Bagian 16

4.6K 468 0
                                    

Sulit untuk dimengerti. Kenapa Romeo terasa begitu familier? Venus tidak bisa tidur semalaman karena terlalu bersemangat memikirkan kata-kata Romeo. 

Venus, aku menyukaimu.

Kalimat itu terus terbayang di benak Venus. Romeo, laki-laki itu tiba-tiba saja berkata menyukai Venus.

Sudah cukup dengan kehadiran Adrian yang membawa topan ke dalam kehidupan damai Venus. Kehidupan tanpa cinta, tanpa romansa, tanpa hari-hari yang diisi dengan jantung berdebar, dan tidak ada gundah gulana menanti SMS si pujaan hati. Sungguh itu adalah masa-masa terindah yang selalu Venus nikmati di sela-sela kicauan sang ibu mengenai pentingnya menikah.

Kehidupan monoton itu sudah tidak bisa Venus nikmati. Semenjak kedatangan si bunga iris, Venus harus berpuas diri dengan kegiatan baru Winda. Sahabatnya itu sibuk mengorek informasi mengenai Adrian. Sementara di rumah, Miranti tak henti-hentinya menanyakan kabar Romeo dan jika bisa, Miranti akan sangat bahagia mengundang Romeo makan malam bersama.

Venus rindu kehidupan berwarna hitam dan putihnya.

Bagaimana bisa, dua lelaki itu-Adrian dan Romeo-mengubah kehidupan Venus. Seharusnya, di saat seperti ini-ketika dua lelaki keren, populer, dan memiliki ketampanan yang jelas tidak perlu dipertanyakan lagi-Venus bisa melakukan kegiatan galau dengan cara berguling di atas kasur sembari memikirkan pria mana yang sesuai untuknya, curhat dengan Anggita perihal calon kakak ipar masa depannya, melamun sambil tersenyum lebar, dan berjalan berjingkrak gaya kelinci imut.

Membayangkan itu membuat Venus mual.

Bimbang. Akankah jika Venus menanggapi Romeo, maka dia akan merasa lebih baik? Atau sebaliknya, menambah permasalahan hidup? Aduh!

Lelah. Venus merebahkan diri di atas ranjangnya. Kamar Venus didominasi warna biru yang memberikan rasa nyaman di saat Venus membutuhkan rileksasi.

Sambil memandang langit-langit, benak Venus masih berputar; mencoba mengingat potongan terpenting dari sesuatu yang seharusnya tidak boleh dilupakan olehnya. Seperti bumi yang membutuhkan matahari, Venus harus segera menemukan potongan ingatan.

Kenangan.

Benar, bicara mengenai kenangan, maka Venus akan kembali ke masa-masa yang terasa samar. Kadang Venus berpikir, mungkinkah segala hal yang pernah dijalaninya bersama Hana dulu itu memang yang disebut dengan persahabatan? Mengorbankan kepentingan pribadi demi kebahagiaan pihak lain. Rasanya persahabatan itu semakin mirip dengan politik. Jika mengorbankan yang dicinta demi sahabat itu dibenarkan, maka Venus merasa lebih baik menjadi pihak yang jahat. Jika saja Hana bersedia bersikap jujur, mengakui hubungannya dengan Adrian, mungkin Venus tidak akan merasa begitu sakit.

Sesal dan tidak bisa merubah yang sudah terjadi. Hana tidak akan pernah kembali dan Venus tidak bisa menyatakan betapa kecewanya dia pada sikap sahabatnya.

Mungkin cinta itu seperti angin. Tidak bisa dilihat, tidak bisa disentuh, dan tak berwujud, namun bisa dirasakan. Tidak ada yang bisa mengendalikan arah angin. Angin datang dan pergi sesuai keinginannya. Cinta datang dan pergi dengan tiba-tiba, saat si manusia sadar, yang tertinggal hanyalah sejumput sesal.

Venus tidak ingin mengalami rasa sakit yang sama. Tidak masalah jika Venus disebut pengecut. Hanya pemberani saja yang bersedia menyambut cinta yang datang kepada mereka.

***

Lagi-lagi. Nathan memergoki kakaknya tengah melamun; menatap satu titik kosong di ruang keluarga, seolah ada sesuatu yang sangat menarik di sana.

″Ahem,″ deham Nathan. ″Apa ada sesuatu yang menarik di sana?″

Segera Romeo berpura-pura mencari sesuatu. Dia merunduk dan mulai berkata, ″Ah, di mana kuncinya?″

Please deh Kak. Aku dari tadi ngliatin Kakak kaya gitu.″

Tidak peduli. Romeo masih meneruskan akting mencari-sesuatunya.

Kesal. Nathan kembali berdecak, ″Duh, jangan pura-pura nyari sesuatu gitu deh. Kalau nyari hati yang hilang bukan di sini tempatnya.″

Sebenarnya Nathan hanya asal berkoar, namun tiba-tiba saja Romeo terdiam sejenak. Dia berbalik dan menatap Nathan.

″Eh,″ ucap Nathan khawatir. ″Aku nggak ngomong sesuatu yang menyinggung, kan?″

″Aku curiga,″ katanya. ″Kamu nggak punya indra keenam, kan?″

Nathan sendiri berharap memiliki indra keenam agar dia tidak perlu belajar untuk ulangan matematika. ″Kak, aku nggak punya yang semacam itu.″

Romeo mengangguk. ″Benar juga. Kalau kamu punya yang semacam itu, nggak mungkin nilai fisikamu di bawah rata-rata terus.″

″Kakak!″

Venus (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang