"Kamu percaya padaku?"
Olivia menatap pria di hadapannya dengan penuh ketakutan. Bibirnya terkulum dan matanya bergerak-gerak gelisah. Keringat menetes perlahan dari dahinya sementara tangannya sudah gemetar tak terkendali.
"Ya, aku percaya padamu." Jawab Olivia setelah berperang dengan keraguannya.
"Dengarkan aku baik-baik. Jika aku memberimu aba-aba, maka kamu harus melepaskan peganganmu. mengerti?" sambung pria itu dengan sedikit tidak sabar.
Tidak ada yang bisa Olivia lakukan selain mengangguk. Lidahnya kelu dan genggamannya sudah mati rasa. Kini perlahan-lahan rasa sakit mulai menjalari seluruh tubuhnya. Dia tahu dia tidak bisa bertahan lebih lama lagi.
Olivia melirik kebawah, ketempat dimana ombak bergoyang menghantam karang, dan bergidik ketika membayangkan tubuhnya terjun kebawah sana. Sama sekali tidak ada jalan baginya untuk selamat kali ini, bahkan dengan sang penyelamatnya yang sekarang berada didepan mata.
Jika maut memang sudah menantinya, dia harus mengatakan kata-kata terakhir untuk pria ini, yang telah dan selalu melindunginya.
"Terima kasih untuk segalanya," bisik Olivia lirih kendati matanya memancarkan ketulusan.
"Jangan bodoh, jangan banyak bicara! Kita akan selamat," ujar laki-laki itu yakin. Untuk sesaat tidak ada yang terdengar selain deburan ombak di bawah kaki mereka.
"Livi.." panggil pria itu dengan nafas tertahan.
"SEKARANG!" teriaknya dan seketika itu juga Olivia melepaskan tali yang dipegangnya erat-erat. Semuanya terasa mengabur didalam pandangannya. Tidak ada yang bisa dilihatnya selain langit biru yang luas dan sepasang mata coklat yang indah yang selama ini menjadi muara kecilnya.
Olivia tidak menyesal bertemu pria itu meskipun dia tidak pernah membayangkan segalanya harus berakhir seperti ini, sebab dia sudah menemukan apa yang dia cari dalam hidupnya. Belahan jiwanya.
Olivia terhempas dari ketinggian 30 meter dan air laut langsung menelannya dengan sukacita. Ombak menggulung tubuhnya jauh kedalam hingga dia tidak bisa menemukan oksigen. Dia berusaha menggapai tetapi tubuhnya terasa berat dan kini butiran-butiran air mulai menyelinap ke dalam paru-parunya yang rasanya seperti terbakar, sangat menyakitkan. Olivia pasrah ketika kaki dan tangannya membeku karena air laut yang begitu dingin. Samar-samar dia melihat sebuah siluet di kejauhan dan dia tersenyum. Kematiannya sudah di depan mata.
"Selamat tinggal." Batin Olivia sebelum kesadarannya menghilang sepenuhnya.
ㅡ
KAMU SEDANG MEMBACA
Her Suspicion
Mystery / Thriller"Cium aku, Mel.." Amel menatapnya bingung. "Apa?" "Cium aku. Sekarang juga." Ujarnya penuh penekanan, mengabaikan keterkejutan Amel yang semakin jelas. "Anggap saja aku sedang mabuk atau apapun. Tapi kumohon cium aku sekarang sebelum aku berubah p...