Seorang gadis muda tampak sedang asyik bersantai di tepi kolam renang. Di tangan kanan-nya terselip sebuah novel bergenre romance.
Sheron nama gadis itu, terlihat larut dalam baca'an-nya, dengan posisi setengah berbaring di atas sebuah kursi santai. Sesekali ia tersenyum dan mengernyit, ekspresinya nampak sangat lucu dan menggemaskan.
Tak jauh dari tempat gadis itu duduk, tampak beberapa pria berjas hitam berdiri menjulang dengan ekspresi kaku dan waspada.
Sesekali para pengawal itu mencuri-curi pandang ke arah Sheron dari balik kacamata hitam yang mereka kenakan. Sheron tentu saja sangat menyadari hal itu, tapi dia tetap bersikap cuek dan tak perduli.
Gadis itu memang sangat menawan dengan mata birunya yang bulat dan bening. Hidungnya yang bangir, serta kulitnya yang putih mulus bak pualam, di tunjang dengan postur tubuhnya yang tinggi ramping dengan rambut coklat bergelombang sebatas pinggang, membuat penampilannya nampak sempurna di mata kaum Adam.
Tidak berapa lama, seorang pelayan muda menghampiri gadis itu dengan menunduk hormat.
"Nona She, kedua orang tua anda sudah menunggu di meja makan, mereka memanggil anda untuk sarapan." Ucap pelayan itu sopan.
"Terimakasih Luna, aku akan kesana sebentar lagi," ucap Sheron pada pelayan itu.
Pelayan itu menunduk hormat, dan kembali melangkah meninggalkan Sheron setelah menyampaikan pesan dari kedua majikannya.
Sheron meletakkan buku novelnya lalu berdiri dan melangkah ke ruang makan, yang segera di ikuti oleh salah satu pengawal bernama Rido, yang di tugaskan sementara sebagai bodyguard pribadinya.
Di meja makan kedua Orang tuanya telah menunggu, Sheron lalu menempatkan bokong seksinya di kursi meja makan, setelah Rido menarik salah satu kursi dan mempersilahkan gadis itu untuk duduk.
Ya, Sheron adalah putri tunggal dari seorang milyuder terpandang, sehingga tidak heran, jika ia di perlakukan layaknya seorang putri bangsawan.
"Terimakasih." Ucapnya sambil tersenyum ramah, pengawal itu mengangguk membalas ucapan gadis itu.
"Bagaimana kabarmu pagi ini sayang," sapa Papanya yang duduk di ujung meja panjang berbentuk persegi.
"Hmmm... Aku baik Pah, seperti biasanya," jawab Sheron sambil meyeringai lucu.
Kedua orang tuanya Jason dan Gloria, tersenyum manis melihat tingkah Putri tunggalnya yang terlihat manja, di usianya yang kini memasuki 18 tahun.
Beberapa pelayan segera menata beberapa hidangan makanan yang tampak menggugah selera.
Mereka bertiga makan dengan anggunnya, suasana ruang makan tampak tenang, sesekali Sheron menyesap air putih dingin di gelas kaca miliknya.
+++
"Mah, bisakah Sheron bersekolah di sekolah umum seperti yang lain?" Tanya gadis itu penuh harap, setelah keheningan sekian lama tercipta di antara mereka berdua.
Saat ini mereka berdua sedang berada di taman belakang dengan kebun bunga beraneka warna. Di hiasi kolam ikan berundak dengan air serta patung dewi bersayap yang nampak menawan, sejak keberangka-tan Papanya ke kantor 30 menit lalu.
"Maafkan Mama sayang, tapi kau tetap harus melakukan home schooling di rumah," jawab Gloria lembut, sambil mengusap rambut putrinya penuh kasih sayang.
"Tapi She bosan Ma, setiap hari harus terkurung di rumah. She ingin sekali merasakan kehidupan seperti remaja-remaja lainnya. Punya teman, berkumpul dan jalan- jalan bersama teman teman sebaya She," protes gadis itu pelan.
"Mama mengerti sayang, tapi kau harus sadar kalau kita bukan berasal dari keluarga biasa. Ada beberapa orang yang mencoba untuk mengincar nyawamu sejak kau masih kecil. Walau kami berdua tidak tahu apa tujuan mereka sebenarnya. Mama tidak ingin kejadian yang lalu menimpamu kembali, kau hampir saja terbunuh waktu itu nak, dan Mama tidak mau kehilanganmu," ucap Gloria menjelaskan dengan sabar.
"Bagaimana jika She menya-mar saja. She rasa tidak akan ada yang akan mengenali penyamaran She Ma," ucap gadis itu mengusulkan idenya.
Mamanya menggeleng pelan, membuat She mengerucut-kan bibirnya dengan mimik kecewa.
"Tidak bisa She, Mama dan Papa tidak mau mengambil resiko itu, hal itu terlalu berbahaya Nak, Mama mohon mengertilah," ucap Gloria lagi sambil menatap paras putrinya lembut, meminta pengertian gadis itu.
She tidak dapat berbuat apapun. Walaupun dia sangat ingin, tapi dia juga tidak mau membuat kedua Orang tuanya sedih dan khawatir.
Gadis itu pun akhirnya mengangguk lemah tanpa membantah lagi.
TBC
KAMU SEDANG MEMBACA
Black Love
Non-FictionCinta seharusnya indah Cinta seharusnya tulus Cinta seharusnya bahagia Cinta seharusnya tidak menyakiti Cinta seharusnya saling berbagi Cinta seharusnya menerima perbedaan Tapi dapatkah cinta bertahan, jika orang yang kau cintai tidak mengingink...