Bagian 6

6.6K 611 20
                                    

Kantor hari ini penuh dengan selebaran yang berisi mengenai laporan kasus-kasus yang harus segera diselesaikan. Semua jari Venus sibuk menari-nari di atas keyboard, beberapa kali Venus melirik ke arah Winda yang keadaannya ternyata tidak jauh lebih baik. Meja Winda dipenuhi dengan tumpukan makalah dan portofolio yang harus segera diselesaikan. Lamat-lamat, Venus bisa memastikan bahwa keadaan seperti ini akan berlangsung selama kurang lebih tiga minggu ke depan.

Pekerjaan menumpuk. Ya pekerjaan! Hanya pekerjaanlah yang dibutuhkan oleh Venus. Pekerjaan yang bisa membuatnya lupa akan tuntutan Miranti yang mendesaknya agar segera membina keluarga.

Venus heran, mengapa pernikahan harus dibuat tergesa-gesa, dengan berbagai macam alasan pula. Sudah gede lah, umur yang kelewat, atau jika tidak khawatir akan bahaya hamil di usia tua. Bagi Venus, menikah itu bukan masalah cepat atau tidaknya. Menikah itu harus berdasarkan kesepakatan masing-masing pihak, dan yang paling terpenting adalah masalah kenyaman.

Benar, kenyaman merupakan faktor utama yang harus dipenuhi.

Venus ngeri, bagaimana seseorang bisa menikah dengan calon yang bahkan baru dikenal selama beberapa minggu? Bagaimana kalau ternyata si calon itu punya simpanan istri di mana-mana? Atau, bagaimana kalau si calon memiliki kebiasaan pukul sana-sini ketika bertengkar?

Big NO! Venus sadar benar dengan kekhawatirannya yang satu itu.

″Ven!″ panggil Winda. ″Abis ini kamu temenin aku ke salon, ya? Aku pusing, butuh refresing.″

Venus hanya mengangguk.

Masalah sebesar apa pun akan hilang hanya dengan pijatan lembut tangan mbak-mbak salon, begitulah prinsip hidup Winda. Sedangkan Venus, masalahnya akan hilang jika dia bisa menemukan cara untuk membungkam cerocos Miranti mengenai calon menantu.

***

″Mas bro, nih, laporan yang harus kamu baca.″

Johan, pemuda berusia dua puluh enam itu terlihat bersemangat untuk merusak kedamaian Romeo. Tanpa ragu, dia masuk ke dalam ruang kerja Romeo. Tidak perlu basa-basi, Johan langsung meletakkan beberapa map ke atas meja Romeo.

Romeo menatap sengit tumpukan map aneka warna.

″Kamu yakin, ini sudah benar?″

Johan langsung duduk di kursi yang ada di depan meja Romeo. ″Sudah dong. Jangan remehkan kinerjaku.″

Sejujurnya, kinerja Johan sudah tidak perlu dipertanyakan lagi. Dia adalah salah satu pegawai yang pekerjaannya paling sempurna. Semua laporan bisa diselesaikannya hanya dalam beberapa jam, dan yang paling mengagumkan dari Johan adalah kemampuannya memilah setiap lembaran kertas berisi berbagai macam catatan; keluhan, rentetan tuntutan, dan sebagainya. Sayang, karena dia memiliki kepribadian yang sedikit menjengkelkan, akhirnya dia berakhir di bagian pemberkasan.

″Coba kamu lebih serius, aku yakin, Pak Hartawan pasti akan memikirkan kembali posisimu di firma ini.″

Mendengar komentar Romeo, Johan hanya bisa berdecak, ″Ih, udah deh, kayaknya aku merasa lebih nyaman di bagian ini. Lagi pula, cewek di sini cantik-cantik.″

″Cewek mulu,″ sindir Romeo, ″kerja dong.″

″Emang benar, kok. Di sini ceweknya cantik-cantik. Memangnya kamu nggak tahu apa, alasan Pak Fabian meminta Kinar untuk menjadi pengacaranya? Dia tuh nggak bisa nolak pesona seorang Kinar.″

Romeo mengambil sebuah map berwarna kuning. Dia mulai membaca laporan yang ada di sana. Sudah biasa baginya membaca sembari mendengarkan komentar dari siapa pun.

Venus (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang