Bagian 20

4.9K 396 1
                                    

Venus tidak bisa tidur, berkali-kali dia berusaha memejamkan kedua matanya. Berharap dengan melakukan hal tersebut, dia akan segera pergi menuju dunia mimpi. Nyatanya, rasa kantuk tak kunjung datang, satu-satunya yang ada di benak Venus hanyalah sosok Adrian dan Romeo yang silih berganti memperebutkan perhatiannya. 

Pusing. Venus merasa kepalanya akan hancur.

Tidak bisa dimengerti. Pertama, Romeo yang dulu tidak dikenalnya, pria itu justru mampu membuka pintu yang Venus tutup rapat di dalam lubuk hatinya. Menyelinap begitu saja, lalu mengurai seluruh kebekuan yang Venus ciptakan untuk dirinya sendiri. Cara Romeo bersikap, dia benar-benar mampu membuat Venus merasa nyaman. Dan yang kedua, Venus merasa tak berdaya di hadapan Adrian. Pria yang seharusnya dibenci Venus itu, bagaimana bisa Venus merasa panas-dingin ketika berada di dekatnya?

Tidak.

Venus tidak boleh bimbang. Dia tahu mana yang baik untuknya. Seharusnya ini persoalan yang mudah, dia bisa menolak kehadiran Adrian dan masa bodoh jika Adrian nekat memaksakan kehendaknya. Venus tidak peduli.

Kenapa rumit sekali?

Baiklah, jujur Venus dulu pernah menaruh hati kepada Adrian. Tapi, itu lama sekali. Hal itu terjadi karena Venus masih hijau dan tidak tahu mana yang baik dan buruk. Adrian itu buruk, seperti gorengan yang bisa menyebabkan kolestrol tinggi dan penumpukan lemak.

Tapi dia terlalu susah untuk ditolak.
Tuh kan, bisik suara hati Venus, kamu tidak bisa jujur.

Romeo. Adrian.

Siapakah yang sebenarnya Venus rindukan?

Siapakah yang benar-benar dinginkan oleh Venus?

Sosok dari masa lalu ataukah yang lainnya?

***

Romeo menatap murung ponselnya yang tergeletak di atas meja. Suasana kamar yang harusnya menenangkan itu terasa begitu menekan ketika Romeo memendam sesuatu di dalam benaknya. Padahal dia sudah mendapatkan nomor ponsel Venus. Johan, sahabat yang kadang tidak dibutuhkan itu ternyata bisa sangat berguna di saat tertentu. Awalnya Romeo ragu mengutarakan niatannya untuk meminta nomor ponsel Venus, namun ternyata sahabatnya itu memiliki pendapat lain.

″Romeo,″ katanya. ″Aku rasa tidak masalah jika kamu pengen PDKT dengan Venus. Bro, aku dulu sempet khawatir kamu itu gay. Abisnya, semua cewek di sini nggak ada yang bisa bikin kamu merem-melek. Nggak tahunya, seleramu yang kaya gitu. Nih, nomornya. Semoga sukses ya, Bro.″

Antara ingin berterima kasih atau melempar batu ke arah Johan, akhirnya Romeo hanya menatap pongah sosok Johan yang mulai tersenyum jahil ke arahnya. Romeo tahu, Johan pasti memikirkan sesuatu. Biarlah, selama dia bisa menolong Romeo, kejahatan Johan akan termaafkan.

Berbagai macam kalimat pembuka dirancang Romeo untuk salam perkenalannya dengan Venus via SMS, namun akhirnya yang bisa Romeo tulis hanyalah;

Venus, maaf tadi aku nggak bisa nemenin kamu.

Dia bahkan lupa membubuhkan identitasnya. Jika sampai Venus tidak menghiraukan SMS-nya, maka itu tidaklah mengherankan. Namun sepertinya Tuhan berkata lain, tak lama kemudian Venus pun membalas pesan tersebut;

Venus
Romeo?
Nggak masalah kok.
Eh, dapat nomorku dari siapa?

Dia merespon? Tanpa ragu, Romeo pun memulai percakapan singkatnya bersama Venus.

Romeo 
Johan. Aku nggak nganggu, kan?

Venus
LOL.
Kamu justru menyelamatkanku dari kebosanan.
BTW, aku kayaknya kekenyangan.

Venus (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang