Bagian 23

4.2K 428 2
                                    

Di perpustakaan, Venus tampak terpesona dengan sebuah buku cerita yang diambilnya. ″Senior, kenapa Roro Jonggrang nggak mau nerima cintanya Bandung, ya?″

Cowok berkacamata yang duduk di sampingnya hanya menanggapi Venus dengan suara dengusan.

Kesal. Venus pun berdecak, ″Aku masih bingung deh. Cerita rakyat ini, maksudku, apa susahnya sih berkata jujur bahwa dia tuh nggak suka sama Bandung? Kenapa harus pakek acara mbangun candi dan kawan-kawannya itu?″

″Nggak semua hal bisa diselesaikan dengan sebuah kejujuran.″

Ujung jemari Venus menelusuri gambar yang tercetak di atas buku cerita tersebut. Gambar wanita mengenakan kemben dan seorang pemuda gagah rupawan yang tengah menunjuk wanita tersebut dengan tatapan menuduh. ″Aneh,″ katanya. ″Padahal, kalau si Roro berkata jujur tentang perasaannya kepada Bandung, aku yakin, dia nggak bakal dikutuk jadi batu kaya si Malin itu.″

″Cerita yang kamu bahas itu beda konteksnya.″

Venus menatap jengkel sosok yang duduk di sampingnya. ″Mereka berdua sama-sama berakhir menjadi batu.″

″Malin itu anak durhaka,″ jelas si cowok, ″nggak mau mengakui ibu kandungnya sendiri. Sementara si Roro itu telah melanggar perjanjian dengan melakukan tipu muslihat.″

″Tapi kan si Bandung juga curang,″ ucap Venus tak terima.

Mau tak mau, reaksi Venus membuat cowok tersebut mengabaikan bacaannya dan menoleh ke rekan yang duduk di sampingnya. ″Curang gimana?″

″Harusnya, si Bandung nggak minta bantuan raja jin dong buat mbangun candi. Itu pelanggaran, harusnya dia dikasih kartu merah tuh.″

Cowok itu menggeleng. Pusing. ″Kamu, jangan samakan cerita rakyat dengan sepak bola, aturannya beda.″

Venus menjulurkan lidah. ″Huh,″ katanya. ″Nggak seru ah, bayangkan, ya? Cinta ditolak kutuk bertindak. Aku nggak mau jadi orang yang kaya gitu, patah hati trus jadi pendendam. Cinta yang seperti itu terlalu berat untukku.″

Jeda sejenak. Cowok itu hanya terdiam memandang Venus, seolah ada sesuatu yang ingin diutarakannya, namun dia tidak memiliki keberanian untuk mengungkapkannya.

″Kamu tahu, ada kisah yang lebih menyedihkan daripada Roro Jonggrang.″

Venus mengerutkan dahi, tidak mengerti. ″Kisah seperti apa?″

″Kisah seorang peri yang jatuh cinta pada manusia.″

Venus diam. Mencoba memahami sesuatu yang ingin diutarakan kepadanya.

″Peri yang berjumpa manusia di hutan ek,″ ungkap Senior. ″Pemuda itu langsung jatuh hati saat melihat seorang gadis di tengah siraman sinar rembulan. Pada awalnya, sang peri hanya mengamati dari kejauhan tanpa ada sedikit pun niatan untuk mendekat. Lama-kelamaan sang peri pun semakin terpikat pada kecantikan gadis itu.

″Tiap malam sang peri akan keluar dari hutan dan pergi ke desa untuk mengamati gadis manusia yang dicintainya. Terpukau pada setiap tingkah dan polah yang dilakukan gadis itu dengan teman-temannya. Sang peri benar-benar terpikat pada keelokan yang dilihatnya.

″Sayang, kaum peri tidak boleh berdekatan dengan bangsa manusia. Maka, peri itu pun hanya bisa menyembunyikan perasaannya dari manusia yang dipujanya. Hingga akhirnya gadis itu pun menikah dengan manusia lainnya, hidup bahagia dan memiliki seorang anak. Hal itu benar-benar membuat peri itu sedih. Dia tidak pernah berkunjung ke pemukiman manusia, menghilang dari perkumpulan kaumnya, dan memilih menyepi seorang diri di perbukitan hijau.

Venus (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang