Aku berdiri di depan pintu cokelat yang sangat ku rindukan. Bahkan sebuah pintu dapat ku rindukan.. aku pasti sudah sangat gila! Dengan bimbang aku masih berusaha untuk mengetuk atau tidak pintu itu. Bagaimana jika aku diusir seperti waktu itu? Atau bagaimana kalau dia malah menculikku dan tidak mau aku pulang?
"Hoooh, aku takut!" gumanku sembari berputar-putar di depan apartment Yui dengan tangan mengacak-acak rambutku. Aku terdiam beberapa saat dan memutuskan untuk mengetuknya.
tok tok tok
Tok tok tokTidak ada jawaban. Sedetik, dua detik, "ah, dia tidak ada dirumah..." ujarku sedikit kecewa, "mungkin lebih baik aku menunggunya saja..."
Akupun berbalik dengan wajah tertekuk. Penyesalan datang mulai teraduk di dadaku, namun sebuah cahaya menghentikan langkahku. Cahaya dari belakang, dari ruangan Yui.
"Paru?"
--
"Minumlah," perintahnya dengan nada datar. Aku mengangguk, menunggu dirinya duduk dan menikmati secangkir teh yang baru ia buat.
"Ada apa?" Tanyanya to the point tanpa basa-basi dan tanpa melihat kearahku sama sekali. Aku menghela nafas, mengumpulkan keberanian yang bahkan aku sendiri tidak tahu akan datang darimana. Ku biarkan waktu berlalu beberapa detik hingga aku sadar Yui kini mulai menunggu,
"... aku.." ku hentikan perkataanku karena takut, kenapa sangat sulit hanya untuk berkata maaf? Ku tarik nafasku lagi, "aku.. minta maaf,"
Yui menatapku, "untuk?"
"Semuanya!" Jawabku, "maaf membuatmu merasa sedih saat kejadian itu, aku.."
"Sedih?" Dia mengeritkan dahi, "aku?"
Dia tertawa, "humormu boleh juga, Shimazaki!"
"K-kenapa tertawa?!"
Dia melihat kearahku, mata hitamnya membuat jantungku terpompa dua kali lebih cepat seperti sehabis berlari-lari, dibiarkannya waktu berlalu beberapa saat, "aku tidak mudah memaafkan orang, kau tahu?"
Aku menggeleng kepala kemudian,
"A-apa.. yang bisa ku lakukan untuk dimaafkan olehmu?"
Dia bergeming lalu menatapku, perasaanku tidak enak. ia menaikkan senyumnya, "jawab pertanyaanku.."
"Apa kamu mau menjadi kekasihku?"
--
"Aku tidak tahu kalau mereka saling kenal," ucap Yuria sembari menenangkan temannya yang terlihat sangat - sangat kesal itu.
"Pokoknya aku ingin Yuihanku kembali!" Seru Anna dengan nada kasar, "kau! Bantu aku!"
"Tapi, Annin..."
"Tidak ada tapi-tapian! Kamu mau perusahaan ayahmu ku hancurkan?!" Annin mulai mengancam, "aku bisa melakukan apapun tanpa kendali ayahku lagi, kau tahu itu!"
Yuria terdiam. Jujur, ia tidak mengira temannya ini masih sama sombongnya seperti dulu. Ia menghela nafas sangat berat, "ba-baiklah... apapun demi kamu,"
"Bagus!" Annin tersenyum, "kita harus susun rencana!"
--
"Aku tidak tahu apakah ini..." aku berhenti berbicara begitu jari telunjuk Yui menempel lembut di bibirku. Ia kembali melihatku,
"Hanya jawab Iya atau Tidak. Aku hanya ingin mendengar salah satu dari itu, tidak yang lain"
keringat dingin membasahi tubuhku, sialan.. kalau gugup seperti ini, aku tidak bisa berfikir jernih. Apa yang harus ku lakukan? Tolong aku, Rena! Datanglah!
--flashback
"Kau yakin ingin kerumah Yui? Kau tidak membencinya lagi?"
ku lirik tajam Rena disebelahku
"Baiklah, aku hanya bercanda" sambungnya. aku kembali menyisir rambutku di pantulan cermin, Rena benar, aku tidak bisa membohongi perasaan ku sendiri. Aku merindukannya dan ku rasa aku menyukai Yui sekarang. Suka dalam artian, suka sesungguhnya.. bukan suka karena sesuatu hal.
Aku sayang Yui, aku mulai bisa mengakui itu.
Tapi, apa Yui juga sayang dan suka dengan tulus padaku? Apa dia hanya membuat diriku menjadi pelarian? Aku bimbang,
--
"Kau diam?" Tanya Yui, "apa itu artinya 'tidak'?"
Aku menunduk, "Yui, aku belum siap". Yui menegakkan posisinya, memegang kedua pundakku dan melihat ke dua mataku.
"Ada apa? apa yang membuatmu belum siap?"
Perasaanmu sesungguhnya,
Itu yang membuatku belum siap
"Aku..."
Tuhan, jantungku serasa hampir meledak!!!
Tet tet tet tet, suara ponselku berdering. Pertanda bahwa ada panggilan masuk dari seseorang. Dengan cepat ku jauhkan tubuh Yui dan memencet panggilan di layar.
"hallo?"
Aku mengeritkan dahi beberapa saat,
"Yuria? Ada apa?"
"shimazaki, apa aku menganggumu?"
"T-tidak juga. kenapa?"
"Mau kembali menemani aku jalan? Aku butuh teman?"
"Ka-kapan?"
"Besok. Di stasiun biasa jam dua. Ok? Aku menunggumu,"
Aku menatap Yui sejenak, "besok jam dua. Tempat biasa, aku akan menghubungimu kalau bisa. Ok?"
--
"Bagaimana apa berhasil?" Tanya Anna dengan sedikit angkuh. Yuria mengangguk,
"Dia akan mengkonfrimasi besok,"
"Bagus!" Seru Anna. "Show time, bitch"
--
"Siapa?" Tanya Yui.
"Temanku. Dia mengajakku pergi, besok"
"Kemana?"
Aku menindikkan bahu, "entahlah"
Yui menatapku, "hati-hati"
"Perasaanku tidak enak," sambungnya. Aku melihat kearahnya sembari tersenyum. "Aku tidak akan kenapa-napa, aku janji"
"Baiklah, atur saja sesukamu"
My private class: 10
End
KAMU SEDANG MEMBACA
My Private Class
RomanceSeorang guru private yang mengetahui masalaluku dan berpengaruh pada masa depanku ini, Membuatku menggila. [Completed]