Venus menatap butiran hujan yang turun di depannya. Harusnya, hari ini dia pergi ke toko buku. Namun, sebelum Venus sempat mewujudkan keinginannya, rintik-rintik hujan terlebih dahulu membasahi bumi; meninggalkan bau basah di ujung hidung Venus.
Kurang lebih, selama lima belas menit dia berdiri di depan kelas; menyaksikan derai hujan yang bersahutan dengan alam sekitar. Teman-teman sekelasnya sudah pulang, kini dia sendirian, di sini.
Kemudian, dia menatap sosok Senior yang ternyata juga terjebak di sekolah, sama seperti dirinya.
Cowok itu berdiri di depan kelas XII IPA-2, memandang butiran air bening. Wajahnya tampak memikirkan sesuatu, pastinya Venus yakin bahwa cowok itu tidak sedang memikirkannya.
Oh ya, semua orang terlihat melankonis ketika hujan turun. Suasana yang sangat sesuai dengan Venus saat ini, menyedihkan. Kenapa hujan harus turun di saat ini, tidakkah hujan bisa turun lain kali saja?
Akhirnya, Venus hanya bisa mengembuskan napas. Berharap hujan segera reda.
***
Romeo menatap lesu butiran hujan yang turun hari ini. Tidak pernah menyangka bahwa hujan akan turun begitu derasnya. Udara sekitar mulai terasa dingin. Sial, dia tidak membawa jaket untuk melindunginya dari hawa dingin. Seharusnya, dia mendengarkan saran Hans untuk membawa jaket di saat musim hujan semacam ini. Dan kini, lihatlah. Dia hanya bisa menikmati tarian musim hujan yang diberikan alam; tetes-tetes air memercik ketika menyentuh tanah, lalu suara gemerisik hujan yang bersahutan. Setidaknya, Romeo bisa menikmatinya.
Sekitar dua atau lima menit, Romeo menatap satu titik yang ada di langit melalui kacamatanya. Sebenarnya, kacamata yang digunakannya adalah kacamata hias; tidak ada plus ataupun minus. Dia sengaja menggunakan kacamata tersebut untuk menyembunyikan penampilannya. Dahulu, ketika dia masih duduk di bangku SMP, penampilannya terlihat mencolok. Campuran darah Indonesia, Jepang, dan Jerman yang didapatnya dari kedua orangtuanya, berhasil menciptakan sentuhan keindahan tak terkira di parasnya.
Masih jelas di ingatannya, ketika dia mendapati beberapa anak cewek sibuk mencuri pandang ke arahnya, lalu pengakuan cinta yang didapatnya, surat cinta yang terselip di loker ataupun bukunya, dan yang terparah: perasaan iri yang teman-temannya rasakan.
Oleh karena itu, Romeo memutuskan untuk mengubah penampilannya ketika di SMA. Memakai kacamata norak, berpakaian rapi layaknya ketua OSIS, memilih model rambut potongan zaman melipis, dan memilih menjauh dari sekitar. Dan, rencananya sukses. Dia tidak pernah dilirik cewek mana pun, tidak ada cowok yang mendengus kesal karena cewek gebetannya lebih memilih untuk melirik Romeo, dan tidak ada lagi pernyataan cinta ataupun surat cinta dari siapa pun.
Kedamaian kembali berpihak kepada Romeo. Dia bebas.
Setidaknya, itulah yang dipikirkannya: tidak ada yang akan mendekatinya. Tidak ada siapa pun yang mendekatinya, kecuali Venus. Yah, gadis itu masuk pengecualian. Tidak semua orang bisa diusir dengan cara yang sama, dan sepertinya, gadis itu memang sedikit berbeda.
Lagi, tanpa sadar Romeo tersenyum. Tunggu ... mungkinkah ini pertanda bahwa dia ternyata.... Ah, belum tentu. Bisa saja ini hanyalah asumsi Romeo.
Dia menggelengkan kepala, berusaha mengusir pikiran yang bersarang di kepala. Lalu, kedua matanya menatap sosok yang tengah memandang hujan—sama seperti dirinya.
