Jiyong menuntun Ahri dengan perlahan, tak ada lagi tongkat yang menjadi pegangan Ahri namun hanya pelukan disekitar lengan Jiyong yang Ahri jadikan sebagai pegangan. Jiyong masih ingat beberapa jam lalu, tepatnya disaat orang-orang masih terlelap diatas kasur empuk miliknya, Jiyong terbangun karena Ahri mengetuk pintu kamarnya tepat pagi-pagi buta.
Mungkin, sekitar jam empat waktu Amerika.
"Ahri, waeyo?" Tanya Jiyong dengan setengah kesadarannya. Mengusap matanya pelan mendapati Ahri berdiri tepat didepan pintu kamarnya.
"Aku ingin jalan-jalan." Ucap Ahri.
"Baiklah, nanti jam sepuluh pagi kita akan-"
"Sekarang, Jiyong." Potong Ahri membuat Jiyong terdiam untuk beberapa saat. Jiyong berbalik untuk melirik jam dinding yang berada di atas tempat tidurnya.
"Tapi Ahri, ini masih jam empat pagi. Memangnya kau mau kemana?"
Ahri terdiam, matanya sedikit memerah. Jiyong merasakan nafasnya tercekat. Kedua tangannya sekarang berada tepat di atas kedua bahu Ahri.
"K-kau menangis?" Jiyong menunggu jawaban Ahri namun bibir gadis itu perlahan bergetar, "Baiklah. Kita pergi. Beri aku dua menit untuk mencari mantelku."
Dan disinilah mereka. Di sekitar taman komplek dan menikmati udara pagi hari Amerika yang sangat menusuk hingga ke tulang walaupun Jiyong sudah memakai mantel hingga berlapis-lapis.
"Kau tidak kedinginan?" Jiyong menoleh ke arah Ahri yang sedaritadi tidak bisa menyembunyikan senyumnya.
"Ani." Ucap Ahri mantap, "aku senang sekali bisa berjalan seperti orang normal. Bertingkah seperti aku ini bisa melihat dibalik kacamata yang aku pakai."
"Maksudmu?"
Langkah Ahri berhenti, begitupula dengan Jiyong.
"Aku hanya menikmati beberapa hariku menjadi orang buta. Selama ini aku selalu menyalahkan Tuhan karena ia mengambil semua yang kumiliki termasuk penglihatanku, tapi aku yakin semuanya akan baik-baik saja setelah ini. Maksudku, sebentar lagi aku akan melihat dan mungkin aku tidak bisa merasakan gelapnya lagi." Tutur Ahri sambil menghirup udara dalam-dalam, memenuhi pasukan oksigen dalam paru-parunya.
Jiyong tersenyum kecil.
"Kau itu, dari dulu memang aneh. Kemarin saja, bertingkah seperti kau tidak ingin lagi hidup di dunia tapi sekarang sebaliknya. Aku jadi tidak yakin, umur dua puluh tapi mental masih labil." Cibir Jiyong sambil berdecak pelan.
"Biarkan saja. Kau hanya tinggal ikut senang ketika sahabatmu ini senang, apa susahnya sih? Liat saja ya nanti, kalau aku bisa melihat lagi. Aku akan mencari kerja yang berpenghasilan besar. Semua hutang budiku akan kubayarkan semua. S-e-m-u-a!"
"Cih, sombong sekali." Ucap Jiyong sambil tersenyum dan geleng-geleng kepala.
"Ayo, jalan lagi." Ucap Ahri sambil mengeratkan pelukannya pada lengan Jiyong.
⚫⚫⚫⚫
Seunghyun menyesap kopi hitam pekatnya dalam diam sambil membaca koran paginya. Sebenarnya pagi hari ini ia memiliki jadwal jogging bersama adik kesayangannya itu, tapi ia sama sekali tidak bermiat. Alhasil ia duduk menghabiskan waktunya di sebuau cafe sambil menunggu adiknya selesai berjogging ria.
"Hah, jogging di Amerika tidak menghasilkan keringat ternyata." Ucap Seungri sambil mengambil kopi hitam yang berada dalam genggaman Seunghyun dan meneguknya tanpa permisi.
"Yuck, kenapa rasanya pahit sekali." Cibir Seungri namun tetap menghabiskan kopi Seunghyun.
Seunghyun menatap Seungri dengan pandangan tajam.
KAMU SEDANG MEMBACA
PLEASE, STAY [ BIGBANG FF]
FanfictionNO CHILDREN (NC) **info** BEBERAPA PART YANG MENGANDUNG UNSUR 17+ DIPROTECT, HANYA FOLLOWERS YANG BISA MEMBACA. cerita ini pernah di publish sebelumnya dengan judul yang sama. namun terjadi perubahan plot secara besar-besaran, tapi sama sekali tidak...