Bagian 24

4K 397 5
                                    

Pekan busana bertema permata katulistiwa itu rencananya akan dilaksanakan selama seminggu—terhitung dari hari ini. Semua model, desainer, dresser, dan berbagai orang yang terlibat dalam pagelaran busana itu nampak semangat menyambut datangnya hari penampilan.

Bertepat di salah satu graha Jakarta, orang-orang mulai terlihat sibuk menyiapkan acara tersebut. Tentu saja Adrian sudah tidak asing dengan hal-hal yang berbau hingar-bingar panggung. Dia bahkan bisa melihat semua orang sibuk menyiapkan baju untuk penampilan. Adrian sendiri mendapatkan baju dari salah seorang perancang kenamaan. Celana jins dengan kesan batik Nusa Tenggara yang dipadu dengan atasan berbahan denim bercorak serupa, membuat Adrian terlihat menawan. Beberapa dresser perempuan harus menahan napas ketika melihat Adrian. Godaan di tengah medan kerja, atau ... oasis. Yang mana pun tak masalah.

Boy,″ ungkap Stella. Sang perancang busana yang juga turut serta dalam penampilan gladi resik. Dia menyikut Adrian yang tengah mematut diri di depan kaca rias. ″Tolong turunkan feronom yang kamu miliki. Aku tidak ingin pegawaiku pingsan di saat penting.″

Wanita itu terlihat cantik dalam balutan celana hitam dan atasan bercorak batik. Rambutnya berwarna merah dan bibirnya penuh. Adrian harus mengakui bahwa perancang yang satu ini sangat menarik.

″Ayolah,″ ujar Adrian. ″Itu bukan salahku.″

Stella memutar mata. ″Yeah, kamu sama sekali tidak bersalah. Mereka saja yang tidak bisa menjaga pandangan mereka.″

Jealous?″

″Aku sudah terlalu tua untuk hal seperti itu.″ Stella menata anak rambut yang ada di dahinya. ″Lagi pula, aku tidak mau bersaing dengan wanita yang lebih muda dariku. Asal tahu saja. Boneka manekin jauh lebih setia.″

Adrian mengerutkan dahi. Mencoba meresapi ucapan seniornya. ″Aku tidak terlalu setuju dengan yang satu itu.″

″Memangnya kamu berencana membina hubungan dengan wanita yang lebih tua darimu?″ tantang Stella.

″Ooops, aku tidak berani,″ ucap Adrian sembari menahan senyum.

″Cih,″ cibir Stella, ″semua laki-laki sama saja.″

″Bukan begitu. Hanya saja kamu terlalu berat untukku.″

″Tidak usah mengelak. Lihatlah,″ tunjuk Stella pada bagian pojok matanya. ″Kerutan halus ini. Aku sepertinya butuh perawatan.″

″Stella, kamu bahkan terlihat sepuluh tahun lebih muda. Aku yakin, tak seorang pun akan menyangka bahwa kamu berusia tiga puluh tahun.″

Stella menepuk bahu Adrian. ″Yang benar saja. Adakah wanita yang pernah berkata tidak kepadamu?″

Jeda sejenak.

″Ada?″ tanya Stella memastikan.

″Kurasa,″ jawab Adrian, ″ada satu.″

***

Panggung dipenuhi cahaya lampu aneka warna. Di sisi kanan dan kiri panggung diisi lautan manusia; mereka terpana menyaksikan pagelaran yang tengah berlangsung. Musik berdentam ke sepenjuru ruangan. Di atas panggung, para model berlenggak-lenggok memamerkan pakaian. Mereka bagaikan dewa dan dewi Yunani yang menjelma sebagai manusia.

Sangat original.

Adrian dengan penuh percaya diri berjalan di atas panggung. Sesekali berhenti untuk melakukan pose; melempar senyum dan menunggu reaksi dari sekitar. Ruangan benar-benar dipenuhi dengan euforia.
Selesai melakukan pose, Adrian berbalik dan mulai berjalan menuju belakang panggung. Namun, belum sampai beberapa detik, tiba-tiba saja lampu sorot yang ada di atas jatuh. Terdengar suara kaca pecah dan derik kursi. Semua orang berteriak. Sedangkan Adrian....

Dia tergeletak di atas panggung. Kepalanya berdenyut, dan nyeri mulai menjalar di tubuhnya. Rasanya berat. Dia bisa mendengar seseorang memanggil namanya, namun matanya terlalu berat; sulit memerhatikan sekitar.

Perlahan-lahan dia mulai merasa napasnya memendek. Lalu, cahaya terang yang melingkupinya diganti dengan selimut kegelapan.

Venus (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang