13

213 22 0
                                    

BOOOk!

BOOOOOKK!

BABAKAKAK!

BOBOKKKKK!

Aku terbangun. Begitupun dengan Harry. Astaga jam berapa ini.

Aku melirik jam dinding, ini masih jam 7 pagi. Ini masih terlalu pagi--terlebih di musim salju seperti sekarang.

"Buka pintunya, Kath" Harry mengguap disampingku.

"No. Siapa yang mengunci pintu?" Aku membalas. Aku kembali berbaring dan menutupi kepalaku dengan selimut.

"Hei" Harry mencolekku. "Mengunci pintu itu penting, terlebih untuk orang dewasa"

Aku melirik ke arahnya tajam. Orang dewasa? Apa maksudnya

"Kau tahu, hanya untuk jaga-jaga" lanjut Harry dan saat itu juga aku langsung meloncat ke arah pintu sambil menutup telingaku.

Please, Harry be normal.

Gerad langsung meloncat masuk ke dalam saat aku membuka pintu. Dia mengelilingi ruangan dengan pensil di tangannya.

Dia berbicara bagaikan seorang pilot yang sedang menerbangkan pesawatnya. Aku tersenyum senang.

I love kids.

"Hey! Bocah! Berhenti berlari!" Harry mengerang kesal.

Gerad berhenti tepat didepan Harry lalu memberikan pensilnya, "Kalau begitu bantu aku"

"Heh?" Harry sesekali melihat ke arahku, entah apa maksudnya.

Gerad berbisik ke Harry.

"Kalau begitu, buatlah sendiri" Harry berujar.

Gerad melipat kedua tangannya di dada, "Kau harus membantuku!"

"Why?" Harry bertanya lagi.

"Pokoknya harus! ayo!" Gerad menarik Harry terus menerus. Namun memangnya sekuat apa anak berusia 6 tahun. Aku tertawa.

"Perlu bantuan?" Aku mendekati Gerad sambil tersenyum. Gerad berpikir sesaat lalu mengangguk dan berteriak, "AYOOOO!! TARIKKKK"

*

Setelah susah payah menarik Harry turun dari ranjang dan keluar dari kamar. Gerad dengan cepat menghamburkan isi tasnya diatas karpet. Kertas bertebaran, sebagian sudah dicoret-coret sebagian masih kosong bersih. Pensil warnanya juga bertebaran, Gerad melihat ke arah kolong kursi--mengeluarkan pensil warna biru tuanya yang masuk ke sana.

"Ini apa Gerad?.." Aku bertanya mencoba mencerna.

"Oh tidak! Fotonya..." Gerad memasukkan tangannya ke dalam ransel. Dia bernapas lega setelah berhasil mengeluarkan secarik foto.

Aku bergidik.

"Dia mau menggambar kedua orang tuanya, untuk hadiah anniversary" Harry seolah menjawab rasa penasaranku.

Gerad mengangguk lalu bergegas duduk disamping Harry. Dia mengambil satu lembar kosong dan pensil hitam, menyerahkannya ke Harry.

Aku mendekap Gerad dari belakang. Mataku berkaca-kaca. Entah kenapa, aku sangat tersentuh.

"Habisnya, mom dad sering bertengkar" Gerad berceloteh. Harry masih mengamati foto tersebut--seolah merekam bentuknya.

"Gerad cuman mau, mereka ingat. Kalo mereka dulu sering kali tersenyum, tertawa bersama. Seperti foto ini"

Hatiku tertusuk.

Selama ini, aku hanya bisa mencaci maki kedua orang tuaku yang bercerai tanpa berusaha membuat mereka kembali bersatu. Well--setidaknya, seharusnya, aku coba mengerti dan dewasa paling tidak.

Beside YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang