Arga/Nik terbangun dari tidurnya dengan wajah pucat. Peluh tampak membasahi tubuh dan keningnya, ia terlihat sangat Frustasi.
"Mengapa mimpi buruk ini datang kembali, aku sudah lama tidak memimpikannya, tapi mengapa semua ini datang lagi." desahnya pelan sambil mengusap kasar wajahnya.
Lelaki itu memijat pelan pelipisnya yang tiba-tiba terasa nyeri, sekelebat kejadian masa lalu kembali menghampiri ingatannya. Tentang panti tempat tinggalnya yang terbakar, juga teman baiknya yang tewas secara mengenaskan dalam peristiwa kebakaran tersebut.
Itu hanya masa lalu, semua sudah lama berlalu, dan aku tidak ingin mengingatnya lagi.
Tapi kenapa semuanya hadir kembali dan tampak sangat nyata.Dengan lesu, ia bangkit dan mengambil air putih di atas nakas yang terletak di samping tempat tidurnya.
Ia kembali meletakkan gelas kosong itu di atas nakas, setelah meneguk habis isinya.
jam masih menunjukkan pukul 2 dinihari. Pemuda itu kembali merebahkan tubuhnya. Mencoba untuk melanjutkan tidurnya yang sempat terganggu oleh mimpi buruk.
+++
She baru saja kembali dari taman, cuaca pada pagi hari ini begitu cerah. Gadis itu berjalan santai sambil bersenandung riang. Di dalam ruang dapur, Arga/Nik memperhatikan gadis itu dengan sorot dinginnya yang tak terbaca.
"Kopi Nik," tawar salah satu teman seprofesinya. Saat ini mereka semua sedang berada di dapur belakang mansion. Di sana terdapat sebuah meja besar, dan kursi-kursi kayu yang biasa di gunakan para pelayan untuk bersantai.
Lelaki itu mengalihkan pandangannya dari jendela besar yang mengarah ke taman tadi. Pemuda yang bernama Rido itu lalu menyerahkan kopi panas yang masih mengepul, dalam wadah gelas berukuran sedang.
"Thanks," jawab Nik singkat sambil menerima gelas kopi dari tangan Rido.
Pemuda itu lalu merapatkan tubuhnya ke arah Nik, dan mulai berbisik.
"Lihatlah, sejak ada kau para pelayan cantik di sini tidak pernah bisa berada jauh dari dapur," bisik Rido, sambil melirik para pelayan yang sejak tadi berusaha mencari perhatian rekan kerjanya ini.
"Aku tidak perduli," jawab Nik tak acuh. Ia kembali menyesap kopinya, tanpa sedikitpun memandang ke arah para gadis yang menatapnya penuh arti.
"Ah kau ini. Kalau aku jadi dirimu, sudah kupacari salah satu dari mereka, apalagi gadis yang berdiri di dekat lemari pendingin itu, dia sangat cantik." Liriknya kagum, pada seorang gadis remaja berambut pirang, yang tidak berhenti mencuri-curi pandang ke arah Nik.
Pemuda di sebelahnya hanya diam tanpa memberikan tanggapan, tetap cuek pada keadaan di sekitarnya.
Rido kembali melanjutkan kata-katanya, masih dengan berbisik.
"Ya ... Walaupun tidak akan sebanding dengan anak majikan kita," bisik Rido lagi.
Nik menoleh kesal kearah Rido, "bisakah kau berhenti membicarakan para pelayan itu, aku sudah muak untuk mendengarnya," desis Nik pelan. Ia lalu berdiri dan melangkah begitu saja meninggalkan area dapur dengan mimik kesal, masih bersikap tak acuh pada para pelayan muda yang sejak tadi tersenyum manis padanya.
Nik melanjutkan kembali langkahnya. Pemuda tampan itu segera memasuki ruang olahraga, yang di biasa di gunakan sebagai tempat para bodyguard untuk berlatih sekaligus berolah raga.
KAMU SEDANG MEMBACA
Black Love
Non-FictionCinta seharusnya indah Cinta seharusnya tulus Cinta seharusnya bahagia Cinta seharusnya tidak menyakiti Cinta seharusnya saling berbagi Cinta seharusnya menerima perbedaan Tapi dapatkah cinta bertahan, jika orang yang kau cintai tidak mengingink...