haiii, met libur panjang yaaa
Ih, kenapa yah cerita ini sepi pembaca?
Ayo dong ramaikan, biar Maya tambah semangat nulisnyaa
Aku menahan degup jantung yang bertalu demi melihat penampilan indah dari Edward, pria paling tampan yang pernah aku temui. Edward mengenakan tuxedo berwarna hitam yang terlihat pas membalut tubuhnya yang tinggi dan memiliki otot bertonjolan di tempat yang sesuai. Pria itu terlihat kian maskulin dengan kulit coklat yang dimilikinya, kulitnya tidak pucat seperti kebanyakan pria dari negaranya.
Rambut coklat perunggu pria itu dibentuk dengan wax sedemikian rupa, hingga terlihat makin menonjolkan wajah aristokratnya. Wajah tampannya ditopang rahang kokoh dengan bibir tipis nan begitu seksi, dan pria itu tengah menatapku intens. Edward melemparkan senyum manisnya, dan aku yakin jika malam nanti tidak akan mudah terlelap karena mengingat pria itu.
Aku mengalihkan pandangan dengan cepat, tentu saja karena tidak ingin lebih terpesona kepada kekasih kakakku. Cukup sekali saja debaran yang salah itu memenuhi rongga dada, aku sungguh tidak mau meneruskannya.
"Ini tante Ivone, ia adalah adik mendiang papa tiri saya. Selama ini beliau dan anak-anaknya tinggal di rumah saya, karena saya memang jarang tinggal di Jakarta kecuali jika ada urusan mendesak dan tidak mungkin diwakilkan." Edward memperkenalkan sosok wanita paruh baya yang masih terlihat bugar tanpa kerutan begitu kami telah selesai bersalaman dan duduk di kursi masing-masing.
"Sejujurnya aku ada acara arisan bulanan di rumah salah satu istri pejabat negeri ini, tetapi karena Ed memaksaku harus ikut dengannya, maka apa boleh buat?" Kak Luna dan aku hanya saling berpandangan demi mendengar ucapan sinis wanita itu. Kami yakin, bukan masalah mudah untuk memasuki keluarga Castleford jika nyonya rumahnya saja demikian arogan.
"Terima kasih karena tante sudah mau menemaniku untuk menemui calon keluarga baruku." Edward menggenggam jemari berkutek merah menyala itu dengan sorot penuh pemujaan, seolah ucapan sinis Ivone adalah nada termerdu dari seorang penyanyi Sopran.
"Sama-sama."
Wanita itu menarik bibirnya sekilas, bukan bentuk senyum ramah seorang bangsawan tetapi lebih pada penggambaran kesombongan dan ketidaksukaan. Bahkan wanita itu tidak mau repot-repot meski hanya menyapa tamunya, ia hanya duduk bersandar dengan mata awasnya mengamati satu persatu anggota keluarga Pratama. Sementara Edward sudah sibuk berbincang dengan kedua orangtua kami, dan aku sibuk menanti hidangan mewah yang akan disajikan oleh para pelayan.
Edward memilih restoran dengan nuansa alam terbuka di tepi teluk untuk merayakan pertunangannya dengan kak Luna. Sesekali terdengar debur ombak memecah di tepi pantai, sementara angin semilir yang datang dari arah laut berhembus lembut menyapa kulit. Suasana pantai tidak terlihat jelas, hanya lampu-lampu dari atas perahu nelayan yang terlihat berkelip dari kejauhan.
Aku menatap sekeliling, ada sekelompok pemain orchestra yang tengah memainkan musik klasik lembut menyapa gendang telingaku. Semua tempat dipenuhi dengan buket mawar merah, di mana ketika tertiup angin laut akan menguarkan keharuman di sepanjang tempat itu. Sayangnya, lampu di ruangan itu dibiarkan menyala terang. Mungkin jika hanya berpenerangan nyala lilin, suasana di sana akan semakin syahdu. Akan tetapi, Edward memang tidak mengajak kak Luna untuk menikmati makan malam berdua, ia mengundang seluruh anggota keluarga Pratama sebagai saksi peristiwa indahnya.
Semua orang masih mengagumi dekorasi romantis yang pasti telah dipersiapkan oleh Edward jauh-jauh hari. Aku tersenyum kepada kak Luna, yang kelihatannya masih setengah hati menerima kenyataan bahwa dirinya akan segera terikat dengan seorang pria.
![](https://img.wattpad.com/cover/68200480-288-k956049.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Dear, Sasi (Sudah Terbit)
RomanceSasi Kirania, gadis 19 tahun yang terpaksa terjebak dalam sebuah pernikahan yang tidak diinginkannya bersama seorang pria keturunan ningrat Inggris. Dia hanyalah pengganti dari kakaknya, yang melarikan diri di hari pernikahannya. Meski sesungguhnya...