″Venus,″ ucap Romeo lirih.
Tentu saja, gadis itu tidak bisa mendengarnya. Suara hujan sukses memenuhi ruang yang ada di antara mereka. Dan, Romeo senang dengan keadaan seperti ini; keadaan di mana dia bisa leluasa memerhatikan Venus tanpa khawatir sedikit pun gadis itu akan menyadari tatapan Romeo.
Romeo bisa melihat bahwa Venus dalam suasana hati yang tidak baik. Bibirnya cemberut, menampakkan guratan di sekitar pipinya. Lalu, kedua matanya menatap murka butiran bening yang dijatuhkan angkasa, seolah karena itu dia jadi terjebak di sekolah.
Benar-benar, hanya memandangnya seperti ini saja bisa membuat Romeo senang. Aneh.
Kemudian, tiba-tiba saja terdengar suara guntur. Venus, spontan menutup telinganya dengan tangan. Dia langsung duduk bersimpuh. Romeo bisa melihat bahwa Venus gemetar. Dia ketakutan.
Tanpa dikomando, Romeo langsung menerjang hujan. Berlari menuju Venus, dia duduk di depannya sembari memegang kedua bahu Venus. ″Tenang,″ katanya. ″Itu hanya petir. Sebentar lagi juga reda.″
Venus mendongak, berusaha memandang si pendatang.
″Senior,″ katanya. Kedua tangannya masih menempel di telinga, enggan untuk melepasnya.
Romeo hanya tersenyum. Dia melepaskan tangan Venus dan menggantinya dengan tangannya. Kini, telapak tangan Romeo secara sempurna melindungi Venus dari suara petir.
Dengan pandangan takjub, Venus menatap Romeo tanpa berkedip. Andai bulir-bulir air tidak mengaburkan kacamata yang dimiliki Romeo, mungkin Venus bisa melihat pandangan mendamba yang serupa.
Sayang, hanya untuk saat ini saja. Mereka berdua saling menatap dalam diam.***
Entah mengapa, kenangan saat hujan turun itu begitu membekas di hati Romeo. Meski kejadian itu sudah berlalu, namun sensasi yang tertinggal masih terasa. Seolah, dia baru saja mengalami peristiwa itu.
″Kak,″ panggil Nathan.
Kepala adiknya terlihat menyembul dari balik pintu. Pemandangan yang menurut Romeo, sangat menjengkelkan.
″Ya?″
″Kenapa senyam-senyum kaya gitu?″
Romeo mengerutkan dahi. Tidak paham. ″Senyam-senyum apa?″
″Ya, kaya gitu. Idih, aneh banget. Tolong jangan tunjukan senyum semacam itu di depan mahluk hidup.″
Entah mengapa, adiknya itu benar-benar menjengkelkan. Jika diingat-ingat, Nathan serupa dengan Johan dalam hal membuat Romeo naik darah.
″Nathan....″
″Ayolah,″ sela Nathan. ″Aku ada di sini dari tadi.″
″Dari apa?″
″Dari semenjak Kakak tersenyum nggak jelas gitu. Ih, kalau nggak percaya, nih, aku udah ngerekam semuanya di sini.″
Nathan menunjukkan ponselnya, senyum jahil terlintas di wajahnya.
″Jangan—″
Belum sampai Romeo menyelesaikan kalimatnya, Nathan langsung melarikan diri sambil teriak, ″Mami! Papi! Aku punya bukti kalau Kakak sedang jatuh cinta!″
Tidak bisa ditunda lagi, Romeo harus segera menangkap Nathan dan menghapus bukti yang ada di ponsel adiknya itu.
![](https://img.wattpad.com/cover/66102659-288-k859943.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Venus (END)
General FictionArdrian, cowok yang bertanggung jawab atas sikap dingin seorang Venus kini datang kembali ke dalam kehidupan wanita yang menyatakan diri untuk tetap single selamanya. lalu Romeo, sang penggemar dari masa lalu. kehidupan Venus berubah 180 derajat. di...