Bab 2

18.6K 1.1K 16
                                    

hai semuaaaa

Semoga ada yang mau baca tulisanku ini yaaa

Semoga masih ada yang mau menunggu ceritaku ini, bab-bab awal memang belum jelas alurnya

pelan-pelan sajaaaaaaa

jangan lupa kasih vote dan komentnya yaaa

selamat bacaaaaa



Aku masih menatap takjub kepada pria yang berdiri angkuh di hadapanku, pria yang membuat bola mataku tidak berkedip memandangnya. Ya tuhan! Aku memegangi dada dengan telapak tangan sedikit gemetar, mungkinkah aku sekarang sedang bermimpi?

"Jadi?" Pria itu melayangkan tatapannya dengan sorot mata geli, mata madunya menelusuri penampilanku yang seadanya namun tidak terkesan seksi menggoda. Kaos kebesaran yang dipadu dengan hotpant berwarna coklat menampakkan kakiku yang kecil dan tidak terlalu panjang. Sepertinya tubuh tinggi langsing sudah dimonopoli oleh kakakku.

Pria itu juga terlihat menahan senyumnya ketika tidak menemukan polesan kutek di kukuku, karena arah pandangannya mengamati kuku-kuku di kakiku yang hanya mengenakan sandal jepit murahan. Mungkin benak pria itu juga dipenuhi dengan pemikiran, betapa berbedanya penampilanku yang sangat berlawanan dengan kak Luna. Dan akupun masih nyaman dengan dua kepangan rambut yang menjuntai, sayangnya aku tidak memakai kacamata bulat seperti kutu buku.

"Oh! Masuk saja dulu, Om! Kak Luna sebentar lagi turun kok!" senyum manis segera kupasang untuk menghiasi wajahku. Aku lalu membuka pintu rumah lebar-lebar agar pria itu dapat masuk dengan leluasa ke dalam rumah mengingat tubuhnya yang super bongsor.

Pria itu memperkenalkan diri sebagai Edward Castleford, kekasih kak Luna yang beberapa saat lalu diceritakan kepadaku. Betapa tadi aku merasa sangat kesal, karena baru saja selesai beberes dapur, tetiba ada yang memencet bel rumah secara terus menerus. Aku sudah memanggil kak Luna berkali-kali untuk membukanya, tetapi sepertinya kak Luna sama sekali tidak ingin menampakkan batang hidungnya.

Aku melempar serbet asal entah kemana, sebelum akhirnya berjalan seperti banteng yang melihat matador dengan kain merahnya. Aku sudah siap memaki bahkan memukul siapapun yang bertamu di jam yang tidak tepat dan dalam suasana yang tidak memungkinkan. Namun begitu pintu rumah terbuka, makian dan semprotan merica yang sudah aku siapkan seakan tertelan kembali, raib entah kemana. Mataku seakan dipenuhi berjuta kilau bintang, manakala melihat penampakan malaikat tampan di depanku.

"Om?" Pria itu seolah tidak suka dengan sebutan yang aku lontarkan, tapi aku rasa usianya memang berada di atas kak Luna. Dia terlihat langsung memasang wajah dingin dan datar, dan aku hanya membalasnya dengan ringisan di bibir.

"Silahkan duduk dulu, Om. Oh, ya! Om, mau minum apa? Biar nanti saya buatkan sambil menunggu kak Luna selesai berdandan." Aku berusaha berucap dengan ramah hingga membuat wajah lelaki itu sedikit mencerah. Dia pasti pria yang selalu dipuja wanita, dan dia tidak pernah berhubungan dengan gadis muda sepertiku.

"Ya? Saya minta air putih dingin saja." Akhirnya setelah beberapa lama, pria itu menjawab juga meski masih dengan muka enggan.

"Baiklah! Tunggu sebentar ya." Aku kemudian membawa tubuhku berlalu ke dalam rumah, meninggalkan Edward sendirian di ruang tamu. Sekilas aku melihat pria itu meraih sebuah majalah, di mana kak Luna menjadi model sampulnya.

Kak Luna berpose dengan memakai gaun seksi berwarna merah menyala dengan potongan dada setengah terbuka, membuat mata pria yang melihatnya pasti penasaran setengah mati dengan isi di dalamnya. Bibir pria itu menyunggingkan sebuah senyum kecil, seperti sebuah bentuk kemenangan karena hanya dirinya yang dapat melihat seluruh tubuh seksi nan molek itu.

Dear, Sasi (Sudah Terbit) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang