Nafas Ahri mulai terengah, pipinya bahkan terasa menghangat. Ahri yakin, keadaannya sangat mengenaskan sekarang. Yang dimaksudkan dengan mengenaskan dalam konteks ini adalah; rambut dikuncir asal, peluh sebesar biji jagung mengucur deras dan panik.
Ahri terlambat masuk kelas karena kesiangan. Jelas saja, dia baru sampai rumah hampir dini hari mungkin hanya kurang sekitar sepuluh hingga lima belas menit. Sampai di rumah, dia tak lekas ke kamar melainkan Dokter Lee terlebih dahulu menginterogasinya dengan berbagai macam pertanyaan. Seperti ; kenapa kamu baru pulang? Pulangnya naik apa? Tadi Dokter liat ada pria bersamamu, kamu gak macam-macam kan?
Kurang lebih seperti itu.
Langkah kakinya yang tergesa, menggema diseluruh penjuru lorong kampus yang masih sangat sepi. Jelas, ini masih jam setengah sembilan. Sedangkan Ahri sudah telat setengah jam dari kelas yang dijadwalkan. Great, bahkan hari Ahri terasa lebih buruk karena dia baru menyadari bahwa hari ini mata kuliah si dosen killer.
Sialnya lagi karena terburu-buru, dia tak menyadari kalau lantai yang ia pijak masih licin. Hampir saja ia terjatuh kalau bukan karena sebuah tangan yang mencegahnya.
"T-terimakasih." Ucap Ahri sambil bernafas lega, setidaknya kesialannya hari ini tidak perlu bertambah.
"Aku tidak butuh terimakasih, aku butuh penjelasan." Ucap orang itu membuat Ahri segera menolehkan kepalanya kesamping.
"J-jiyong? Bukannya kau tidak ada kelas pagi?" Tanya Ahri dengan terbata. Namun bukan itu yang ingin didengar Jiyong, sehingga ia hanya memutar matanya kesal dan membantu Ahri untuk berdiri dengan benar sebelum pada akhirnya menarik pergelangan tangan Ahri.
"Jiyong! Aku ada kelas, aku sudah terlambat. Kalau yang kau bicarakam tidak penting-"
Bug.
Tepat saat itu, hidung Ahri mendarat di punggung tegap Jiyong. Walaupun hanya tabrakan kecil namun tetap saja terasa sakit karena Jiyong berhenti melangkah secara mendadak.
"Bagimu, mungkin ini tidak penting. Namun bagiku, mungkin saja ini berbeda. Bagimu ini mungkin hanya masalah sepele dan tidak perlu dibesar-besarkan, namun tidak bagiku. Bagiku, hal yang kecil seperti ini justru yang sangat penting." Ucap Jiyong penuh dengan teka-teki. Bahkan, Ahri yang terkenal dengan kepintarannya tidak bisa mencerna dengan baik apa maksud perkataan Jiyong.
"Apa maksudmu Jiyong?" Tanya Ahri menyerah untuk ditatap seintens itu oleh Jiyong tanpa sepatah kata apapun. Jiyong mendesah pelan, ia tahu betul bagaimana bufferingnya otak Ahri dalam menerima informasi diluar akademik. Sangat lama.
"Katakan padaku yang sebenarnya, kemarin kau kemana?"
"Aku sakit, Jiyong-ah. Sudah ah, aku harus ke kelas." Kata Ahri cepat sambil berlalu, namun tidak semudah itu. Jiyong menarik tubuh Ahri dan menaruh kedua tangannya dibahu Ahri. Menggenggam pundaknya erat dan menatap manik matanya.
"Aku tahu, kapan kau berbohong dan kapan kau berbicara jujur. Aku tahu bagaimana pola hidup sehatmu, mengingat imun tubuhmu sangat lemah. Kau hanya akan makan makanan yang bergizi, sesuai dengan anjuran Dokter Lee. Kemungkinan kau sakit sangat kecil, kau tahu itu Jung Ahri." Jelas Jiyong membuat Ahri menelan ludahnya kasar.
"T-tapi bukan berarti aku tidak bisa sakit sama sekali, bukan?" Bela Ahri untuk dirinya sendiri. Jiyong tidak menjawab apapun melainkan hanya menatap Ahri dengan sedatar mungkin. Itu satu-satunya cara yang ia punya untuk menguak segalanya.
Melihat wajah kaku Jiyong dan bagaimana Jiyong menatapnya membuat Ahri salah tingkah. Ahri bahkan membiarkan matanya menatap kearah lain sambil menggaruk tengkuknya yang sama sekali tak gatal. Namun tatapan Jiyong yang begitu menusuk membuat ia tidak bisa berkutik lagi.
KAMU SEDANG MEMBACA
PLEASE, STAY [ BIGBANG FF]
FanficNO CHILDREN (NC) **info** BEBERAPA PART YANG MENGANDUNG UNSUR 17+ DIPROTECT, HANYA FOLLOWERS YANG BISA MEMBACA. cerita ini pernah di publish sebelumnya dengan judul yang sama. namun terjadi perubahan plot secara besar-besaran, tapi sama sekali tidak...