Bagian 46

2.8K 202 2
                                    

Jarum jam benar-benar bergerak lambat. Rasanya Olivia sudah membusuk di kursi ini dan berulang kali berganti posisi. Semmy sama gelisahnya dengan dirinya. Tapi pria itu lebih mahir mengendalikan ekspresinya sekarang. Dia terduduk kaku di sudut jendela tanpa mengucapkan sepatah katapun dan memusatkan kedua pandangannya ke seberang jalan.

Amelia terlambat. Apapun yang sedang gadis itu kerjakan saat ini, dia terlambat dua puluh menit dari waktu perjanjian mereka. Amel meyakinkan Olivia dan Semmy untuk tetap tinggal di kamar hotelnya selagi dia mencari informasi dari informan terpercayanya. Tapi gadis itu memperingatkan Olivia dengan keras bahwa dia tidak boleh berdekatan dengan Semmy dalam jarak tiga meter. Olivia sama sekali tidak berkomentar apapun, karena dia sendiri tidak yakin berdekatan dengan Semmy bisa menenangkan hatinya.

"Itu dia!" seru Semmy keras. Suaranya bercampur kelegaan dan kekalutan.
Olivia bangkit dan ikut melihat ke arah yang di tunjukkan Semmy di jendela. Benar, itu Amel. Gadis itu terlihat baik-baik saja dan berjalan dengan langkah ringan. Jelas sekali dia telah mendapatkan sesuatu.
Sepuluh menit kemudian, gadis itu telah berada di depan pintu kamar hotel dan Olivia segera memberikannya pelukan erat. Amel sempat bimbang sesaat, tapi dia menepuk punggung Olivia dan tersenyum. "Aku bawa oleh-oleh." Ujarnya senang.

Tiga buah ponsel canggih diletakkan Amel di atas meja dan dia mengeluarkan sebuah map berwarna putih. "Aku pikir kita sebaiknya tetap saling berhubungan. Jadi, aku membeli ponsel ini dan memastikan setiap ponsel memiliki alat pelacak terbaru."

Bagaimanapun, dia gadis yang cerdas. Batin Olivia mengakui.
Setelah menggumamkan terima kasih padanya, Olivia memperhatikan ekspresi Amel yang berubah murung. "Ada yang aneh." Kata gadis itu menghela napas. Segera saja Olivia dan Semmy menjadi waspada.
"Aku mendapatkan informasi ini dari salah satu kenalan yang pernah bekerja sama denganku ketika di Hawaii. Aku memohon padanya untuk mencari tahu tentang Alistar di Favela dan menyertakan fotonya. Selama empat jam lebih dia menghubungi teman-temannya yang memiliki akses di Favela dan akhirnya dia memberiku kabar yang mengejutkan.

"Tidak ada yang bernama Alistar di sana. Tapi mereka kenal orang yang di foto itu. Mereka bilang dia bukan Alistar, tetapi Yuka Tamada. Aku benar-benar bingung, dan sebagai jalan pintas, aku mencari nama Alistar di Universtias Federal Rio De Janeiro, tempat dia bersekolah dulu. Tapi aku tidak menemukannya. Malah tidak ada satupun orang Jepang yang lulus di tahun yang sama dengan Alistar selain Yuka Tamada."

Amel mendesah dan memijit pelipisnya gusar. Semmy membeku di kursinya, dan alis Olivia berkerut bingung. Alistar merubah namanya? Apa maksudnya semua ini?

"Apa kamu berhasil mendapatkan jejaknya Yuka Tamada itu?" tanya Semmy dengan wajah masih syok.
"Mereka malah bertanya dari mana informanku mengenal Yuka Tamada, karena keberadaannya masuk dalam top secret. Jadi yang bisa kupastikan adalah, Alistar sedang berada di kediaman PCC."

"Oke." Ujar Semmy tiba-tiba, bangkit dari kursinya menatap Olivia dan Amel tegas. "Kalau begitu selesai. Kalian harus kembali sekarang."
Mereka berdua terperangah dan Amel kembali memuntahkan argumennya pada Semmy yang tetap berkeras bahwa mereka tidak bisa tinggal lebih lama. Sementara Olivia mulai ketakutan, bagaimana jika terjadi apa-apa pada Semmy? Dia tidak bisa meninggalkan pria itu disini. Dia tidak mau.

Namun semuanya menjadi jelas. Tiba-tiba saja otak Olivia berhasil menemukan sebuah cara-cara paling efektif sekaligus berisiko. Kenapa dia tidak menyadarinya sejak awal? Bodoh sekali.

"Tunggu...dengarkan aku!"

Dua pasang mata menatap Olivia dengan marah dan terengah-engah. "Kamu tidak bisa memulangkan kami, Sem. Karena aku tahu bagaimana menemukan Alistar atau Yuka Tamada itu,"

Lagi, kedua manusia itu menatapnya dengan tanda tanya tergambar di wajah mereka.

Her SuspicionTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang