Bagian 8

5.4K 571 8
                                    

Venus hanya bisa menangis di dalam kamar. Semuanya terasa tidak benar. Bagaimana bisa cerita di dunia ini berjalan demikian? Hana. Gadis yang begitu dibencinya kini telah lenyap. Tidak seharusnya cerita di antara mereka bertiga berjalan sedemikian rupa.

Kejam. Siapa yang paling kejam di sini? Venus? Hana? Ataukah Adrian?

Berpura-pura menjadi pacar Venus hanya demi permintaan bodoh Hana. Venus tidak bisa memahami apa yang sebenarnya tengah terjadi, ketika tersadar semuanya sudah berubah. Bahkan, lebih menyakitkan. Semua hanyalah kepura-puraan semata. Senyum itu, bisikan hangat itu, kedua tangan yang dulu memeluk Venus, dan cinta itu. Ternyata, semua hanyalah kebohongan.

Ini teramat kejam.

Hati yang beku itu tak akan pernah mencair. Cinta dan kehangatannya bukanlah hal yang diinginkan Venus. Satu-satunya yang dinginkan oleh Venus adalah penjelasan Hana.

Lagi, butiran bening itu menetes membasahi kedua pipi Venus. Setelah sekian lama Venus tidak menangis, kini seluruh kepiluannya tumpah ruah dalam derai kesedihan yang jatuh dari kedua matanya.

Meski tahu bahwa Hana sudah tidak ada, namun mengapa air mata itu tak kunjung berhenti berderai? Adakah yang rusak dalam diri seorang Venus? Venus tidak pernah menyangka akan merasa terpukul, bahkan dia tidak pernah menyangka akan menangisi kepergian Hana.

Tahun-tahun yang dilalui Venus terasa menyedihkan. Saat di mana dia berpikir sahabatnya berbuat buruk di belakangnya, saat di mana dia merutuki seluruh pertemuannya dengan Hana dan Adrian, justru saat-saat tersebut merupakan saat yang membuat Venus semakin merasa kesepian.

Dan mungkin, Venus tidak akan pernah berani untuk jatuh cinta lagi.

***

Kedua mata Venus terlihat sembab. Hampir separuh karyawan yang bekerja di kantor berusaha menduga-duga gerangan apakah yang terjadi pada Venus. Dari sekian karyawan yang berusaha menemukan analisis mereka mengenai penyebab sembabnya mata Venus, Winda-lah yang paling getol mengulik informasi dari Venus.

″Matamu sembab.″

″Makasih, dah tahu, tuh,″ ucap Venus dengan nada dingin.

″Matamu,″ ulang Winda, ″sembab.″

″Kalau kamu bilang ′matamu sembab′ sekali lagi, kamu bakalan dapat piring cantik.″

Winda tidak berani melanjutkan komentarnya. Takut membangunkan singa yang lapar, ralat, Winda takut membangunkan Venus yang lapar.

″Jadi....″ Winda berusaha berhati-hati menyampaikan rasa penasarannya. ″Kemarin kan harusnya kamu nemenin aku di salon. Tapi, kamu ngilang dan hanya meninggalkan sebuah pesan singkat di ponsel: aku pulang duluan. Nah tuh, ada apa?″

Venus sadar bahwa sekali Winda penasaran, tidak ada satu pun hal di dunia ini yang bisa menghentikan keingintahuan Winda selain Tuhan dan penjelasan. Mau tidak mau Venus pun berkata bahwa semalam dia begadang menonton drama Korea. Tentu saja jawaban Venus tidak membuat Winda puas. Dan, ketika Winda ingin melanjutkan sesi ″korek informasi dari Venus″ lebih lanjut, Hartawan, pemimpin sekaligus pemilik firma hukum mengoarkan undangan kepada seluruh pekerja.

Tentu saja Venus langsung menyambut hangat undangan tersebut. Dengan begitu Winda akan menghentikan sesi introgasinya dan beralih topik pada hal-hal lain yang lebih dia minati.

Semua karyawan langsung bergerak menuju salah satu restoran yang kebetulan letaknya tidak jauh dari kantor Venus. Restoran dengan tema keluarga itu menyediakan meja dan kursi untuk jumlah customer lebih dari enam orang. Venus memilih kursi yang berada dekat dengan jendela hingga dia bisa menyaksikan kesibukan manusia yang berlalu-lalang.

″Heh, tahu nggak kalau Pak Hartawan tuh sebenarnya ingin merayakan kepulangan keponakannya yang dari Ingris, loh,″ celetuk Winda yang duduk di dekat Venus. ″Dan, euw, lihat tuh.″ Winda menunjuk meja Romeo, nampaklah Romeo di sana bagaikan pangeran dari negeri dongeng yang tengah dikelilingi oleh para putri dari berbagai negeri. ″Romeo dikelilingi oleh berbagai macam bunga. Ada mawar, melati-″

″Semuanya indah,″ sambung Venus ceria. ″Ndi, makan. Pilih aja, mumpung si bos sedang berbaik hati. Kalau bisa pilih yang mahal sekalian. Lumayan, perbaikan gizi.″

Antena Winda langsung berdiri, jari jemarinya mulai menelusuri menu makanan dengan digit terbanyak. ″Gimana kalau yang ini, namanya aja susah, pasti enak.″

Kesibukan Winda dan Venus terhenti ketika Hartawan meminta perhatian para karyawannya, dan entah sejak kapan sosok Adrian sudah berada tepat di samping Hartawan.

Perut Venus terasa mulas, jantungnya seperti turun dari dada kemudian jatuh bergulir di atas lantai.

″Tuhan kalau bercanda lucu banget.″

***

Adrian Wijaya Kusuma, model terkenal itu ternyata keponakan yang selama ini dibanggakan oleh Hartawan Wirasena. Romeo hanya bisa duduk terdiam melihat sosok adik kelasnya di masa lalu itu. Sosok yang benar-benar tidak diharapkan kehadirannya. Setelah sekian lama, pemuda itu muncul kembali. Bagai duri dalam daging, rasanya Romeo ingin sekali mencungkil keluar keberadaan mahluk yang bernama Adrian Wijaya Kusuma. Hampir-hampir bisa dipastikan seluruh mata para Hawa dipenuhi dengan gelora asmara yang membara.

Lalu, Romeo mengalihkan perhatiannya pada sosok Venus yang terus menunduk di atas meja makan.

Impossible,″ komentar Vera yang duduk di samping Romeo. ″Model terkenal itu keponakan Pak Hartawan?″

Romeo sendiri sebenarnya juga tidak menyangka bahwa dunia itu benar-benar cuma selebar daun dedalu.

″Ini,″ ucap Romeo datar, ″terlalu luar biasa jika disebut sebagai kebetulan.″

Venus (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang