Update lagiii
Typo bertebaran yaa
Makasih kemarin yang udah memberi masukan dan cek typo
Terima kasih juga yang udah vote dan komennya ya
Ayuk diramaikan juga dong bab ini Heee
Yang belum pesen Novel "Panji dan Anjani" masih ada stok yaa
Boleh inbox FB Maya Batari atau inbox FB Djantik Publisher
Happy Reading
Aroma teh melati hangat membuyarkan mimpiku, membuatku membuka kedua mata hanya untuk menyaksikan pemandangan luar biasa. Kamar itu bercat biru tua dengan siraman warna coklat pada kusen dan daun jendelanya yang besar. Semilir angin sejuk dapat masuk dengan leluasa melalui lubang ventilasi lebar itu. Ada sebuah perapian dengan sofa kecil berwarna coklat di salah satu sudut ruangan, selain itu tidak ada lagi perabot yang menghiasi kamar itu. Seolah sang pemilik memang tidak pernah menggunakan kamar itu.
Tubuhku tidak lagi meringkuk kedinginan di dalam gudang pengap, gelap, dan penuh dengan serangga. Aku kini terbaring di ranjang besar yang hangat, bersih, dengan selimut tebal bergambar harimau Bengal yang sangat nyaman. Sekali lagi aku mengerjap, memastikan jika semuanya memang bukanlah mimpi.
Sepertinya pakaian yang semalam kugunakan juga telah diganti dengan baju tidur terbuat dari bahan sutra pink polos yang sangat nyaman di kulit. Ketika aku menoleh, bibi ternyata sedang duduk di sebuah kursi tidak jauh dari ranjang. Ada kelegaan di wajahnya begitu melihatku terbangun, dan dengan susah payah aku menyeret tubuhku untuk bersender di kepala ranjang.
"Syukurlah, akhirnya non bangun juga. Saya sudah sangat khawatir, terlebih ketika Tuan besar membawa tubuh Non yang tidak sadarkan diri." Bibi mengambil gelas berisi di atas nakas, lalu menyodorkannya dengan lembut kepadaku.
Rasa lega menyelimuti kerongkonganku ketika benda cair itu menyentuh bagian dalam leherku. Di dalam otakku masih berputar peristiwa semalam, suasana mengerikan yang membuat bulu kudukku merinding. Angin kencang yang seperti suara seribu hantu, hujan deras yang menghancurkan puing-puing bangunan, dan aku sangat takut pada kegelapan. Gudang itu sudah merongrongku dengan bayangan hitam yang membuatku menggigil, seolah menutupi mataku hingga ke ujung kaki.
"Bagaimana dia menemukanku?" mataku menatap pada daun pintu yang berderit pelan, sesosok pria memakai kaos polo putih dan celana pendek berwarna senada, memasuki ruangan dengan wajah bersimbah keringat.
Tatapan kami bertemu pada satu titik, membuat darahku berdesir. Namun hanya sekilas karena dia kemudian mengacuhkanku, seolah aku tidak ada saja di dalam kamar ini.
Bibi mengelus tanganku sejenak, sebelum akhirnya beranjak meninggalkanku hanya berdua dengan Ed. Begitu pintu sudah tertutup, aku merasa sedang terjebak di sebuah gua salah satu kawasan Antartika.
Aku berusaha menahan degup jantungku yang meliar, membiarkan mata coklatnya menelusuri tubuhku yang masih setengah tertutup selimut. Tenggorokanku terasa kering, bibirku bergetar, dan tanganku hanya mampu memegang erat ujung selimutku.
"Terima kasih." aku menerima gelas berisi air putih yang sudah dia sodorkan kepadaku. Pinggiran ranjang terasa melesak menahan bobot berat tubuhnya yang kini sudah duduk menghadapku. Aku menelan benda cair itu hingga tak bersisa.
Sekali lagi tangannya menjangkau sandwich berisi daging asap di atas nakas, lalu mengangsurkannya kepadaku. Aku menerimanya dengan sedikit enggan, tapi rasa lapar sudah menggerogotiku sedemikian kejamnya. Tidak membutuhkan waktu lama ketika roti berbentuk persegi itu sudah berpindah semua ke dalam perutku.

KAMU SEDANG MEMBACA
Dear, Sasi (Sudah Terbit)
RomanceSasi Kirania, gadis 19 tahun yang terpaksa terjebak dalam sebuah pernikahan yang tidak diinginkannya bersama seorang pria keturunan ningrat Inggris. Dia hanyalah pengganti dari kakaknya, yang melarikan diri di hari pernikahannya. Meski sesungguhnya...