Bagian 10

6.3K 549 6
                                    

Hari ini Venus sengaja memilih celana berwarna hitam dengan atasan blus berlengan panjang yang dipadukan dengan jas berwarna krem. Rambut panjangnya diikat ekor kuda. Tanpa make-up berlebih, hanya pelembap, tabir surya, dan lipstick berwarna peach. Tidak ada perhiasan yang melekat di tubuh selain gelang mawar yang ada di tangan kanan. Setelah menghabiskan nasi goreng sebagai menu utama sarapan, Venus langsung melarikan diri dari pertanyaan Miranti perihal kepulangan Venus semalam. Untung saja Miranti tidak sempat melihat sedan milik Adrian, jika tidak, bisa dibayangkan sendiri dengan level ke-kepo-an Miranti, pastinya Venus akan diinterogasi layaknya narapidana.

Berangkat ke kantor dengan mengandalkan abang ojek yang biasa menjadi langganan keluarga Venus, sekali selip maka hup, Venus sudah sampai dengan selamat di tujuan.

Seperti biasa, Venus memberi salam kepada petugas keamanan yang berdiri di lobi. Lalu, Venus memilih menaiki tangga darurat untuk menuju kubikel-nya yang kebetulan berada di lantai tiga. Venus tidak suka naik elevator dikarenakan rasa paranoidnya akan ruangan sempit. Ngeri, bagaimana jika tali atau apa pun yang menarik kotak besi itu sampai putus? Jatuh berdebum dengan kekuatan yang bisa menghancurkan tubuh manusia.

Begitulah kira-kira alasan ketakutan Venus terhadap elevator.

Sampai di lantai tiga, Venus langsung menghambur menuju kubikelnya yang kebetulan sudah dikerubungi oleh pegawai wanita. Salah satu manusia yang ikut mengerubungi itu tidak lain adalah Winda.

″Ven,″ katanya. ″Kamu nggak bakal percaya dengan apa yang kamu dapatkan hari ini.″

Setelah para pegawai memberikan ruang bagi Venus melihat apa yang Winda maksudkan, barulah Venus terkejut.

″Kamu dapat rangkaian bunga iris,″ jelas Winda, ″yang artinya aku mencintaimu dengan sepenuh hati.″

Cewek lainnya menyahut, ″Lihat siapa yang ngirim, pasti kamu bakal kena serangan jantung.″

Di sebuah kartu yang tersemat di antara kelopak bunga berwarna ungu, jelaslah sudah.

″Adrian, gila Venus!″ seru Winda. ″Traktiran dong.″

Venus hanya berkomentar, ″Oh″, sementara buket bunga tersebut diletakkan begitu saja di atas meja. Melihat raut tanpa ekspresi khas si wanita es, para penonton pun-termasuk Winda-kembali ke kubikel mereka masing-masing dengan perasaan kecewa.

Sebenarnya Venus berniat membuang bunga tersebut ke tempat sampah, berhubung Venus sadar bahwa Adrian merupakan keponakan dari Hartawan yang notabene pimpinan tertinggi di tempat Venus berkerja, dengan sangat terpaksa Venus mengurungkan niatnya. Jika Venus langsung main buang tanpa pikir, itu bisa membuat Venus dilaporkan para cewek yang tengah dimabuk sindrom Adrian. Venus ngeri membayangkan wajah Rahwana yang akan Hartawan munculkan, meskipun sosok Hartawan lebih mirip beruang madu bernama Winnie the Pooh; bentuk tubuh lebar, perut buncit, kepala setengah botak, dengan kumis tebal ala Pak Raden. Tetap saja, orang yang setiap harinya berperangai halus pun bisa berubah menjadi Buto Ijo jika perasaan terdalamnya diusik.

Aku mencintaimu dengan sepenuh hati.

Tidak salah rasanya Venus menjuluki Adrian sebagai cowok bermuka badak. Entahlah, apa yang ada dalam pikiran seorang model bernama Adrian, yang jelas Venus berniat untuk memasukkan nama cowok itu ke daftar teratas manusia yang jangan pernah dijumpai dalam hidupnya.

Tak sampai beberapa menit ponsel milik Venus berbunyi. Dengan sigap Venus segera mengangkat panggilan tersebut dan berkata, ″Ya, Ma.″

Nduk, kamu udah balikan ama mantanmu to?″

Mendengar pertanyaan aneh itu, Venus hanya bisa mengerutkan kening. ″Maksudnya?″

″Barusan, Mama terima rangkaian bunga mawar, warnanya merah. Tak kira iku dari cowok yang namane Romeo kae lo. Eladalah, begitu tak lihat di kartu ucapan, nama yang muncul malah Adrian. Seingat Mama, Adrian iku yo bocah sing pernah mbok ajak ke rumah pas SMA dulu. Pacarmu kan itu dulu?″

Venus (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang