak cewek yang kebetulan sedang terpesona kian dibuatnya nyaris pingsan. Tatapan mata yang dimiliki Reza berpadu wajah manis ala asia timur itu benar-benar melelehkan yang memandang.

Kelereng matanya yang sedari tadi terus bergerak menyapu penjuru ruangan akhirnya terhenti di satu titik. Berhenti tepat pada seorang cewek berkerudung yang duduk di bangku tengah, cewek itu sedang menatapnya ramah. Senyum yang tadi dia tunjukkan seketika hilang, entah mengapa.

"Cuma itu?" pak Siswo tiba-tiba bertanya. Reza menoleh dan menyudahi kontak mata dengan cewek yang membuatnya jatuh kemarin.

"Maaf, Pak. Hanya itu saja. Tapi kalau ada yang mau teman-teman tanyakan, saya tidak keberatan," jawab Reza halus. Ia kembali memutar kepala ke arah para siswa.

Tidak perlu menunggu lama sampai salah satu dari mereka mengangkat tangan. Mayoritas yang mengangkat tangan dan ingin bertanya adalah anak-anak cewek. Antusiasme tinggi mereka tunjukkan tanpa merasa canggung atau pun malu.

Reza tersenyum lagi, tanda bahwa dia mengizinkan teman-teman barunya bertanya.

Satu siswi yang duduk paling depan berdiri, tangannya dia turunkan dan bertanya, "Alasan kamu pindah, apa?"

Reza tidak langsung menjawab, ingatannya mendadak terbang ke tiga hari lalu, saat ayahnya meminta Reza mengepak seluruh barangnya, dan terbang ke jakarta. Reza menggeleng samar mengusir ingatan itu. Sekarang bukan waktu yang tepat untuk mengingatnya. Reza kembali tersadar dari lamunan dan menjawab pertanyaan tersebut. "Karena Ayah saya pindah tugas ke Ibukota."

DeeperTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang