Bagian 41

3.2K 220 5
                                    

Mengerikan.

Suasana kantor JS saat ini benar-benar mengerikan. Olivia bahkan tidak pernah bermimpi bahwa dirinya akan menjadi buah bibir paling sensasional di seantero kota Jakarta. Sudah tak terhitung banyaknya orang-orang yang menunjuk dirinya dengan terang-terangan dan mencibirnya secara langsung. Beberapa bahkan tak bisa berhenti memotret setiap aktivitasnya seharian ini. Semua orang tidak bisa melepaskan pandangan mereka kurang dari lima menit, karena siapapun pasti bertanya-tanya, seperti apa gadis yang membuat Raveiden Haenoki bertekuk lutut dan mencampakkan Amelia malik semalam?

Tetapi yang paling menggelisahkan adalah sikap permusuhan Risma. Wanita dengan tubuh gempal itu menolak untuk berbicara dengannya selama sehari penuh. Dia memicingkan matanya dengan tak suka setiap kali Olivia lewat dihadapannya dan kemarahannya benar-benar membuat seluruh orang di ruangan menjadi uring-uringan, sebab Risma selalu membuat keributan kecil seperti sengaja menumpahkan kopi di atas tumpukan laporan baru lalu meminta maaf dengan histeris kemudian menyalahkan dirinya sendiri karena kebodohannya. Benar-benar sukses menyindir Olivia.

Dan.. Didit. Menghadapi seniornya itu membutuhkan seluruh tekad dan keberaniannya, karena pria dengan wajah baik hati itu selalu menatapnya sendu, seolah mengharapkan kejadian semalam hanya ilusi semata. Namun Didit lah yang membelanya ketika dia di sergap beberapa gadis dari bagian finance marketing, hal yang seharusnya di lakukan Semmy. sekaligus menyelamatkan Olivia dari para reporter pemburu gossip.

"Istirahatlah untuk tiga hari ke depan, Oliv. Aku akan berbicara pada Doni." Usul Didit sambil menyerahkan segelas kopi hangat padanya.

Olivia mengangguk dan menggumamkan terima kasih dengan berbisik. Dia benar-benar bersyukur dengan kemurahan hati Didit yang begitu besar. Sebab yang dibutuhkannya untuk menghadapi tatapan permusuhan dari semua orang adalah izin kantor. Dia tidak akan tahan jika harus menerima celaan dan cibiran setiap karyawan JS lagi.

"Ngomong-ngomong, aku belum melihat Haenoki seharian. Apakah dia sedang menghindari wartawan juga? Kenapa dia tidak datang dan melindungimu?" tanya Didit tepat sasaran. Olivia menggenggam gelasnya lebih kuat dan mencoba tersenyum.

"Aku tidak tahu.. lagipula hubungan kami tidak seperti itu." jawabnya lirih. Benar. Bahkan Olivia tidak memiliki nomor ponselnya. Bagaimana dia bisa menanyakan kabar Semmy hari ini? mengetahui bahwa pria itu sehat dan sedang menghindari wartawan menjadi mustahil sebab pilihannya hanyalah bertanya langsung pada Alistar atau Amel.

Didit mendengus keras dan menatap Olivia skeptis. "Aku harap dia tidak sedang mabuk ketika dia mengatakan bahwa kamu miliknya, karena aku bisa saja meninjunya saat ini."

"Aku pikir aku sebaiknya pulang sekarang," ujar Olivia tiba-tiba, berusaha mengabaikan kata-kata Didit barusan. Dia tidak menyukai kebenaran yang tersirat di dalam kemarahan Didit. Karena nyatanya dia memang tidak tahu apakah Semmy memang hanya menganggapnya sebagai boneka Barbie yang bisa di mainkan kapanpun dia suka.

Pintu lift terbuka dan Olivia berjalan dengan sedikit terburu-buru, dia tidak mau jika harus mendengar setiap bisikan orang-orang di ruangan ini lebih lama lagi. Tetapi kasak-kusuk itu akhirnya teralihkan ketika Semmy turun dari sebuah mobil biru metalik mengilat bersama seorang wanita cantik dan... dan seksi. Mereka terlihat dekat dan intim, berpelukan di depan semua orang dan reporter memotret mereka dengan ekspresi lapar.

Semmy terlihat sangat menikmati semua perhatian yang berhasil didapatkannya sore itu dengan memberikan sebuah senyuman mempesona tanpa henti. Dan dalam sekejap, Olivia antariksa terlupakan dari kepala orang-orang.
Tetapi ada sesuatu yang menggores nadinya dengan kasar. Berdarah dan bernanah tanpa bisa dicegah. Olivia menggigit bibirnya keras-keras, mencoba mengalihkan rasa sakit di dadanya dan berjalan melewati kerumunan itu secepat yang dia bisa. Namun bagai memancarkan magnet, Semmy bisa menemukan sosoknya di tengah begitu banyak orang yang berlomba-lomba untuk mendapatkan gambar mesra mereka. Matanya menyiratkan pesan yang tak bisa ditangkap Olivia. Tidak jika senyum pria itu terpapar jelas di wajahnya, seakan mengatakan; "Lihatlah, aku tidak butuh gadis sepertimu, Liv. Aku bisa mendapatkan yang lebih hebat darimu."

Her SuspicionTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang