Adakah merindukan sayah? Eh, maksudnya Sasi?
Sebelumnya terima kasih buat kalian yang kemarin udah membanjiri lapak ini dengan voe dan komentarnya ya, makasih yang udah rajin nyuruh saya update dan lanjut namun apadaya lemarin banyak kerjaan yang menyita tenaga dan waktu saya.
Berhubung ini mau puasa juga, jadi ini posting terakhir sebelum puasa ya, dan dilanjut setelah lebaran yaaaa
Iya, soalnya kalo diposting pas puasa, takut banyak yang baper dan batal,
#Iyainaja
Sebelumnya mohon maaf lahir batin ya, kalo saya selama ini bikin kalian PHP heee
Pokoknya selamat menjalankan ibadah puasa bagi yang menjalankan, semoga hati kita menjadi bersih kembali dari di hari raya idhul fitri nanti
Selamat membaca ya,
Miss typo mo lewat juga
"Kamu tidak makan?" tanya Edward dengan alis terangkat tinggi, satu tangannya meletakkan lobster besar yang sudah dikupas di atas piringku, "makanlah, setidaknya untuk merayakan keberhasilanku kali ini."
Aku pikir suamiku akan merayakan keberhasilannya dengan mentrakir semua anggota timnya untuk makan bersama. Nyatanya tidaklah demikian, karena kami hanya makan berdua di sebuah restoran Seafood kecil di tepi jalan sebelum tol Jagorawi.
Sesungguhnya aku sangat lapar, hanya saja aku tidak enak hati saja kepadanya. Acaranya kacau karena pertengkaran kecilku dengan Lidya. Wanita itu menempel terus kepada Edward, dan aku yang merasa risih terpaksa menempel juga kepadanya.
Lidya tidak terima, dia berusaha menyingkirkan diriku dengan merayu Edward agar pulang bersamanya saja. Akupun tidak mau kalah, mencengkeram lengannya dengan erat. Ujungnya kami saling berebut ke mobil duluan, tidak mempedulikan selebrasi dari tim yang hanya tercengang dengan kelakuan kekanakkan kami.
"Maafkan aku, sikapku tadi sungguh tidak terpuji. Aku sungguh sangat malu dengan kelakuanku sendiri." aku tertunduk dengan linangan bening mengambang manis di sudut kedua mataku.
"Jangan meminta maaf, Lidya memang selalu berbuat semaunya. Lain kali, tidak perlu terpancing dengan yang dilakukannya di hadapanmu." nasehat Edward tidak terlalu keras, namun justru mengena hingga ke ulu hati. Aku mengambil tisu yang disodorkan tangannya kepadaku.
"Sepertinya kalian sudah lama saling mengenal," wajahku merona manakala Edward menatapku penuh spekulasi, "dia wanita yang sangat sempurna."
"Dia hampir sama dengan Luna. Dan aku tidak menyukai wanita liar dan terlihat sangat bernafsu kepadaku."
Aku tersedak demi mendengar ucapannya, sementara dia tertawa renyah seolah apa yang dikatakannya adalah hal yang sangat lucu.
"Aku tidak pernah mengetahui, jika Kakakku ternyata seperti itu." balasku lemah, bagaimanapun aku masih ingat dengan kebencian Reza kepada Kak Luna.
"Setidaknya aku bersyukur karena tidak jadi menikahi Luna. Apa yang mungkin akan terjadi dengan rumah tangga kami jika ternyata aku mengetahui kebusukan hatinya setelahnya," Edward mencibir dengan marah, dia pasti merasa teramat dipermainkan, "maaf jika perkataanku teramat kasar."
Aku hanya menggeleng, menikmati sisa makan siang dengan berdiam diri. Semuanya memang salah Kak Luna, dan hidupku kacau balau juga karena dia. "Aku tidak akan membelanya lagi," Karena aku adalah korban yang paling tersakiti.
"Aku dengar Reza dulu juga dekat dengan Luna."
"Begitulah,"
"Kekasih pertama?"

KAMU SEDANG MEMBACA
Dear, Sasi (Sudah Terbit)
RomanceSasi Kirania, gadis 19 tahun yang terpaksa terjebak dalam sebuah pernikahan yang tidak diinginkannya bersama seorang pria keturunan ningrat Inggris. Dia hanyalah pengganti dari kakaknya, yang melarikan diri di hari pernikahannya. Meski sesungguhnya...