19. flashback (2)

3.4K 216 6
                                    

"Dimana ayah?" Tanyaku begitu akhir bulan tiba. Aku merindukan mereka, sungguh. Apa pekerjaan begitu penting hingga mereka melupakan aku?

"Paru, bersabarlah. Mungkin mereka sibuk," Rena menepuk pundakku, menyuruhku bersabar. Bagaimana aku bisa sabar? mereka ayah dan ibuku sendiri.

--

"Mengambil alih perusahaan pusat? Apa bibi yakin dengan hal ini?" Tanya Yuihan pada bibi --ibunya Rena-- dengan heran.

"pada dasarnya, bibi tidak punya basic yang cukup untuk memimpin perusahaan sebesar itu," jawab bibi sembari menatap mata Yuihan dengan sangat yakin, " kamu juga lulus kuliah sebentar lagi, bagaimana kalau kamu yang mengambil alih perusahaan ini?"

"Bagaimana dengan hasil pendapatan?" Tanya Yuihan lagi, "aku tidak mungkin mengambil persen yang banyak.."

"Karena hak alih waris ada pada nama Haruka, itu terserah pada Haruka. Tapi karena Haruka masih kecil, walinya yang harus bertanggung jawab. Dan aku, yang bertanggung jawab akan hal ini."

"Baiklah, kalau begitu.. bagaimana jadinya?"

"Selama Haruka belum bisa memimpin perusahaan, kau akan mendapatkan 70% dari penghasilan perusahaan dan hak untuk mengatur semua kendali. Dan Haruka, dia akan mendapatkan sisanya dan hak untuk mengambil semuanya saat dia sudah cukup untuk mengatur semua" jelas bibi, "jadi, bagaimana, Yui?"

"... baiklah, aku setuju"

--

Rena menatap Yui, "Yuihan, ada apa?"

"Tidak," ia kembali ke posisi duduknya semula, ".. aku hanya gugup dengan pengumuman surat wasiat ini,"

"Ku dengar surat itu dibuat sebelum kedua orang tua kau dan Paru meninggal," sambung Rena dibalas oleh anggukan Yui.

"Dimana Haruka, kenapa dia tidak datang? Bukannya ini acara penting?"

"Dia.. tidak tahu kalau ortunya meninggal. Kau tahu, dia anak tunggal, dia sebatang kara.." jawab Rena sedikit lirih.

"Oh, maaf. Aku tidak bermaksud.. aku pikir dia sudah tahu,"

"Cepat atau lambat dia akan tahu soal ini, tapi entah aku tidak berani mengatakannya.." Yui tersenyum dan menepuk pundak Rena, mencoba menenangkan gadis itu.

--

"Isi surat wasiat itu mengatakan kalau anak keluarga Shimazaki dan Yokoyama harus bersanding? Itu maksudnya apa?" Tanya bibi di perjalanan pulang.

"Apa maksudnya Yui dan Paru harus menikah?" lanjut Rena menatap Yui yang sedari tadi diam berfikir di kursi belakang.

"Entahlah, aku tidak tahu pasti..." ucap Yui, "maafkan aku, bi"

"Bukan salahmu, Yui. mungkin ada sesuatu hal yang membuat orang tuamu dan Haru bersepakat demikian..." Rena mengangguk, menyetujui perkataan ibunya.

"Kita tidak ingin ini semua terjadi, Yui. tidak ada bahkan malaikat sekalipun tak akan tega melihat ini," lirih Rena.

"Kau benar, Ren. Aku akan berusaha.."

--

"Aku ingin ibu dan ayah kembali pulang.." doaku dalam hati, "Tuhan, dimanapun mereka sekarang... aku ingin, mereka ada untukku.."

"Paru, kami pulang!" Seru Rena. Aku berlari dari lantai dua menuju dasar dan memeluk Rena erat. Pernahkah aku beritahu kalau dulu aku sangat kekanak-kanakkan padanya?

"Ugh, anak manja!" Rena membalas pelukku, "kau tumbuh makin dewasa Paru,"

--

My private class: 19
End

My Private ClassTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang