Bagian 7

5.3K 576 6
                                    

Setelah sekian lama tak berjumpa, Adrian tak menyangka bahwa kebencian Venus terhadapnya akan begitu dalam. Padahal, sudah berapa banyak waktu yang telah terlewat. Tetap saja, tatapan menghardik itu tak juga lekang dari kedua mata Venus. Kebencian. Perasaan itu telah mengakar begitu kuat di hati Venus, hingga rasanya sulit untuk memasuki hati Venus.

Bagaimana cara mengungkapkan penyesalan?

Kini Adrian hanya bisa terbaring di atas ranjang. Dinding kamar yang mengelilinginya nampak sama dinginnya dengan tatapan Venus.

Dulu, Venus akan menyapa dengan seulas senyum manis yang menghias wajah ayunya, namun kini, sorot wajahnya terlihat tegang. Hanya dengan melihat itu saja Adrian sudah bisa menyimpulkan bahwa kehadirannya tidak diharapkan.

Maaf adalah kata yang begitu sulit diucapkan.

Kata itu seperti tertahan di tenggorokan, lidah pun terasa kelu untuk berucap. Adrian ingin berkata bahwa dia benar-benar menyesal atas apa yang terjadi di antara dirinya dan Venus di masa lalu. Jika bisa, Adrian ingin mengembalikan semuanya menjadi nol; menghapus seluruh sumber prasangka, menata kembali alur yang membuatnya jatuh dan bangun, serta meluruskan seluruh kesalahpahaman.

Andai saja dia tidak mengiakan permintaan Hana.

Sandiwara kecil. Kebohongan yang akhirnya melukai Venus. Semua itu tidak benar. Tidak ada hal yang baik dalam sebuah dusta, Adrian kini merasakan imbas perbuatannya.

Harusnya Adrian menolak permintaan Hana.

Apakah dengan berkata maaf, Venus bersedia memaklumi apa yang pernah terjadi di antara mereka bertiga di masa lalu?

Apakah dengan berkata maaf dapat menghapus seluruh kebencian yang ada di hati seorang Venus?

Jawabnya: Adrian meragukan itu.

Ketika Adrian berkata bahwa sosok Hana sudah tidak ada lagi di dunia, Venus hanya diam mematung. Adrian tak tahu, kebungkaman Venus itu merupakan pencerminan dari hatinya yang bergemuruh ataukah Venus sama sekali tidak ingin mengetahui fakta yang diutarakan Adrian.

Benar-benar lucu.

Cinta yang harusnya membahagiakan pemujanya. Cinta yang seharusnya menjadi pelita di hati setiap orang. Bagaimana bisa cinta itulah yang menjadi racun bagi Hana, Venus, dan dirinya sendiri? Manakah yang salah di sini? Perasaan tulus seorang sahabat? Pengorbanan Hana? Ataukah keberadaan Adrian itu sendiri?

Adakah yang bisa memberi jawaban pada Adrian?

Masih lekat di ingatan Adrian, sosok Venus yang bersimbah air mata.

Venus berkata putus dan dua hari setelahnya Venus tidak pernah masuk sekolah. Sosok Venus tidak pernah bisa dijumpai di mana pun, bahkan di rumahnya sendiri. Dan barulah Adrian ketahui, Venus dan keluarganya memutuskan untuk kembali ke Semarang, meninggalkan kejamnya Jakarta, bukan, Venus tidak meninggalkan Jakarta, lebih tepat dikatakan bahwa Venus meninggalkan Adrian dan Hana.

Menyedihkan. Kesehatan Hana pun semakin memburuk. Leukimia mulai menggrogoti Hana. Tak seorang pun yang tahu rahasia Hana, termasuk Venus.

Lalu, permintaan Hana. Dia ingin agar Adrian kembali pada Venus. Menurutnya, hanya Venus seorang yang bisa memahami Adrian. Namun, sosok Venus itu telah hilang di telan bumi. Dia tidak akan pernah ditemukan kembali karena Adrian telah menghancurkan sisi Venus lainnya.

Adrian bangkit dan langsung mencari di antara tumpukan buku di atas meja. Lalu, Adrian menemukan sebuah buku berwarna hijau, diambilnya selembar kertas dan mulai membaca:

I want the hunger for love and beauty to be in the depths of my spirit, for I have seen those who are satisfied the most wretched of people.
I have heard the sigh of those in yearning and Longing, and it is sweeter than the sweetest melody.

Salah satu puisi kesukaan Hana. Dan, memang benar apa yang dikatakan Khalil Gibran. Cinta adalah hal yang tidak bisa dicapai logika. Banyak manusia berusaha memahami cinta, namun mereka masih saja terjerat dalam lautan asmara yang tak berdasar. Mungkin, Adrian pun termasuk dalam salah satu manusia yang tersesat itu.

Venus (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang