Bagian 12

4.9K 519 4
                                    

Amitaba.... Amitaba.... Amitabacan.... Bacan.... Bacang.... Kacang.... Cang.... Cing.... Cong.... Dondong opo salak....

Itu merupakan mantra ampuh pengusir setan yang akhir-akhir ini sering dirapalkan Venus di dalam hati. Beberapa hari terakhir ini, Venus mendapatkan banyak anugerah, semisal bekerja bersama Romeo sebagai asistennya, yang tentunya membuat Venus bisa melarikan diri dari tatapan kepo teman-temannya perihal hubungannya dengan Adrian.

Seperti kata orang, kita tidak akan pernah tahu bagaimana jalannya roda kehidupan, kadang kita berada di bawah, kadang sebaliknya. Venus tidak pernah menyangka akan dihadapkan dengan sosok yang sebenarnya ingin dijauhi. Tidak pernah satu kali pun terbersit sebuah keinginan membangun hubungan yang sudah rusak itu kembali bersama Adrian. Andai Venus berharap sebuah hubungan cinta, maka sudah pasti sosok itu bukanlah Adrian. Sosok yang sangat Venus harapkan kehadirannya kembali mengisi relung hatinya hanya ada satu: Senior.

Andai saja saat itu Venus lebih dewasa dalam memilih seseorang yang bisa dia jadikan sebagai tambatan hati. Tidak, yang terpenting di sini adalah, andai saja Venus tahu nama asli si senior. Venus menyebut cowok yang lebih tua darinya itu sebagai senior. Mereka berdua—Venus dan Senior itu hanya saling kenal melalui perpustakaan. Hanya dikarenakan sebuah insiden, ketika Venus secara tidak sengaja dihukum membersihkan perpustakaan yang selalu menjadi tempat berteduh bagi cowok asing tersebut. Cowok yang selalu menghabiskan waktunya bersama novel-novel roman yang tak pernah Venus ketahui judulnya.
Mengingatnya, membuat Venus sakit hati. Benar-benar curang. Si cowok tahu nama asli Venus, sementara Venus sama sekali tidak mengetahui seluk-beluk si cowok selain kelas dan perpustakaan. Tidak ada satu pun teman sekelas si cowok yang bersedia memberitahu Venus nama asli si senior. Hingga akhirnya Venus menyerah dan memutuskan untuk memanggil cowok berkacamata tebal itu sebagai Senior.

Dan Venus akhirnya sadar, bahwa sosok yang selama ini dibutuhkannya hanyalah Senior.

Jika saja dia tahu di mana sang Senior berada.

***

Romeo tengah menikmati waktu luangnya bersama keluarga. Makan malam merupakan waktu terbaik untuk mengumpulkan seluruh anggota keluarga dan memulai perbincangan ringan di antara masing-masing pihak. Semisal adik Romeo yang bernama Nathan, dia dengan bangga bercerita mengenai kemenangannya mewakili klub basket SMA. Sementara Hans hanya mengangguk-angguk senang, tidak ada komentar khusus mengenai keberhasilan putranya. Lain dengan Andini yang senang akan kunjungannya ke salah satu rumah batik di Jakarta. Tampaknya, benda-benda tradisional memiliki arti tersendiri bagi Andini.

″Mi,″ panggil Nathan. ″Malam Minggu nanti, aku boleh nggak ngapel ke rumah Vera?″

″Masih kecil juga,″ sindir Romeo, ″berani pacaran.″

″Sirik, nggak boleh lihat adiknya seneng.″

″Kalau kamu lagi seneng, jangan lupa hubungi aku, ya? Nanti aku langsung stand by.″

″Sudah-sudah,″ relai Andini. ″Boleh. Tapi jangan kemalaman. Mami nggak mau terima laporan bahwa kamu bawa kabur anak gadis orang, apalagi sampai ada ibu-ibu yang datang ke rumah ini sambil minta pertanggung jawaban. Aduh. Amit-amit jabang bayi. Jangan sampai.″

Melihat ibu mereka geleng-geleng kepala sambil memukul meja, tak urung membuat ketiga anggota keluarga lainnya tertawa.

″Ya udahlah, Mi,″ celetuk Hans. ″Tinggal dibawa ke KUA aja. Gitu aja kok repot.″

″Ih, si Papi suka gitu. Nathan masih pengen lulus SMA kali.″

″Bagus deh. Ternyata adikku masih berada di batas kewajaran.″

″Tenang, adik laki-lakimu ini paling bisa diandalkan dalam kondisi apa pun, di mana pun, dan sampai kapan pun.″

″Ya deh, yang merasa jadi superhero.″

Nathan nyengir lebar merasa berada di atas awan. ″Oh ya, kira-kira kapan aku dapat kakak cewek, nih?″

Mendengar Nathan mengucapkan kata ″cewek″ Hans dan Andini pun tak mau kalah.

″Papi, pengin banget nimang cucu.″

″Kalau Mami udah bosen ndengerin cerita ibu-ibu arisan yang pamer menantu.″

Mendadak Romeo merasa seperti ada makanan yang tersangkut di tenggorokannya. ″Apa sih?″

″Apa sih, apa sih,″ tiru Nathan. ″Masak belum ada calon? Bukannya hampir tiap hari rumah kita kedatangan paket parfum, cokelat, bunga, baju, apalah. Dan semuanya dari cewek yang berbeda, yang anehnya tidak pernah dibawa pulang ke rumah tuh.″

″Dan kamu adalah orang pertama yang menggunakan seluruh kiriman tersebut,″ sindir Romeo. ″Di bawa pulang? Memangnya belanjaan apa?″

″Romeo, bukannya Mami mau sok tahu loh di sini. Kalau udah ketemu yang pas di hati, buruan dikejar. Takutnya nanti keduluan orang lain.″

Mendengar saran Andini membuat Romeo teringat kembali kejadian saat Adrian muncul. Benar, kemungkinan Adrian berusaha mendekati Venus selalu ada. Dan kini, Romeo harus memulai semuanya sebelum terlambat.

″Dulu waktu Papi masih muda. Papi harus ngalahin beberapa lelaki untuk bisa mendapatkan Mami. Papi tidak akan rela jika wanita pujaan hati Papi diambil pria lain. Ibarat bunga, perempuan itu akan selalu menebarkan pesona, baik yang terlihat maupun yang terpendam. Pesona yang memikat para kumbang untuk mendekat. Nah, masalahnya Mami ternyata memiliki banyak penggemar. Tapi, pada akhirnya Mami memang ditakdirkan Tuhan untuk berjodoh dengan Papi.″

″Ih, Papi bikin Mami malu.″

″Pa. Mi. Nathan jadi meriang nih dengernya.″

Mendengar celetukan Nathan, Andini pun tersenyum masam. ″Lalu, Romeo. Kira-kira kamu sudah dapat belum?″

Semua mata di ruang makan kini tertuju pada Romeo.

″Ada,″ jawab Romeo yang mebuat tiga orang kepo yang ada di ruangan itu tak kuasa untuk menahan cengiran. ″Tentu saja ada.″

Venus (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang